Tautan-tautan Akses

Jawa Barat Ingin Bisa Tes Corona Sendiri


Seorang petugas laboratorium sedang menyiapkan medium untuk menumbuhkan virus di laboratorium Lembaga Biologi Molekuler Eijkman di Jakarta, 31 Agustus 2016. (Foto: Reuters)
Seorang petugas laboratorium sedang menyiapkan medium untuk menumbuhkan virus di laboratorium Lembaga Biologi Molekuler Eijkman di Jakarta, 31 Agustus 2016. (Foto: Reuters)

Provinsi Jawa Barat berencana membeli alat pendeteksi COVID-19. Jabar tidak termasuk 11 lokasi di Indonesia yang dapat melakukan tes.

Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil mengusulkan pengadaan alat kesehatan untuk dapat mengecek virus corona dari pasien-pasien di sejumlah rumah sakit.

Dia menginginkan pembelian alat tersebut supaya sampel tidak perlu dicek ke Jakarta.

“Karena per hari ini, semua positif negatifnya harus ke Litbangkes ke Jakarta. Sehingga membutuhkan waktu. Kecepatannya itu dua hari. Dari pengalaman yang tercepatnya itu dua hari,” ujarnya di Gedung Sate, Bandung, Selasa (3/3) sore.

Jawa Barat Ingin Bisa Tes Corona Sendiri
mohon tunggu

No media source currently available

0:00 0:02:31 0:00

Hal ini diusulkan dalam rapat pimpinan terkait penanganan corona se-Jabar, yang digelar usai dua warga Depok, Jawa Barat, dinyatakan positif corona.

“Kita ingin bisa lebih cepat lagi. Mudah-mudahan kita bisa melakukan ini di tempat dan waktu yang lebih memungkinkan,” tambahnya.

Per Selasa, Jawa Barat sendiri memiliki 23 pasien terduga corona yang semuanya dinyatakan negatif. Pekan ini pula, terdapat dua orang pasien – masing-masing satu orang di Sukabumi dan satu di Cianjur, yang meninggal dunia dan dikhawatirkan terinfeksi corona.

Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil (tengah) berbicara kepada wartawan usai memimpin rapat koordinasi penanganan corona se-Jabar di Gedung Sate, Selasa (3/3) siang. (VOA/Rio Tuasikal)
Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil (tengah) berbicara kepada wartawan usai memimpin rapat koordinasi penanganan corona se-Jabar di Gedung Sate, Selasa (3/3) siang. (VOA/Rio Tuasikal)

Emil, sapaan akrab Ridwan Kamil, memastikan pasien Sukabumi tidak terkena corona.

“Saya sudah cek lewat walikota Sukabumi yang secara teknis berada di lapangan. Hasilnya itu negatif bukan dari corona. Tapi meninggalnya betul,” terangnya.

Sementara itu, pasien Cianjur dilaporkan memiliki riwayat penyakit paru-paru.

“Setelah dikonfirmasi, itu bukan terpapar COVID-19. Karena memang punya sejarah penyakit paru-paru sebelum umrah dan dalam sehari-harinya,” jelas Emil.

Cek Corona Diperluas ke 10 Lokasi

Indonesia sejauh ini sudah memeriksa 155 pasien terduga corona, jauh lebih kecil dibandingkan Korea Selatan yang melakukan 109,591 tes per 2 Maret.

Kementerian Kesehatan telah memperluas lokasi pengecekan corona ke 10 lokasi selain Litbangkes Jakarta. Pemerintah telah menempatkan ahli terlatih dan pengawas di fasilitas-fasilitas tersebut.

Ada empat Balai Besar Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pengendalian Penyakit (BBTKLPP), masing-masing di DKI Jakarta, Yogyakarta, Surabaya, serta Banjarbaru, Kalimantan Selatan. Ditambah enam Balai Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pengendalian Penyakit (BTKLPP) di Medan, Batam, Palembang, Makassar, Manado dan Ambon.

Deretan laboratorium ini dapat mengecek corona lewat metode Polymerase Chain Reaction (PCR) .

Meski begitu, Bandung atau kota lain di Jawa Barat tidak masuk daftar tersebut.

RS Rujukan Siapkan Anggaran Ratusan Juta

RS Hasan Sadikin di Kota Bandung, yang jadi RS rujukan corona, menyiapkan anggaran ratusan juta rupiah. Dana ini digunakan untuk penanganan penyakit menular seperti COVID-19.

Direktur RS Hasan Sadikin dr. Nina Susana melaporkan sejumlah warga mulai datang memeriksakan diri. (Foto: VOA/Rio Tuasikal)
Direktur RS Hasan Sadikin dr. Nina Susana melaporkan sejumlah warga mulai datang memeriksakan diri. (Foto: VOA/Rio Tuasikal)

Direktur Utama RSHS Bandung Nina Susana mengatakan anggaran itu sebagian digunakan untuk membeli alat pelindung diri (APD) yang harganya mahal. Satu set APD bisa mencapai 300 ribu rupiah.

“Dan satu hari kita memakai 18 set. Jadi itu untuk APD untuk satu pasien saja. Jadi kalau pasien lebih, ya 300 ribu kali 18 orang yang pakai, dikali beberapa pasien. Itu untuk alatnya saja. Belum yang lainnya,” jelasnya kepada wartawan.

Nina mengatakan, pihaknya mulai kekurangan APD, terutama masker N95 yang banyak dibeli masyarakat umum.

“Ini yang harus kita siapkan dana. N95 itu ternyata sekarang di distributor kosong, Jadi kita memang harus mencari,” jelasnya. [rt/uh]

XS
SM
MD
LG