Tautan-tautan Akses

Jepang Belum Keluarkan Sertifikat Bebas Radiasi untuk Pangan Ekspor


Pemerintah Jepang melakukan dua langkah dalam pemantauan radioaktif produk sayuran dan produk pertanian lainnya.
Pemerintah Jepang melakukan dua langkah dalam pemantauan radioaktif produk sayuran dan produk pertanian lainnya.

Permintaan pemerintah Indonesia belum bisa dipenuhi, karena sulitnya mengumpulkan data tingkat cemaran radioaktif yang berbeda-beda.

Pemerintah Jepang belum mengeluarkan sertifikat bebas radiasi nuklir, seperti yang diminta oleh Kementerian Kesehatan Indonesia, karena sulit mengumpulkan data tingkat cemaran radioaktif yang berbeda-beda di setiap wilayah.

Pemerintah Jepang menjelaskan, mereka telah melakukan dua langkah dalam pemantauan tingkat pencemaran radioaktif dari semua produk sayuran dan produk pertanian lainnya. Berdasarkan hasil pemantauan tersebut, sejauh ini tingkat radiasi nuklir pada produk-produk tersebut masih lebih rendah dibandingkan dengan standar Jepang. Demikian, yang disampaikan jurubicara Kementerian Luar Negeri Jepang, Satoru Sato, di Jakarta, Sabtu.

Untuk impor pangan ke luar negeri - termasuk Indonesia, saat ini pemerintah Jepang sudah mengeluarkan certificate of origin, yaitu sertifikat yang menerangkan daerah asal pangan tersebut ditanam atau diproduksi. Pemantauan kadar radioaktif untuk produk pangan yang diekspor ke luar negeri tetap dilakukan secara teratur, demikian penjelasan Sato.

Sebelumnya, Menteri Kesehatan Endang Rahayu Sedyaningsih, telah meminta pihak pengimpor untuk menyertakan surat sertifikat bebas radiasi dari otoritas Jepang. Hal ini berlaku baik untuk pangan olahan juga pangan segar, yang berada di bawah pengaturan Kementerian Pertanian serta Kementerian Kelautan dan Perikanan.

Menkes mengatakan, “Kemudian yang dikapalkan setelah tanggal 11 Maret 2011 itu diminta untuk dilengkapi dengan sertifikat bebas radiasi atau bebas kontaminasi zat radioaktif dari otorita yang berwenang di Jepang, jadi bukan dari kita.”

Petugas di Hongkong memeriksa produk sayuran impor yang baru datang dari Jepang di bandara Hongkong (8/4).
Petugas di Hongkong memeriksa produk sayuran impor yang baru datang dari Jepang di bandara Hongkong (8/4).

Satoru Sato selanjutnya mengungkapkan bahwa sulit untuk mengeluarkan sertifikat bebas radiasi ini karena data tingkat pencemaran yang berbeda di setiap wilayah. Yang dapat dilakukan pemerintah daerah di Jepang antara lain pengawasan pada sejumlah contoh produk pangan, ujarnya.

Sementara itu, Associate Profesor di Jurusan Teknik Geofisika Institut Teknologi Bandung (ITB) DR. Eng. Ir. Teuku Abdullah Sanny, M.Sc mengungkapkan, kerusakan PLTN Fukushima diperkirakan akan pulih dalam 2-5 tahun, meskipun mengalami kerusakan yang besar akibat gempa dan tsunami. Alasannya, teknologi nuklir saat ini sudah jauh lebih maju dibandingkan reaktor Chernobyl yang meledal tahun 1986 silam.

“Sekarang teknologi sudah generasi 3 dan generasi 4, sudah jauh lebih dijamin lah secara teknologi meskipun gempa sebesar 9 Skala Richter juga menghancurkan dan (terjadi) di luar perhitungan yang ada secara teknologi," papar Profesor Sanny.

Abdullah Sanny memperingatkan ada kemungkinan lain yang dapat terjadi, yaitu intervensi perdagangan pangan Jepang oleh Tiongkok, misalnya, mengingat kedua negara saling berkompetisi dalam perdagangan dunia.

Ia menilai Jepang harus terbuka pada setiap laporan kebocoran nuklir, dan Indonesia perlu lebih pro aktif memeriksa makanan-makanan dari Jepang; sekaligus memberdayakan pangan lokal.

Dari catatan Badan Pengawan Obat dan Makan (BPOM), produk pangan olahan Jepang yang beredar di pasaran antara lain roti dan makanan ringan, bumbu penyedap, kecap, permen, dan mie instan.


XS
SM
MD
LG