Tautan-tautan Akses

Iim Fahima, Wakil Indonesia di 'Young Global Leaders' di Davos, Swiss


Iim Fahima menjadi wakil Indonesia di forum "Young Global Leaders" di Davos, Swiss (Foto: courtesy).
Iim Fahima menjadi wakil Indonesia di forum "Young Global Leaders" di Davos, Swiss (Foto: courtesy).

Iim Fahima, yang terpilih menjadi salah seorang “Young Global Leaders” di Forum Ekonomi Dunia di Davos, Swiss, hari Selasa (22/1) memaparkan pandangannya tentang bagaimana dunia otomotif meraih kepercayaan masyarakat. Mengapa topik maskulin itu yang diangkat pendiri “Queenrides” ini?

Lebih dari 3.000 pemimpin dari seluruh penjuru dunia mengikuti Pertemuan Tahunan Forum Ekonomi Dunia 2019 di Davos, Swiss, mulai awal pekan ini. Tetapi tahukah Anda kalau selain para elit itu, hadir pula anak-anak muda, aktivis, pelajar, mahasiswa dan guru yang mewakili negara masing-masing untuk ikut urun rembuk bicara tentang berbagai hal? Mereka bicara tentang kondisi perekonomian, strategi pendidikan, layanan kesehatan, terobosan menyelamatkan lingkungan hidup hingga soal demokrasi. Sejumlah forum komunitas kelas dunia juga ikut serta, antara lain The Schwab Foundation for Social Entrepreneurship, The Global Shapers Community and The Forum of Young Global Leaders – yayasan dan badan yang dikenal menjadi pemimpin revolusi industri keempat.

Iim Fahima, pendiri “Queenrides,” adalah satu-satunya anak muda Indonesia yang terpilih sebagai “Young World-Changers” di Forum Ekonomi Dunia 2019 ini. “Saya sebenarnya sudah terpilih sejak 2014 dan salah satu kesempatan terpilih adalah bisa menghadiri KTT di Davos ini, mengikuti semua acara dan bahkan menjadi salah satu pembicara,” ujar Iim ketika dihubungi VOA melalui telepon Senin malam (21/1).

Sembilan Anak Muda Bicara tentang Terobosan Tak Biasa di Davos

Selain Iim ada delapan sosok lain dari berbagai negara yang terpilih sebagai “Anak Muda Pengubah Dunia” ini, yaitu Daniella Ballou-Aares dan Hicham Sabir dari Amerika, Ernest Darkob dari Afrika Selatan, Mohammed Hassan Mohamud dan Kennedy Odede dari Kenya, Toby Norman dari Inggris, Debbie Aung Din Taylor dari Myanmar, dan Alexandra Winkler Osorio dari Venezuela.

Iim Fahima Bicara tentang Kendaraan Nirawak

Hari Selasa (22/1), Iim Fahima menyampaikan paparannya tentang “How Autonomous Vehicle Earn Trust From Society” atau “Bagaimana Kendaraan Otomotif Meraih Kepercayaan Masyarakat.”

Mengapa topik sangat maskulin ini yang diangkat Iim?

“Karena sekarang trend ke depan, yang mulai digulirkan kepada publik adalah dunia yang lebih bersahabat pada otomotif. Otomotif diharapkan mengurangi bensin, jalurnya lebih cepat, mengurangi kecelakaan, dll. Solusi yang ditawarkan industri otomotif dan transportasi saat ini adalah mobil yang driverless, nirawak. Saya akan bicara dari sisi safety and bagaimana membangun kepercayaan publik ketika trend itu ada,” ujar Iim menjawab pertanyaan VOA.

Banyak negara memang sedang berlomba mengembangkan teknologi mobil nirawak atau tanpa pengemudi. Mobil nirawak yang semula hanya ada di film-film sains-fiction, kini menjadi kenyataan. Lexus, BMW dan Mercedes adalah beberapa perusahaan yang mengembangkannya dalam beberapa tahun terakhir ini. Akhir tahun lalu bahkan Tesla menguji sistem otopilot mobil nirawaknya di jalan-jalan Inggris. Belum lagi Google dan Apple – yang kabarnya bekerjasama dengan BMW – bertarung mengembangkan teknologi canggih ini.

Iim Fahima, terpilih sebagai wakil Indonesia di “Young Global Leaders” di Davos, Swiss (Foto: Courtesy).
Iim Fahima, terpilih sebagai wakil Indonesia di “Young Global Leaders” di Davos, Swiss (Foto: Courtesy).

Apakah Indonesia Siap dengan Mobil Nirawak?

Tetapi mengingat tantangan infrastruktur, sumber daya manusia dan perijinan di Indonesia, apakah tidak terlalu mengada-ada bicara tentang mobil nirawak?

Iim Fahima dengan tegas menjawab tidak. “Memang sekarang masih percobaan. Tetapi ke depan diharapkan akan menjadi trend dunia. Sama seperti energi, sebelum sumber energinya habis kita sudah siapkan sistem cadangan. Status terakhir memang sudah ada mobil yang driverless tetapi baru dilakukan di beberapa tempat yang infrastrukturnya sudah teratur, seperti di Eropa dan AS.

Memang untuk Indonesia masih jauh. Tetapi prinsip saya begini, ketika kita punya pandangan tentang masa depan, kita harus memulainya dengan imajinasi. Ketika imajinasi itu terus digulirkan, maka baru akan kejadian, akan tiba saatnya. Dalam kasus mobil nirawak ini, saya melihatnya bukan sebagai revolusi tetapi evolusi. Karena yang dibangun bukan gadget seperti HP yang dipegang orang satu satu, tapi ini ekosistem, ada infrastruktur, regulasi pemerintah, manufaktur harus bekerja. Ini inovasi yang kompleks, yang harus dikerjakan secara bertahap dan makan waktu panjang. Kenapa tidak memulainya sejak sekarang,” jawabnya penuh semangat.

Belajar dari teknologi mobil nirawak yang sedang dikembangkan di Amerika dan Eropa, tampak jelas bahwa hubungan antara mobil dan infrastruktur lalu lintas memang merupakan suatu keharusan. Jerman dikenal sebagai negara yang memimpin teknologi yang menghubungkan mobil dan infrastruktur lalu lintas ini. Beberapa kantor berita melaporkan bagaimana Daimler, BMW dan Audi misalnya membayar 3,1 miliar dolar untuk layanan pemetaan Nokia, yang akan digunakan sebagai platform mereka.

Belajar dari “Queenrides,” Iim Yakin Perlu Siapkan Diri Hadapi Teknologi Mobil Nirawak

Sebagai pendiri “Queenrides” – platform gerakan yang mengajak perempuan di dunia online dan offline untuk berkendara secara aman – Iim Fahima menilai sudah saatnya mempersiapkan diri menjelang masuknya teknologi mobil nirawak ini.

“Sama seperti ketika memulai Queenrides. Awalnya aku berangkat dari keprihatinan bahwa angka kecelakaan di Indonesia meningkat sangat signifikan, terkait perempuan. Data dari Honda, lima tahun terakhir ini perempuan yang menggunakan motor meningkat hingga 42%. Sementara data kepolisian menunjukkan kecelakaan yang melibatkan perempuan mencapai 49,5%. Jadi antara angka user dan kecelakaan, jauh lebih melesat angka kecelakaan. Unfortunately, approach yang dilakukan kepada masyarakat adalah yang sifatnya pukul rata, jadi semua di-approach dengan pendekatan yang sama. Padahal jika kita ingin berkomunikasi sebaiknya dilihat kasus per kasus. Nah industri otomotif dan transportasi adalah industri yang sangat maskulin. Bagaimana dengan segala maskulinitas itu dapat memahami perempuan, pasti akan ada kesenjangan. Makanya saya membangun Queenrides, berangkat dari sebuah platform terus menjadi gerakan untuk mengajak perempuan online dan offline untuk berkendara secara aman. Dalam dua tahun ini sudah ada 200.000 perempuan ikut platform ini dan sudah mengedukasi lebih dari 20 ribu perempuan.[Platformnya?] Online dan offline. Online, ada website kita. Offline kita langsung mengedukasi perempuan untuk berkendara secara aman,” ujar Iim menutup pembicaraan.

Forum Ekonomi Dunia di Davos ini akan berlangsung hingga hari Jumat, 25 Januari 2019. (em)

Recommended

XS
SM
MD
LG