Tautan-tautan Akses

Kelompok Perempuan, Penentang Utama UU Kewarganegaran India


Wanita-wanita India memegang spanduk dan meneriakkan slogan-slogan selama protes menentang undang-undang kewarganegaraan baru yang oleh lawan dikatakan mengancam identitas sekuler India di Bangalore, India, Kamis, 26 Desember 2019. (Foto: AP)
Wanita-wanita India memegang spanduk dan meneriakkan slogan-slogan selama protes menentang undang-undang kewarganegaraan baru yang oleh lawan dikatakan mengancam identitas sekuler India di Bangalore, India, Kamis, 26 Desember 2019. (Foto: AP)

Ribuan mahasiswi dan perempuan Muslim konservatif ikut berdemonstrasi melawan UU Kewarganegaraan yang dinilai anti-Muslim. UU ini mengecualikan warga Muslim dari enam kelompok agama yang proses kewarganegaraannya dapat dipercepat jika mereka berada di India.

Fauzia adalah satu di antara lautan demonstran di New Delhi yang menuntut agar pemerintah membatalkan undang-undang baru yang memperkenalkan agama sebagai suatu kriteria kewarganegaraan bagi kelompok minoritas yang teraniaya di negara-negara tetangga.

“India akan menerima orang dari seluruh agama, kecuali Muslim. Ini menciptakan ketidaksetaraan. Pemerintah merusak struktur dasar negara,” kata Fauzia.

Sebagian perempuan yang meneriakkan kata-kata “freedom” atau “kebebasan” di luar Universitas Jaia Millia Islamia menyembunyikan wajah mereka dan tidak bersedia menyebut nama asli mereka kepada wartawan. Mereka adalah para ibu rumah tangga -tua muda- yang bergabung dengan para mahasiswi.

Perempuan India berbaris dalam aksi protes menentang undang-undang kewarganegaraan baru yang menurut lawan mengancam identitas sekuler India, di Kolkata, India, Kamis, 16 Januari 2020. (Foto: AP)
Perempuan India berbaris dalam aksi protes menentang undang-undang kewarganegaraan baru yang menurut lawan mengancam identitas sekuler India, di Kolkata, India, Kamis, 16 Januari 2020. (Foto: AP)

Ini merupakan hal yang tidak biasa karena warga Muslim umumnya tidak pernah mempelopori demonstrasi di India, dan kabanyakan perempuan Muslim memilih tidak tampil di hadapan publik.

Kini jumlah mereka terus meningkat seiring muncul kekhawatiran bahwa undang-undang baru itu akan menjadikan warga Muslim sebagai warga negara kelas dua.

Pemerintah membela aturan hukum itu sebagai langkah belas kasih.

Tetapi upaya untuk meredam demonstrasi itu justru menambah kemarahan. Rabia, seorang perempuan yang putranya menderita luka-luka dalam demonstrasi pekan lalu ketika polisi memasuki perpustakaan kampus, marah besar dan akhirnya ikut turun ke jalan.

“Mereka yang mengenakan pakaian ibu rumah tangga seperti ini biasanya tidak keluar rumah. Tetapi situasinya kini makin tak terkendali, itulah sebabnya saya ikut berdemonstrasi. Saya akan terus berdemonstrasi jika mereka tidak mencabut undang-undang ini," kata Rabia.

Para demonstran juga menuntut pemerintahan nasionalis-Hindu pimpinan Perdana Menteri Nadrenda Modi untuk membatalkan rencana pendaftaran warga, yang mengharuskan semua warga India untuk menunjukkan bukti kewarganegaraan mereka.

Jaminan pemerintah bahwa warga Muslim-India tidak akan kehilangan kewarganegaraan mereka, gagal meredam kekhawatiran bahwa pengucilan mereka dari undang-undang yang baru diberlakukan akan membuat mereka rentan.

“Kenapa kita harus membuktikan kewarganegaraan terlebih dahulu? Nenek moyang kita telah berjuang untuk bangsa ini," kata Zakeera Roohi, mahasiswa Universitas Jamia Millia Islamia.

Demonstrasi ini juga diikuti oleh banyak kelompok non-Muslim yang khawatiran undang-undang baru itu akan merusak tradisi masyarakat India yang pluralistik.

“Saya warga Hindu, tetapi undang-undang ini akan menimbulkan dampak pada saya karena sesama warga negara dan mahasiswa ikut terkena dampaknya," kata kata Sumedha Poddar, mahasiswa di Universitas Jamia Millia Islamia.

Para siswa dan aktivis India berpartisipasi dalam demonstrasi menentang UU Kewarganegaraan baru, di New Delhi, 3 Januari 2020. (Foto: AP)
Para siswa dan aktivis India berpartisipasi dalam demonstrasi menentang UU Kewarganegaraan baru, di New Delhi, 3 Januari 2020. (Foto: AP)

"Selama satu setengah tahun berkuliah di Jamia, saya telah bersama teman-teman Muslim saya. Kami saling berbagi makan siang, pergi ke rumah mereka saat Idul Fitri, dan bahkan ikut merayakan festival mereka," tambahnya.

Demonstrasi ini menggarisbawahi kekhawatiran diantara warga Muslim dan pengecam Modi bahwa pemerintahannya terus mengedepankan agenda-agenda kelompok nasionalis-Hindu. Yang pasti kelompok-kelompok perempuan kini menjadi salah satu tulang punggu aksi demonstrasi yang kian meluas di sejumlah kota itu. [em/jm]

XS
SM
MD
LG