Tautan-tautan Akses

Ibu Dapat Izin Masuk Amerika, Anak Laki-Laki Yaman Meninggal


Warga Yaman, Shaima Swileh, kiri, berjalan di bandara Munich, Jerman, 19 Desember 2018 sebelum menaiki pesawat tujuan AS, dimana ia ingin memberi ciuman perpisahan sebelum putranya menghembuskan nafas terakhir (foto: AP Photo/Matthias Schrader)
Warga Yaman, Shaima Swileh, kiri, berjalan di bandara Munich, Jerman, 19 Desember 2018 sebelum menaiki pesawat tujuan AS, dimana ia ingin memberi ciuman perpisahan sebelum putranya menghembuskan nafas terakhir (foto: AP Photo/Matthias Schrader)

Seorang anak laki-laki keturunan Yaman berusia dua tahun yang dirawat di rumah sakit karena gangguan otak genetik menghembuskan nafas terakhir hari Jum’at (28/12), beberapa hari setelah ibunya yang berkewarganegaraan Yaman diperkenankan masuk ke Amerika lewat perjuangan di pengadilan.

Dewan Hubungan Islam-Amerika CAIR mengatakan Abdullah Hassan meninggal di UCSF Benioff Children’s Hospital di Oakland, dimana ayahnya – Ali Hassan – membawanya pada musim gugur lalu untuk menjalani perawatan lebih intensif akibat gangguan otak genetik.

Upacara pemakaman dilakukan hari Sabtu (29/12).

“Kami sangat berduka. Kami harus mengucapkan selamat tinggal kepada putra kami, cahaya hidup kami,” ujar Hassan dalam pernyataan tertulis yang dirilis CAIR.

Ali Hassan adalah warga negara Amerika yang tinggal di Stockton. Pada tahun 2016 ia menikah dengan Shaima Swileh yang berkewarganegaraan Yaman dan pindah ke Mesir. Selama 1,5 tahun terakhir Ali Hassan berjuang untuk mendapatkan visa sehingga keluarganya dapat pindah ke Amerika.

Warga Empat Negara Mayoritas Berpenduduk Muslim, Juga Korea Utara dan Venezuela, Dilarang Masuk AS

Berdasarkan aturan yang dikeluarkan Presiden Donald Trump, warga dari Yaman dan empat negara mayoritas berpenduduk Muslim, juga Korea Utara dan Venezuela, dilarang masuk wilayah Amerika.

Ketika kesehatan anak laki-laki itu memburuk, Ali Hassan terlebih tahulu terbang membawa putranya ke California untuk mendapat perawatan yang lebih baik. Sementara dokter menggunakan alat bantu bagi anak itu, Ali Hassan berjuang mendapatkan pengecualian agar istrinya juga dapat masuk ke Amerika. Swileh melakukan upaya serupa di Mesir.

“Istri saya menelpon setiap hari karena ingin mencium dan memeluk putranya untuk terakhir kali,” ujar Ali Hassan dalam konferensi pers awal Desember lalu.

Direktur Eksekutif CAIR di Sacramento, Basim Elkarra, mengatakan semula Ali Hassan putus harapan dan mempertimbangkan untuk mencabut alat bantu yang membuat putranya bertahan hidup guna mengakhiri penderitaannya. Tetapi seorang pekerja sosial di rumah sakit menghubungi CAIR, yang pada 16 Desember lalu mengajukan gugatan hukum untuk memberi pengecualian kepada Shaima Swileh.

Departemen Luar Negeri memberi pengecualian bagi Swileh, yang pada 19 Desember lalu tiba di Amerika.

“Dengan keberanian, keluarga ini telah mengilhami negara kami untuk berani menghadapi kenyataan larangan Muslim yang diberlakukan Donald Trump,” ujar Saad Sweilem, pengacara di CAIR yang mewakili keluarga tersebut. “Dalam kehidupannya yang singkat, Abdullah Hassan telah menjadi cahaya penuntun bagi kita semua dalam perang melawan xenophobia dan pemisahan keluarga,” tambahnya. [em]

XS
SM
MD
LG