Tautan-tautan Akses

Indonesia Bantah Ingin Buka Hubungan Resmi dengan Israel Sebagai Syarat Jadi Anggota OECD


FILE - Kantor pusat Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) di Paris, Prancis, 7 Juni 2017.
FILE - Kantor pusat Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) di Paris, Prancis, 7 Juni 2017.

Pemerintah Indonesia menegaskan bahwa hingga saat ini tidak ada rencana untuk membuka hubungan diplomatik dengan Israel. Posisi Indonesia tetap kokoh mendukung kemerdekaan Palestina dalam kerangka two state solution atau solusi dua negara. 

Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Lalu Muhammad Iqbal, Kamis (11/4) membantah pemerintah memiliki keinginan membuka hubungan resmi dengan Israel sebagai salah satu syarat untuk menjadi anggota OECD (Organisasi Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan).

"Saya tegaskan hingga saat ini tidak ada rencana untuk membuka hubungan diplomatik dengan Israel, terlebih di tengah situasi kekejaman Israel di Gaza saat ini. Posisi Indonesia tidak berubah dan tetap kokoh mendukung kemerdekaan Palestina dalam kerangka solusi dua negara," ujar Lalu dalam keterangan tertulis.

Dia menekankan, Indonesia akan selalu konsisten berada di garis terdepan membela hak-hak bangsa Palestina.

Bantahan itu sekaligus menepis kabar yang dilansir surat kabar Israel, Yediot Ahronot, bahwa Sekretaris Jenderal OECD Mathias Cormann dua pekan lalu sudah menyurati Menteri Luar Negeri Israel, Israel Katz. Dalam surat itu disebutkan bahwa Indonesia setuju membuka hubungan resmi dengan Israel agar bisa diterima bergabung dengan OECD.

Israel memang menolak rencana Indonesia masuk OECD karena negara berpenduduk mayoritas muslim terbesar sejagat ini tidak mau mengakui Israel sampai Palestina merdeka dan berdaulat.

Iqbal menjelaskan bahwa proses Indonesia untuk menjadi anggota OECD membutuhkan waktu cukup lama. Peta jalan akan diadopsi Mei mendatang berisi banyak sekali yang harus dipersiapkan oleh Indonesia.

Menurutnya, waktu yang diperlukan setiap negara untuk menyelesaikan proses keanggotaan penuh di OECD berbeda-beda bergantung pada kesiapan masing-masing. Dia menyebutkan beberapa negara memerlukan waktu tiga tahun, sebagian lagi lebih dari lima tahun untuk dapat diterima masuk OECD.

Menanggapi hal tersebut, pengamat hubungan internasional dari Universitas Padjadjaran Teuku Rezasyah mengatakan Indonesia sudah memiliki keanggotaan yang lebih bermanfaat dari segi ekonomi ketimbang bergabung dengan OECD, seperti ASEAN, MIKTA, kemitraan komprehensif dengan beragam negara, dan APEC.

Indonesia Bantah Ingin Buka Hubungan Resmi dengan Israel Sebagai Syarat Jadi Anggota OECD
mohon tunggu

No media source currently available

0:00 0:02:57 0:00

Dia menambahkan, Indonesia jangan sampai terpancing oleh provokasi terkait isu Palestina-Israel.

"Saya pikir Indonesia nggak perlu masuk (OECD) dan kita jangan terpancing untuk masuk atau untuk menanggapi hal itu. Karena kombinasi ASEAN, APEC, ASEAN Community plus MIKTA, plus kemitraan ekonomi kawasan, plus perjanjian bisnis seperti Zona Perdagangan Bebas ASEAN-China, itu sudah jauh di atas OECD," ujarnya.

Dr. Teuku Rezasyah, Pengamat Hubungan Internasional (foto: courtesy).
Dr. Teuku Rezasyah, Pengamat Hubungan Internasional (foto: courtesy).

Menurut Rezasyah, kalau salah satu syarat menjadi anggota OECD adalah menjalin hubungan diplomatik dengan Israel, pemerintah Indonesia tidak akan berani mengambil risiko. Dia menyarankan agar pemerintah mundur dari rencana bergabung dengan OECD.

Dia mengatakan OECD lah yang membutuhkan Indonesia sebagai negara berpenduduk terbesar di kawasan Asia Tenggara, kemdian diprediksi menjadi ekonomi terbesar nomor tujuh di dunia.

“ASEAN Free Trade Area digabungkan dengan MIKTA digabungkan lagi dengan regional economy comprehensive partnership angkanya sudah jauh di atas OECD,” tambahnya.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, nilai ekspor Indonesia ke Israel mencapai 140,57 juta dolar AS, pada periode Januari-Oktober 2023. Nilai tersebut kira-kira setara dengan Rp 2,21 triliun (asumsi kurs: Rp 15.699 per dolar AS).

Jika dilihat secara historis, nilai ekspor itu masih lebih rendah dibanding nilai ekspor pada periode yang sama tahun 2022 yang mencapai 185,18 juta dolar.

Komoditas yang paling banyak diekspor Indonesia ke Israel pada tahun 2023 adalah lemak dan minyak hewan atau nabati, yakni sebesar 39,18 juta dolar. Dua komoditas ekspor lain yang tergolong signifikan ke Israel adalah alas kaki yang secara kumulatif nilainya mencapai 12,91 juta dolar dan mesin atau perlengkapan elekterik dan suku cadangnya yang mencapai 10,85 juta dolar. [fw/ka]

Forum

Recommended

XS
SM
MD
LG