Tautan-tautan Akses

Jutaan Napi dan Mantan Napi AS Tak Punya Hak Pilih


Para narapidana AS mendapatkan training dari seorang petugas penjara (foto: ilustrasi).
Para narapidana AS mendapatkan training dari seorang petugas penjara (foto: ilustrasi).

Amerika Serikat sekarang ini memiliki sekitar 6,1 juta orang mantan narapidana (napi), jumlah terbanyak dalam sejarah negara ini. Hak pilih mereka berbeda-beda dari negara bagian ke negara bagian lainnya. Misalnya di Florida, di mana mantan napi menunggu bertahun-tahun melalui proses yang tidak jelas untuk mendapatkan kembali hak pilih, atau di Vermont, satu dari dua negara bagian yang memberikan hak pilih bagi mereka yang sedang dipenjarakan.

Negara bagian Vermont memberikan kesempatan ke-dua bagi Dan Close, setelah ia melakukan kesalahan yang mengubah hidupnya.

Narapidana asal Vermont ini mengatakan, “Kalau Anda seorang warganegara Amerika, Anda harus memiliki hak pilih, Anda penjahat atau bukan.”

Close, yang dihukum atas dakwaan terkait narkoba, adalah satu dari jutaan orang di Amerika yang memiliki hak pilih setelah divonis bersalah oleh pengadilan. Ia tinggal di satu dari dua negara bagian, Vermont dan Maine, yang juga mengizinkan narapidana untuk mempertahankan hak pilih mereka.

Kata Close, “Orang meremehkannya. Ini adalah hak, dan kalau hak ini dicabut, orang merasakannya. Anda tahu, kan.”

Tetapi pendekatan pemerintah negara bagian Vermont yang progresif terhadap hak pilih narapidana itu tidak sepenuhnya populer di sana.

Seorang warga Vermont, Richard Perry, berpendapat, “Anda pikul akibatnya. Anda kehilangan kebebasan.”

Empat belas negara bagian memulihkan hak pilih para narapidana secara otomatis begitu mereka dibebaskan dari penjara.

Andrew Kingsbury, mantan petugas lembaga pemasyarakatan Vermont, mengatakan begitulah yang seharusnya dilakukan. Ia menambahkan, “Begitu seseorang berbaur kembali ke tengah masyarakat dan mereka menjadi anggota masyarakat dengan perilaku yang positif, saya percaya mereka seharusnya memiliki semua hak mereka.”

Tetapi tidak demikian yang dialami Yraida Guanipa. Hukuman penjara atas tuduhan terkait narkoba di Florida telah selesai dijalaninya bertahun-tahun silam. Akan tetapi Guanipa mengatakan ia masih saja dihukum.

Ia mengatakan, “Tak seorang pun dapat membayangkan betapi menyakitkannya ini dan kemudian mengalami ini? Saya tidak dapat memberikan suara. Berdasarkan proses yang sekarang ini, saya tidak yakin apakah saya akan dapat memberikan suara lagi.”

Guanipa, satu dari 4,7 juta terpidana yang tidak dapat memberikan suara, adalah satu dari tujuh mantan mantan narapidana yang menggugat negara bagian Florida karena membuat proses yang sewenang-wenang dalam memulihkan hak pilih para terpidana.

Jon Sherman dari lembaga advokasi Fair Elections Legal Network, mengemukakan, “Mereka menerapkan standar-standar yang tidak jelas seperti: apakah Anda telah mengubah hidup Anda, apakah Anda telah memperlihatkan tanda-tanda penyesalan yang cukup, dan apa yang benar bagi satu orang tidak akan berlaku demikian bagi yang lainnya.”

Hal ini akan berdampak bagi 1,5 juta pemilih Florida, suatu jumlah yang cukup besar di negara bagian penting dalam pemilihan presiden. Perbedaan yang menyolok dari satu negara bagian ke negara bagian lainnya dalam hal pemulihan hak pilih terpidana merupakan bagian dari perdebatan nasional yang lebih besar mengenai dihambatnya hak pilih menjelang pemilihan paruh waktu yang sangat penting.

Berbagai jajak pendapat menunjukkan mayoritas pemilih di Florida menyatakan mereka mendukung dimuatnya prakarsa untuk mengubah proses pemulihan hak pilih di negara bagian itu dalam surat suara.

Di Vermont, Close sedang menunggu-nunggu waktunya memberikan suara dalam pemilihan paruh waktu mendatang. Ia mengungkapkan, “Satu suara, tapi ini bisa menjadi satu suara untuk mengubah banyak hal.”

Oleh karena itu, bisa memberikan suara merupakan suatu kesempatan yang tidak ia remehkan sama sekali. [lt/uh]

XS
SM
MD
LG