Tautan-tautan Akses

Kasus Kekerasan Fisik dan Seksual pada Anak Meningkat di RI


Anak-anak berpartisipasi dalam demonstrasi memprotes kekerasan terhadap anak-anak, Jakarta, 30 Januari 2006. (Foto: AFP)
Anak-anak berpartisipasi dalam demonstrasi memprotes kekerasan terhadap anak-anak, Jakarta, 30 Januari 2006. (Foto: AFP)

Jumlah kasus kekerasan yang melibatkan anak-anak meningkat di Indonesia.

April lalu, seorang anak perempuan usia 14 tahun dilecehkan dan diserang secara fisik oleh tiga siswa SMU di Pontianak. Kasusnya menggemparkan media sosial.

Pada 13 Juli, seorang siswa usia 16 tahun di sekolah militer di Palembang, menjadi korban perpeloncoan dalam pekan orientasi. Ia meninggal di rumah sakit beberapa hari kemudian.

Akhir Juli, polisi di Aceh menangkap dua laki-laki yang bekerja di satu sekolah Islam. Mereka diduga melakukan pelecehan seks terhadap 15 siswa usia antara 13 dan 14 tahun, menurut dua siswa yang melaporkan hal itu dan penyelidikan lebih lanjut oleh pihak berwenang.

Wakil ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Rita Pranawati, mengatakan tiga kasus itu hanya bagian dari kasus kekerasan terhadap anak-anak yang diungkap dan dilaporkan media. Dari Januari hingga Mei 2019, Rita mengatakan, KPAI menerima 1.192 laporan kekerasan, termasuk kekerasan fisik, psikologis atau seksual.

“Masih banyak kasus yang tidak dilaporkan, misalnya, angka pernikahan anak, tidak tercakup dalam laporan itu. Padahal, itu juga merupakan bentuk pelecehan terhadap anak-anak," kata Rita kepada VOA di kantornya di Jakarta pekan lalu.

"Ada pula kasus lain, misalnya orang tua secara fisik menyiksa anak-anak mereka. Ketika terjadi kematian atau kalau anak itu luka parah, barulah akan dilaporkan.”

Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) menerima semakin banyak permintaan untuk melindungi anak yang menjadi korban pelecehan seksual. Hingga Juni, lembaga itu mengkaji 78 kasus. Edwin Partogi Pasaribu, wakil ketua LPSK, mengatakan, lembaga itu menangani setidaknya empat kasus setiap minggu.

“Menurut kami, berdasar permintaan yang masuk, kekerasan seksual menjadi keprihatinan kami. Angka dari 2016 hingga 2019 terus naik,” kata Edwin pada konferensi pers di Jakarta.

Namun demikian, Rita dari KPAI mengatakan, masih ada stigma sosial yang merugikan korban kekerasan seksual. Menurutnya, masih sering terjadi korban justru disalahkan, terutama kalau korban adalah remaja usia akhir belasan tahun.

“Dalam kasus pelecehan seksual, terkadang keluarga atau sekolah lebih memilih diam karena mereka malu,” kata Rita.

KPAI mengajak sekolah menerapkan skema sekolah "ramah anak," yang mencakup membuat staf dan manajemen lebih peduli akan perlunya perlindungan anak dan lebih terlatih untuk mengatasi masalah. KPAI juga mendorong pimpinan sekolah agar menciptakan budaya yang memungkinkan hubungan yang lebih setara antara siswa dan guru.

“Ini penting, untuk membangun iklim yang ramah anak di sekolah. Pemerintah saat ini sedang membahas keputusan presiden mengenai hal ini, tetapi belum tuntas,” kata Rita. Ia menambahkan, anak-anak seharusnya diajari konsep persetujuan dan bagaimana bersikap tegas.(ka/jm)

Recommended

XS
SM
MD
LG