Tautan-tautan Akses

Kedubes Jerman di China Gunakan Media Sosial untuk Promosikan Kebebasan Berpendapat dan Demokrasi


Logo aplikasi media sosial China Weibo terlihat di ponsel dalam gambar ilustrasi yang diambil 7 Desember 2021. (Foto: REUTERS/Florence Lo)
Logo aplikasi media sosial China Weibo terlihat di ponsel dalam gambar ilustrasi yang diambil 7 Desember 2021. (Foto: REUTERS/Florence Lo)

Para pengamat China memuji Kedutaan Besar Jerman di Beijing yang secara halus menggunakan media sosial untuk menarik perhatian terhadap kontrol China yang ketat atas pesan politik pada hari-hari sebelum kunjungan Kanselir Jerman Olaf Scholz.

Pada 11 Oktober, Patricia Flor, perempuan pertama yang menjadi Duta Besar Jerman di Beijing sejak kedua negara menjalin hubungan diplomatik pada 1972, mengunggah di laman Twitter: “Mulai hari ini, kita akan melihat kembali 50 peristiwa dalam 50 tahun ini” di saluran Weibo resmi kedutaan.

Pada hari-hari berikutnya, kedutaan mengunggah peristiwa di platform mirip Twitter buatan China, misalnya pendirian pabrik pertama Volkswagen di Shanghai pada 1983. Untuk 1988, kedutaan mengunggah catatan tentang pembukaan Goethe Institute di Beijing, yang kini menjadi tuan rumah kegiatan kebudayaan di Beijing, Shanghai dan Hong Kong. Namun, tahun berikutnya, 1989, peristiwa ditampilkan secara berbeda, pada dua panel.

Di kiri, panel menampilkan massa besar di Gerbang Brandenburg di Berlin dengan judul: “Di Jerman Timur … semakin banyak orang melakukan protes, menuntut demokrasi dan hak-hak warga negara. Aksi mengarah ke revolusi damai November 1989, dan mendorong runtuhnya Tembok Berlin yang memisahkan kedua Jerman.”

Panel di kanan benar-benar gelap. Namun, siapa saja yang mengikuti politik China bisa menangkap pesan. Itu adalah tahun protes mahasiswa di Lapangan Tiananmen Beijing, yang secara brutal dibubarkan. Ribuan pemuda kemungkinan tewas.

Ditanya VOA mengenai pesan yang hendak disampaikan pada panel itu, seorang juru bicara kedutaan menolak menjelaskan. Ia hanya mengatakan bahwa “semuanya tergantung pada mata yang melihatnya. Orang bisa menginterpretasi sendiri dan mencoba memahaminya.”

Namun, banyak pembaca Weibo menangkap pesan itu. Postingan itu mendapat hampir 4.000 'suka', dibandingkan dengan 200 hingga 300 untuk sebagian besar postingan lain dalam seri ini.

Janne Leino tinggal dan bekerja di China dari 2015 hingga 2021 untuk think tank Eropa. Ia menggambarkan postingan itu sebagai “langkah cerdas” yang memungkinkan kedutaan terhindar dari sensor ketat China terhadap platform Weibo, sementara menyampaikan pesan tentang penanganan yang sangat berbeda terhadap protes pada 1989 di kedua negara. [ka/ab]

Forum

Recommended

XS
SM
MD
LG