Tautan-tautan Akses

Jual Baju Bekas Bayar Seikhlasnya, Upaya Bantu Warga Terdampak Corona


Tumpukan pakaian bekas layak pakai yang bisa dibeli masyarakat miskin dengan harga seikhlasnya. (Foto: Eva Putriya)
Tumpukan pakaian bekas layak pakai yang bisa dibeli masyarakat miskin dengan harga seikhlasnya. (Foto: Eva Putriya)

Baju bekas seringkali dianggap sebagai barang tidak berguna. Namun pakaian bekas layak pakai masih dibutuhkan oleh masyarakat miskin, terutama di masa pandemi corona saat ini. Sejumlah pemuda menggagas berdirinya “Toko Kita”, yang menjual baju bekas layak pakai dengan sistem pembayaran seikhlasnya.

Umi Biba, mahasiswa berusia 18 tahun di salah satu kampus di Surabaya, sesekali membeli pakaian bekas agar dapat menyesuaikan dengan uang yang dimilikinya.

“Sebenarnya saya ini orang yang suka beli baju, tapi karena saya belum bekerja dan masih kuliah, jadi saya lebih prefer untuk membeli baju yang bisa saya pilih tapi sesuai kantong (uang) saya," ujar Umi Biba.

Baginya tak masalah membeli baju bekas yang masih bagus dan layak pakai. Apalagi baju-baju itu tentunya dicuci bersih dahulu sebelum dipakai.

Umi Biba tidak sendiri. Ada begitu banyak warga yang membutuhkan pakaian bekas layak pakai, dengan berbagai alasan. Terlebih pada masa pandemi corona sekarang ini di mana membeli pakaian menjadi prioritas kesekian.

Pakaian bekas layak pakai ynag dipajang di Toko Kita, menjual pakaian dengan bayar seikhlasnya (Foto: Eva Putriya/Toko Kita).
Pakaian bekas layak pakai ynag dipajang di Toko Kita, menjual pakaian dengan bayar seikhlasnya (Foto: Eva Putriya/Toko Kita).

Melihat hal ini sejumlah anak muda yang tergabung dalam lembaga sosial Damar menggagas berdirinya gerakan Toko Kita, yang menjual baju bekas berkualitas dengan sistem pembayaran “seikhlasnya”. Kelompok yang bermarkas di Desa Dawarblandong, Kabupaten Mojokerto ini, mengajak masyarakat untuk menyumbangkan pakaian yang masih layak pakai ke Toko Kita.

Gerakan mengajak masyarakat untuk gemar berbagi dan peduli sesama yang membutuhkan pakaian layak pakai di tengah pandemi corona. Hasil penjualan dengan sistem pembayaran seikhlasnya ini, juga akan digunakan untuk aksi sosial yang lain.

Jual Baju Bekas Bayar Seikhlasnya, Upaya Bantu Warga Terdampak Corona
mohon tunggu

No media source currently available

0:00 0:03:33 0:00

Eva Putriya Hasanah, salah satu anggota tim proyek Toko Kita, memastikan pakaian yang dijual meski dicap sebagai pakaian bekas, telah dipilah dan diperiksa kelayakannya. Seperti warna, kondisi fisik pakaian, kebersihan, hingga kerapian pakaian saat dijual.

“Kami tidak mematok harga untuk semua jenis baju. Entah itu kebaya, broklat, baju cewek, baju cowok, anak-anak dan sebagainya. Kami tidak pernah mematok harga karena memang kami sediakan itu untuk masyarakat,” kata Eva Putriya Hasanah.

Baju baru yang dipajang di salah satu pusat perbelanjaan modern di Surabaya. (Foto: Petrus Riski/VOA)
Baju baru yang dipajang di salah satu pusat perbelanjaan modern di Surabaya. (Foto: Petrus Riski/VOA)

Pakaian yang dijualnya melalui Toko Kita, maupun yang beredar menggunakan mobil, adalah baju-baju dalam kondisi bagus dari pemilik pertama. Baju-baju itu yang tidak dipakai lagi karena bosan, salah memilih, atau sudah tidak bisa dipakai.

"Karena memang masih ada bandrolnya, masih baru sekali. Atau ada juga yang akhirnya mereka itu ketika ke pasar, ke mall, karena mereka melihat banyak sekali baju, salah memilih atau satu dua kali dipakai, sudah tidak mau lagi. Atau sudah tidak muat,” ungkapnya.

Hampir semua orang, kata Eva, dipastikan menumpuk pakaiannya yang tidak terpakai di lemari. Baju-baju itu akan lebih berharga bila dapat disumbangkan untuk orang yang membutuhkan.

Tumpukan baju seragam sekolah di salah satu industri konveksi menengah ke bawah di Jawa Timur. (Foto: Petrus Riski/VOA)
Tumpukan baju seragam sekolah di salah satu industri konveksi menengah ke bawah di Jawa Timur. (Foto: Petrus Riski/VOA)

Industri Fesyen Sumbang 20% Limbah di Dunia

Secara umum, industri mode menyumbang sekitar 10 persen dari total emisi karbon dunia dan 20 persen dari limbah air dunia. Industri pakaian dan tekstil juga merupakan pencemar terbesar kedua di dunia setelah minyak bumi. Menurut The Sustainable Fashion Forum, ​ konsumsi pakaian diperkirakan meningkat sebesar 63 persen dari 62 juta menjadi 102 juta ton pada 2030.

Melalui gerakan ini, Eva juga mengajak masyarakat memikirkan keberadaan pakaian bekas yang tidak terpakai dan berpotensi menjadi sampah. Selama ini, masyarakat tidak memikirkan sampah tekstil yang dihasilkan dari pakaian bekas yang dibuang sembarangan.

“Juga untuk merespons adanya isu-isu lingkungan terkait sampah-sampah tekstil, agar pelan-pelan masyarakat juga teredukasi bagaimana sebenarnya dengan adanya sampah tekstil ini juga bisa berakibat buruk bagi lingkungan,” tutur Eva. [pr/em/ft]

Recommended

XS
SM
MD
LG