Tautan-tautan Akses

Jurnalis Filipina Dinyatakan Bersalah


Maria Ressa, salah satu pendiri dan CEO situs web berit Rappler, di Filipina, sebelum menghadiri persidangan di Manila, 16 Desember 2019.
Maria Ressa, salah satu pendiri dan CEO situs web berit Rappler, di Filipina, sebelum menghadiri persidangan di Manila, 16 Desember 2019.

Jurnalis terkemuka Filipina, Maria Ressa, dinyatakan bersalah, Senin (15/6), dalam kasus pencemaran nama baik siber. Para pembela kebebasan pers menganggap putusan itu sebagai upaya untuk membungkam para pengkritik Presiden Rodrigo Duterte.

Vonis itu dijatuhkan di sebuah pengadilan di Manila terhadap Ressa, yang memimpin situs berita Rappler. Dia diizinkan bebas dengan uang jaminan.

Human Rights Watch, Senin (15/6), menyebut putusan bersalah itu sebagai pukulan besar bagi kebebasan pers di Filipina.

“Putusan terhadap Maria Ressa menandai kemampuan pemimpin Filipina yang sewenang-wenang untuk memanipulasi UU untuk menjerat suara-suara media yang kritis dan dihormati, apapun akibatnya bagi negara itu," kata Phil Robertson, wakil direktur Asia pada Human Rights Watch, dalam pernyataan.

Kasus itu berawal dari keluhan seorang pebisnis pada 2017 terhadap sebuah berita Rappler lima tahun sebelumnya, mengenai dugaan kaitannya dengan hakim pengadilan tinggi negara itu.

Ressa, yang dinobatkan sebagai Person of the Year oleh majalah Time pada 2018, tidak menulis artikel itu dan para penyelidik pemerintah tadinya membatalkan tuduhan terhadap pebisnis itu.

Namun jaksa kemudian mengajukan dakwaan terhadapnya dan Reynaldo Santos, mantan jurnalis Rappler yang menulisnya, berdasarkan Undang-undang Kejahatan Siber kontroversial yang bertujuan menindak pelanggaran online seperti membuntuti seseorang dan pornografi anak.

UU itu berlaku mulai September 2012, beberapa bulan setelah artikel itu diterbitkan.

Namun jaksa mengatakan koreksi penulisan yang dilakukan Rappler pada 2014, yaitu mengubah "evation" menjadi "evasion," merupakan modifikasi substansial sehingga artikel itu tercakup dalam UU tersebut.

"Kisah saya: diam atau jadi target berikutnya... itu sebagian alasan kenapa saya ditarget," kata Ressa, salah seorang pendiri Rappler dan mantan jurnalis CNN, kepada AFP dalam wawancara eksklusif pekan lalu."

"Dampak yang mengerikan... tak hanya bagi saya dan Rappler, tapi bagi jurnalis dan siapapun yang menanyakan pertanyaan kritis."

Pemerintahan Duterte telah mengatakan kasus itu tidak bermotif politik dan bahwa pihak berwenang harus menegakkan UU itu, bahkan terhadap jurnalis sekalipun. [vm/ft]

Recommended

XS
SM
MD
LG