Tautan-tautan Akses

Jokowi Kejar Pertumbuhan Ekonomi 5,3 Persen-5,9 Persen Pada 2023


Kereta api Mass Rapid Transit (MRT) melintasi rel yang membelah ibu kota Jakarta, 10 Februari 2022. (BAY ISMOYO / AFP)
Kereta api Mass Rapid Transit (MRT) melintasi rel yang membelah ibu kota Jakarta, 10 Februari 2022. (BAY ISMOYO / AFP)

Pemerintah mematok target pertumbuhan ekonomi pada tahun 2023 berada pada kisaran 5,3 persen-5,9 persen. Target ini lebih tinggi daripada target tahun 2022 yang berkisar 5 persen-5,5 persen. 

Menko Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan pemerintah menargetkan partumbuhan ekonomi yang lebih tinggi pada tahun depan yakni 5,3 persen-5,9 persen.

“Dari sisi pertumbuhan ekonomi, tadi disepakati, dilaporkan ke Bapak Presiden di kisaran 5,3 persen-5,9 persen ,” ungkap Airlangga dalam telekonferensi pers, usai Sidang Kabinet Paripurna di Istana Negara, Jakarta, Rabu (16/2).

Airlangga menjelaskan target pertumbuhan ekonomi tersebut akan ditopang oleh tiga sumber utama yakni konsumsi yang ditargetkan berada pada kisaran lima persen, kemudian investasi yang dipatok pada level enam persen, dan dari sisi ekspor yang ditargetkan berkisar 6-7 persen.

Menko Perekonomian Airlangga Hartarto dalam konferensi pers seusai Sidang Kabinet Paripurna, di Istana Kepresidenan Jakarta, Rabu, 16 Februari 2022. (Twitter/setkabgoid)
Menko Perekonomian Airlangga Hartarto dalam konferensi pers seusai Sidang Kabinet Paripurna, di Istana Kepresidenan Jakarta, Rabu, 16 Februari 2022. (Twitter/setkabgoid)

Lebih jauh, ia menjelaskan belanja pemerintah nantinya akan diprioritaskan pada peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) yakni dari sisi tranformasi kesehatan, kualitas pendidikan, dan reformasi perlindungan sosial. Selain itu, akselerasi dari pembangunan infrastruktur, revitalisasi industri, reformasi birokrasi, serta ekonomi hijau akan terus digalakkan.

Sumber Pertumbuhan Ekonomi Lain

Meskipun mematok target pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi daripada tahun 2022, pemerintah sadar bahwa masih terdapat tantangan eksternal yang menjadi perhatian serius seperti masih adanya ketidakpastian akibat pandemi COVID-19, dan kasus inflasi global.

“Maka tahun 2023 diperkirakan pertumbuhan ekonomi akan lebih rendah dibandingkan pada 2022. Oleh karena itu dibutuhkan sumber-sumber pembiayaan baru untuk pertumbuhan ekonomi,” ungkap Airlangga.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan kebijakan ekonomi makro tahun 2023 mendatang akan berasal dari sumber-sumber pertumbuhan yang tidak hanya bergantung pada APBN. Selain konsumsi, investasi dan ekspor, sumber pertumbuhan ekonomi Indonesia nantinya akan ditopang dari berbagai sektor termasuk institusi keuangan seperti perbankan.

Perbankan nantinya diharapkan dapat menyalurkan kredit lebih luas kepada masyarakat untuk mendukung pemulihan ekonomi.

Menteri Keuangan Sri Mulyani di Istana Kepresidenan Jakarta, Rabu, 16 Februari 2022. (Twitter/setkabgoid)
Menteri Keuangan Sri Mulyani di Istana Kepresidenan Jakarta, Rabu, 16 Februari 2022. (Twitter/setkabgoid)

“Seperti diketahui perbankan saat ini dengan dana pihak ketiga mencapai Rp7.250 triliun, dan loan to deposit ratio-nya hanya 77 persen. Jadi memiliki ruang untuk memulai mendukung pemulihan ekonomi dengan menyalurkan kredit. Dan memang pertumbuhan kredit saat ini, sudah mulai pulih, yang tadinya mengalami kontraksi tahun lalu, sekarang sudah tumbuh di 5,2 persen. Kita berharap pertumbuhan ini akan terakselerasi,” ungkap Ani.

Ani menambahkan, sumber pertumbuhan lain juga akan berasal dari capital market dalam hal ini adalah pasar saham dan obligasi. Adapun kapitalisasi pasar saham saat ini telah mencapai Rp7.321 triliun naik 3,77 persen, dan pasar obligasi yang naik 9,65 persen menjadi Rp4.718 triliun. Dengan begitu berbagai perusahaan bisa melakukan IPO, right issue dan mengeluarkan obligasi. Hal ini juga didukung kenaikan investor domestik yang jumlahnya sudah mencapai 7,5 juta orang.

Seorang perempuan berjalan melewati papan elektronik yang memajang harga saham di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Kamis, 7 Oktober 2021. (AP/Dita Alangkara)
Seorang perempuan berjalan melewati papan elektronik yang memajang harga saham di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Kamis, 7 Oktober 2021. (AP/Dita Alangkara)

“Kita juga mengidentifikasi pusat-pusat atau tren baru dari pertumbuhan ekonomi yang berasal dari pertama sisi pola hidup normal baru sesudah pandemi terutama berbasis kesehatan. Maka reform di bidang kesehatan akan menjadi sangat penting, baik itu menyangkut industri alat kesehatan, maupun dari sisi penyelenggaraan jasa kesehatan yang sangat penting untuk ditingkatkan. Kedua, reform di bidang investasi dan perdagangan, tadi disampaikan transformasi di sektor manufaktur baik itu industri mesin, eletronik, alat komunikasi, kimia, dan hilirisasi mineral menjadi sangat penting untuk menjadi roda atau lokomotif bagi pemulihan ekonomi,” jelasnya.

Dalam kesempatan ini, Ani juga menyoroti lonjakan inflasi dunia terutama yang terjadi di negara maju seperti Amerika Serikat. Negara adi daya tersebut diketahui telah mencapai inflasi 7,5 persen pada Februari. Menurutnya, hal ini akan mendorong kenaikan suku bunga dan pengetatan likuiditas yang akan memberikan dampak negatif kepada Indonesia.

“Kenaikan inflasi yang tinggi tentu akan bisa mengancam proses pemulihan ekonomi karena daya beli masyarakat akan tergerus, ini yang akan diwaspada. Untuk 2023, disampaikan bahwa postur APBN, akan kembali mengikuti seperti sebelum terjadi pandemi yaitu kembali dengan postur defisit di bawah tiga persen,” tuturnya.

Target Terlalu ambisius

Pengamat Ekonomi CELIOS Bhima Yudhistira mengatakan target ekonomi pada tahun depan tersebut tidak realistis. Pasalnya, IMF mempoyeksikan bahwa akan terjadi pelambatan perekonomian secara global sebagai akibat inflasi tinggi yang utamanya terjadi di negara-negara maju, dan kekhawatiran pandemi COVID-19 yang masih akan berlanjut.

Hal ini, kata Bhima, akan berdampak pada menurunnya ekspor yang kontribusinya cukup tinggi terhadap produk domestik bruto (PDB) yakni 20 persen. Selain itu, dari sisi investasi asing juga dipastikan akan mengalami tekanan sehingga mempengaruhi minat ekspansi ke emerging market seperti Indonesia.

Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS), Bhima Yudhistira. (Foto: VOA)
Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS), Bhima Yudhistira. (Foto: VOA)

“Untuk tahun 2023 masih berkisar di 4,5 persen-4,8 persen secara tahunan. Jadi memang kita tidak hanya mengejar pertumbuhan tinggi, tapi kualitas pertumbuhan yang sekarang mendesak dilakukan,” ungkapnya kepada VOA.

Ia menjelaskan kualitas pertumbuhan yang dimaksud adalah bagaimana menciptakan serapan tenaga kerja yang lebih besar dan lebih berkualitas, yakni lebih banyak mencetak pekerja tetap daripada pekerja kontrak atau pekerja outsourcing. Kemudian, pemerintah juga perlu menurunkan angka kemiskinan.

“Pemulihannya harus merata, jangan sampai ada satu sektor yang tertinggal. Ini kunci pentingnya. Jadi misalnya kalau pertumbuhan di sektor informasi dan komunikasi atau jasa keuangan cukup tinggi, sementara di sisi lain sektor transportasi, pariwisata, masih alami tekanan, tentunya ini tidak kita harapkan pemulihan yang modelnya seperti itu,” jelasnya.

Lebih jauh, Bhima melihat upaya transformasi ekonomi hijau dan ekonomi biru yang dilakukan oleh pemerintah masih berupa wacana dan belum direalisasikan. Hal ini dikarenakan pemerintah sulit untuk meninggalkan sektor yang cukup esktratif.

Ia mencontohkan ketika komoditas batu bara harganya naik, perbankan masih akan tetap fokus untuk mendanai sektor pertambangan dan perkebunan yang sifatnya tidak ramah lingkungan. Selain itu, masih banyak perusahaan yang belum memenuhi standar environment social governance sebagai syarat untuk mendorong investasi hijau.

Jokowi Kejar Pertumbuhan Ekonomi 5,3 Persen-5,9 Persen pada 2023
mohon tunggu

No media source currently available

0:00 0:02:50 0:00

“Jadi ada tata kelola lingkungan hidup yang harus dipenuhi, banyak perusahaan belum memenuhi itu sehingga untuk mendorong investasi hijau, standar itu harus dipenuhi dulu. Lalu terkait insentif, memang sudah ada pajak karbon, tapi kita belum lihat ini diberlakukan dalam jangka waktu dekat, dan sektor apa, road map-nya seperti apa, belum ada kejelasan, meskipun UU-nya sudah disahkan,” pungkasnya. [gi/ka]

Recommended

XS
SM
MD
LG