Tautan-tautan Akses

Keppres baru Trump Bisa Perpanjang Penantian Visa Amerika


Presiden AS Donald Trump menandatangani Keppres di Washington DC (foto: dok).
Presiden AS Donald Trump menandatangani Keppres di Washington DC (foto: dok).

Penantian untuk visa kunjungan ke Amerika bisa lebih lama setelah Presiden Donald Trump hari Rabu (21/6) menandatangani Keppres yang mencabut panduan era Obama mengenai waktu pemrosesan di konsulat-konsulat Amerika.

Keppres singkat itu dikeluarkan tanpa komentar Gedung Putih dan Departemen LN itu menghapus sebuah ketentuan keppres tahun 2012 yang mempercepat waktu pemrosesan visa non-imigran termasuk visa yang diperlukan oleh siswa dan wisatawan.

Keppres aslinya yang dikeluarkan oleh Presiden Barack Obama mengimbau kepada Departemen Luar Negeri untuk “memastikan 80% pemohon visa non-imigran diwawancarai dalam waktu tiga minggu setelah permohonan diterima.”

Keppres baru itu keluar di tengah-tengah upaya pemerintahan Trump selama berbulan-bulan untuk menggunakan wewenang eksekutif terkait kebijakan imigrasi tertentu dan memberlakukan apa yang disebut para pejabat sebagai “pemeriksaan ekstrem”.

Seorang pejabat Gedung Putih mengatakan kepada VOA perubahan itu “mencabut persyaratan yang sifatnya arbitrer.”

"Presiden mengharapkan pemeriksaan teliti dan akurat terhadap pemohon visa, bukan proses yang terburu-buru untuk mengakomodasi batas waktu yang arbitrer,” kata pejabat itu hari Kamis (22/6).

Pemerintah baru-baru ini memperluas proses permohonan visa dengan menambahkan pemeriksaan akun sosial media yang digunakan selama lima tahun terakhir, informasi biografi tambahan untuk 15 tahun terakhir, artinya pejabat konsuler bisa meminta profil Facebook pemohon visa dan daftar kemana saja mereka telah bepergian selama lebih dari satu dekade terakhir. Trump mengeluarkan larangan perjalanan sementara bulan Maret untuk membatasi pengunjung dari enam negara, Iran, Libya, Somalia, Sudan, Suriah dan Yaman dengan alasan keamanan nasional.

Bagian-bagian keppres itu ditangguhkan menyusul gugatan terhadap pemerintah yang mengklaim bahwa Trump mendiskriminasi Muslim dengan menyebut negara-negara tersebut, yang semuanya adalah negara dengan mayoritas Muslim.

Kasus itu sekarang diserahkan kepada Mahkamah Agung yang akan memutuskan apakah akan menangani kasus itu atau tidak. [my/ds]

XS
SM
MD
LG