Tautan-tautan Akses

Insiden Nduga, TNI dan OPM Diminta Menahan Diri


Kapolda Papua, Pangdam XVII Cenderawasih, Plt Gubernur Papua dan tokoh masyarakat melakukan pertemuan di Nduga, 29 Juni 2018. (Foto courtesy: Polda Papua).
Kapolda Papua, Pangdam XVII Cenderawasih, Plt Gubernur Papua dan tokoh masyarakat melakukan pertemuan di Nduga, 29 Juni 2018. (Foto courtesy: Polda Papua).

Sejumlah bentrokan disertai tindak kekerasan terjadi antara aparat keamanan dan kelompok bersenjata di Nduga, dan diduga terkait pelaksanaan Pilkada. Kedua pihak kini diminta menahan diri.

Insiden kekerasan ini berawal dari serangan Tentara Pembebasan Nasional Organisasi Papua Merdeka (TPN OPM) di bandara Kenyaam, Nduga pada 25 Juni lalu. Serangan itu mengarah pada anggota polisi yang dikirim untuk mengamankan Pilkada serentak.

Pilot pesawat terluka di bagian punggung karena serpihan peluru. Tiga hari sebelumnya, kelompok yang sama diduga juga melakukan penyerangan ke arah pesawat twin otter di bandara tersebut. Insiden ini menunda pelaksaan Pilkada serentak 27 Juni lalu di Kabupaten Nduga, Papua.

Pada 11 Juli, terjadi lagi kontak senjata di kawasan Alguru, Kabupaten Nduga. Polisi menyatakan, insiden terjadi karena helikopter yang membawa logistik bagi anggota Brimod diserang dari darat. Sementara itu, TPN OPM menyatakan, telah terjadi serangan dari udara ke kampung itu, sehingga membuat masyarakat mengungsi karena ketakutan. Hingga berota diturunakn VOA belum memperoleh kepastian mengenai versi mana -- lebih benar.

Pendeta Zakeus Kogoya, Ketua Klasis Gereja Kemah Injili di Kenyaam, seperti dikutip media lokal Papua menyatakan setidaknya ada 3 wraga sipil meninggal akibat peristiwa ini.Klaim itu belum dapat dibuktikan kebenarannya, meski disampaikan secara resmi dalam pernyataan sikap Solidaritas HAM untuk Nduga.

Pendeta Dora Balubun dari Sinode Gereja Kristen Injili (GKI) Papua menyatakan prihatin atas insiden ini. Selain kepada TNI dan Polisi, dia juga mendesak anggota TPN OPM untuk menahan diri sehingga tidak mengakibatkan lebih banyak korban. Tokoh agama di Papua, kata Dora Balubun, beberapa hari lalu sudah bertemu Kapolda Papua untuk meminta dihentikannya tindakan bersenjata. Pembicaraan untuk melakukan investigasi langsung ke lokasi juga sedang dilangsungkan.

“Kita menghimbau untuk mereka, TPM OPM agar menghentikan penyerangan kepada aparat. Kalaupun mereka sudah merencanakan itu, mereka tidak boleh bersembunyi di pemukiman masyarakat, karena mereka (TPM OPM) tinggal di kampung, yang merupakan tempat di mana masyarakat ada. Karena serangan itulah yang menyebabkan aparat melakukan penyisiran dan menyebabkan korban di kalangan masyarakat,” kata Dora Balubun.

Insiden Nduga, TNI dan OPM Diminta Menahan Diri
mohon tunggu

No media source currently available

0:00 0:03:19 0:00

Dora Balubun dan sejumlah aktivis dari berbagai organisasi masyarakat di Papua membentuk Solidaritas HAM untuk Nduga sebagai respon atas insiden tersebut. Gabungan lembaga sipil ini mencatat telah terjadi empat kali kontak senjata antara aparat gabungan dengan TPN OPM sepanjang Juni – Juli 2018. Sebagai respon, polisi mendatangkan tambahan ratusan aparat keamanan ke kawasan itu dengan koordinasi langsung Kapolda Papua.

Pertemuan telah dilakukan pada 29 Juni 2018 lalu, antara Polisi, TNI, pemerintah daerah dan masyarakat. Aparat keamanan perlu melakukan koordinasi menyangkut pelaksanaan Pilkada susulan. Dari pertemuan itu, aparat menjamin situasi yang kondusif bagi masyarakat Kabupaten Nduga. Namun, akibat insiden terakhir 11 Juli lalu, warga Kampung Alguru lari ke hutan, dan sebagian pergi hingga ke Wamena dan Yahukimo.

Pendeta Dora Balubun meyakini, gereja mampu menjadi mediator yang meredam konflik ini. Dia bahkan mengatakan, gereja sebagai pihak yang masih dipercaya anggota TPN OPM. “Ada lima gereja di daerah sana. Kalau kelimanya bisa melakukan pendekatan, baik dengan warga maupun pemerintah daerah saya yakin masalah ini bisa diselesaikan dengan kepala dingin,” kata Pendeta Dora Balubun.

Teddy Wakum, dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Papua kepada VOA mengatakan, hingga saat ini organisasi masyarakat sipil belum memahami apa yang sebenarnya terjadi di Nduga. Tidak adanya jaminan keamanan membuat investigasi sulit untuk dilakukan. Karena fakta yang belum jelas itulah, seluruh pihak harus bertindak secara hati-hati.

Prinsipnya,kata Teddy, pemerintah dan militer harus mampu menjamin tidak adanya korban sipil. Dalam sebuah konflik, masyarakat sipil harus dipisahkan dan tidak dianggap sebagai bagian dari TPN OPM.

“Kami sampai sekarang belum bisa pastikan apakah memang TPN OPM ini berada langsung di tengah masyarakat sipil arau tidak. Kami juga belum bisa pastikan semua itu, ini semua membutuhkan investigasi lebih lanjut, karena itu sulit untuk menyatakan apa yang harus dilakukan saat ini. Sekali lagi, kami menilai perlu investigasi lebih lanjut mengenai persoalan ini,” jelas Teddy Wakum.

Dalam pernyataannya, solidaritas HAM untuk Nduga mendesak aparat keamanan menghentikan operasi bersenjata, membangun pendekatan persuasif dengan kelompok bersenjata dan memberikan jaminan keamanan. Mereka juga mendesak dibukanya akses dan jaminan keamanan bagi pekerja HAM, jurnalis dan tenaga medis serta berharap Komnas HAM segera melakukan investigasi, dan adanya Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) untuk menyelidiki insiden berdarah tersebut.

“Kami sendiri belum punya akses ke sana. Karena itu harus ada investigasi sehingga bisa dikeluarkan pernyataan mengenai peristiwa itu. Ini isu yang sangat sensitif sekali. Yang jelas, masyarakat harus dilindungi dari konflik. Ini tugas dari aparat, bagaimana caranya masyarakat tidak terdampak konflik ini,” tambah Teddy. [ns/lt]

Recommended

XS
SM
MD
LG