Tautan-tautan Akses

Insinyur MIT Teliti Gula untuk Sumber Bahan Bakar Alat Medis dalam Tubuh


Daya ekstraksi dari cairan cerebrospinal oleh sel bahan bakar glukosa implan (Foto: ilustrasi)
Daya ekstraksi dari cairan cerebrospinal oleh sel bahan bakar glukosa implan (Foto: ilustrasi)

Tim insinyur di MIT meneliti penggunaan gula sebagai sel bahan bakar miniatur untuk menggerakkan peralatan medis dalam tubuh.

Gula cendrung disalahkan atas berbagai keburukan seperti peningkatan jumlah orang yang terlalu gemuk dan hiperaktivitas anak-anak moderen. Tetapi sebuah tim insinyur di MIT berharap akan dapat menggunakan gula untuk kebaikan, yaitu untuk menjalankan sel bahan bakar miniatur.

Sel bahan bakar yang sangat kecil ini dirancang untuk memberi tenaga listrik bagi alat medis atau implant yang dipasang dalam tubuh, termasuk alat yang menerjemahkan kegiatan listrik otak menjadi sinyal digital. Peralatan ini mungkin kelak akan membantu pasien yang lumpuh untuk menggerakkan kembali lengan dan kaki.

Selama bertahun-tahun, para insinyur telah mencari cara untuk menyediakan tenaga bagi peralatan medis dalam tubuh atau implant dengan menggunakan sumber tenaga biologis, bukan baterai yang tenaganya akan habis dan harus diganti melalui pembedahan.

Pada tahun 1970-an, para peneliti berusaha menciptakan sel bahan bakar menggunakan glukosa, yakni gula yang sama dengan yang memberi tenaga bagi sel manusia. Tetapi alat itu akhirnya aus, dan gagasan tersebut dibatalkan.

Para insinyur MIT menggambarkan model mereka yang baru dalam edisi 13 Juni jurnal ilmu pengetahuan alam, “Plos ONE.” Sel bahan bakarnya terbuat dari silikon dan platina, dua bahan yang jarang menimbulkan reaksi immunitas dalam tubuh manusia. Dengan menggunakan elektron yang diambil dari molekul glukosa di dekatnya, alat pengolah bahan bakar itu menciptakan cukup tenaga untuk menjalankan implant syaraf yang paling efisien sekarang ini.

Tetapi, menurut Benjamin Rapoport, salah seorang penulis penelitian tadi, masih perlu waktu beberapa tahun lagi untuk dapat menyaksikan pencangkokan implan bagi orang yang cedera syaraf tulang belakang seperti itu.

Karim Oweiss, seorang profesor teknik listrik, ilmu komputer dan ilmu syaraf di Universitas Michigan yang tidak terlibat dalam penelitian MIT tadi, menyebut proyek itu suatu permulaan yang baik. Berbicara kepada harian Huffington Post, Oweiss mengatakan bahwa langkah selanjutnya adalah melihat bagaimana alat itu bekerja dalam tubuh binatang.
XS
SM
MD
LG