Tautan-tautan Akses

Jokowi: Puncak Corona Diprediksi Agustus-September


Para penumpang perempuan mengenakan masker di tengah wabah virus corona (Covid-19) di gerbong kereta commuter, di Jakarta, 7 April 2020. (Foto: AFP)
Para penumpang perempuan mengenakan masker di tengah wabah virus corona (Covid-19) di gerbong kereta commuter, di Jakarta, 7 April 2020. (Foto: AFP)

Kurva Covid-19 di Indonesia sama sekali belum melandai. Jokowi memperkirakan puncak wabah virus corona terjadi pada Agustus dan September mendatang.

Presiden Joko Widodo memperkirakan puncak Covid-19 di Indonesia akan terjadi pada Agustus dan September mendatang. “Kalau melihat angka-angka memang nanti perkiraan puncaknya ada di Agustus atau September, perkiraan terakhir. Tapi kalau kita tidak melakukan sesuatu, ya bisa angkanya berbeda,” ujar Jokowi di Istana Merdeka, Jakarta, Senin (13/7).

Mantan Walikota Solo ini meminta seluruh jajaran menterinya untuk bekerja lebih keras lagi dalam menangani Covid-19.

Ia juga mengingatkan pentingnya "3 T" yaitu testing, tracing dan treatment dalam upaya penanganan Covid-19, menyusul peningkatan kasus baru virus corona setiap harinya. Jokowi ingin peningkatan "3 T" tersebut dilakukan di seluruh penjuru Tanah Air terutama di delapan provinsi yaitu Jawa Timur, DKI Jakarta, Jawa Barat, Sulawesi Selatan, Jawa Tengah, Sumatera Utara, Kalimantan Selatan dan Papua.

Jokowi menginstruksikan untuk meningkatkan PCR test dan mobile PCR test agar target pemeriksaan spesimen bisa mencapai 30.000 sampel per harinya. Ia juga ingin jumlah laboratorium di berbagai daerah segera ditambah untuk menunjang target tersebut.

Lanjutnya, pengendalian perjalanan serta transportasi antar wilayah atau negara juga perlu diperhatikan mengingat kasus yang berasal dari luar negeri (kasus impor) juga terus meningkat.

Jokowi berpendapat, penularan masih terjadi karena masyarakat tidak disiplin dalam menjalankan protokol kesehatan. Jokowi ingin sosialisasi kepada masyarakat akan hal ini terus digalakkan. Menurutnya, komunikasi yang berbasis data dan ilmu pengetahuan bisa membangun kepercayaan di masyarakat untuk bisa patuh terhadap protokol kesehatan ini.

Jokowi juga menyoroti positivity rate di Ibu Kota yang justru melonjak dalam masa transisi pembatasan sosial berskala besar (PSBB) ini.

“Dari survei yang kita lihat misalnya saya mendapatkan laporan saat ke Jatim survei mereka di Jatim itu 70 persen masyarakat tidak menggunakan masker. Ini mobilisasi yang saya inginkan, mobilisasi di TNI, Polri, relawan, ormas, tokoh di kampus semuanya digerakkan untuk ikut mengkampanyekan ini sekaligus melakukan pengawasannya. Kita ingin ini segera bergerak di lapangan karena kondisi seperti ini. Di Jakarta laporan terakhir yang saya terima angka positivity rate-nya melonjak dari 4 sampai 5 sekarang sudah 10 setengah persen tolong betul-betul dijadikan perhatian,” jelasnya.

Pemerintah Akan Terapkan Sanksi Bagi Pelanggar Protokol Kesehatan

Menko Bidang Pemberdayaan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Muhadjir Effendy mengatakan karena masih banyaknya masyarakat yang tidak disiplin dalam menjalankan protokol kesehatan, pemerintah kemungkinan akan memberlakukan sanksi hukum bagi siapa saja yang melanggarnya.

“Presiden menyoroti tentang masih rendahnya kedisiplinan masyarakat untuk patuh terhadap protokol kesehatan. Karena itu tadi Presiden memberi arahan kemungkinan akan dipertegas di samping sosialisasi dan edukasi, adanya sanksi untuk pelanggaran atas protokol kesehatan,” ungkap Muhadjir.

Adapun dasar hukum terkait pemberian sanksi tersebut masih akan dibahas oleh kementerian/lembaga (K/L) terkait. Langkah ini diambil, kata Muhadjir karena himbauan dan sosialisasi kepada masyarakat dinilai tidak cukup untuk bisa membuat semua masyarakat patuh.

Selain itu, Jokowi menambahkan meskipun masih dilakukan pembahasan, kemungkinan sanksi yang akan diberikan nantinya adalah berupa tindak pidana ringan (tipiring).

“Yang kita siapkan bukan pembatasan tapi untuk ada sanksi karena yang kita hadapi sekarang ini protokol kesehatan yang tidak dilakukan secara disiplin. Misalnya pakai masker di sebuah provinsi kita survei hanya 30 persen, yang 70 persen enggak pakai, gimana tingkat positifnya gak tinggi? yang kita siapkan regulasi untuk memberikan sanksi baik dalam bentuk denda atau bentuk kerja sosial atau tipiring tapi masih dalam pembahasan memang kalau diberikan itu menurut kita semua akan berbeda,” ujar Jokowi

Pemerintah Pertimbangkan Buka Sekolah di Zona Kuning

Dalam kesempatan yang sama, Ketua Gugus Tugas Percepatan dan Penanganan Covid-19 Doni Monardo mengatakan, pemerintah sedang mempertimbangkan untuk membuka sekolah di zona kuning. Sampai saat ini, pemerintah baru memperbolehkan kegiatan sekolah dengan tatap muka di zona hijau saja. “Kami sedang memikirkan permintaan dari sejumlah masyarakat agar zona kuning diizinkan untuk sekolah. Kami sedang membahas ini,” ujar Doni.

Pembahasan ini, kata Doni tentu akan melibatkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). Doni memastikan akan ada pembatasan jumlah siswa yang hadir dalam ruangan kelas apabila memang sekolah di zona kuning tersebut jadi dibuka. “Kalau misal dibuka setiap pelajar hanya boleh mengikuti dua kegiatan. Lalu persentase pelajar di dalam kelas hanya 25-30 persen kapasitas," imbuhnya.

Doni Monardo: Masih Banyak yang Menganggap Covid-19 Sebagai Konspirasi

Lebih jauh, Doni menegaskan bahwa virus corona benar-benar nyata. Bukan konspirasi seperti yang dibicarakan oleh sebagian masyarakat. “Masih ada sejumlah pihak yang menganggap ini konspirasi, Covid ini rekayasa, Covid ini adalah konspirasi. Padahal kita semua sudah tahu bahwa korban jiwa di Tanah Air sudah melampaui angka 3.500. Bahkan di dunia sudah melampaui angka 550 ribu jiwa. Jadi ini nyata, ini fakta,” ungkapnya.

Ia pun mengibaratkan Covid-19 ini sebagai malaikat pencabut nyawa bagi siapapun terutama mereka yang rentan dan mempunyai penyakit bawaan sebelumnya. Maka dari itu, ia meminta bantuan dari semua pihak untuk menyampaikan himbauan dan sosialisasi kepada masyarakat, agar bisa lebih patuh lagi dalam menjalankan protokol kesehatan, sehingga kasus positif virus corona bisa berkurang.

“Untuk menekan kasus penambahan positif, itu yang dipilih adalah sosialisasi. Sosialisasi yang efektif, yang masif, melibatkan seluruh komponen dengan kearifan lokal. Tadi sudah disampaikan bapak Menko PMK, para antropolog, sosiolog termasuk psikolog juga, tokoh-tokoh masyarakat khususnya para ulama,” paparnya.

Kasus Corona di Indonesia Capai 76.981

Juru Bicara Penanganan Kasus Virus Corona Dr Achmad Yurianto melaporkan pada Senin (13/7) Indonesia memiliki 76.981 kasus Covid-19, setelah ada penambahan 1.282 kasus baru hari ini.

Yuri juga mengumumkan ada 1.051 pasien yang sudah diperbolehkan pulang hari ini, sehingga total pasien yang telah pulih mencapai 36.689. Jumlah kematian masih terus meningkat. Sebanyak 50 orang meninggal dunia, sehingga jumlah total penderita yang meninggal pun menjadi 3.656.

Jumlah orang dalam pemantauan (ODP) kini 33.504, sementara jumlah pasien dalam pengawasan (PDP) 13.439. [gi/ab]

XS
SM
MD
LG