Tautan-tautan Akses

Hubungan Strategis Georgia dengan China Membuat Sekutu Barat Khawatir  


Perdana Menteri Georgia Irakli Garibashvili saat menghadiri konferensi pers bersama Kanselir Jerman Olaf Scholz di Berlin, Jerman, 14 September 2022. (Foto: Christian Mang/Reuters)
Perdana Menteri Georgia Irakli Garibashvili saat menghadiri konferensi pers bersama Kanselir Jerman Olaf Scholz di Berlin, Jerman, 14 September 2022. (Foto: Christian Mang/Reuters)

Georgia, yang ingin menjadi anggota Pakta Pertahanan Atlantik Utara (North Alliance Treaty Organization/NATO) dan Uni Eropa, memuji-muji kemitraan strategis baru dengan China, menimbulkan kekhawatiran di aliansi bahwa hal itu akan menimbulkan ketegangan pada kemitraan lama Tbilisi dengan Barat.

Georgia menandatangani perjanjian kemitraan strategis dengan China setelah kunjungan resmi ke Beijing bulan lalu oleh Perdana Menteri (PM) Georgia Irakli Garibashvili.

Kemitraan itu disertai dengan potensi peningkatan perdagangan dan pembangunan infrastruktur, potensi keuntungan ekonomi yang digembar-gemborkan Tbilisi kepada lebih dari 3,5 juta warganya.

“China dengan pesat menjadi mitra dagang terbesar ketiga bagi Georgia. Dan sekarang ini, karena kalian menanyakan potensinya, apa lagi yang dapat kita capai? Saya pikir mudah. Jika kita terus mengekspor lebih banyak barang, lebih banyak produk, lebih banyak produk berkualitas di pasar China dan sebaliknya, saya pikir China dapat dengan mudah menjadi mitra dagang nomor 1 bagi Georgia. Jadi, ada potensi besar,” kata Garibashvili baru-baru ini dalam acara Leaders Talk di saluran televisi China, CGTN.

Garibashvili menekankan lokasi strategis negaranya di ujung timur Laut Hitam sebagai cara untuk menghubungkan Timur dengan Barat melalui apa yang ia sebut sebagai “jalur terpendek.”

Perjanjian itu mendapat sorotan cermat sementara Georgia sedang menunggu keputusan Komisi Eropa mengenai keanggotaannya di blok tersebut, yang diperkirakan akan diambil pada akhir tahun ini.

Sebagaimana dijelaskan oleh Garibashvili, kemitraan strategis itu bertujuan untuk meningkatkan kerja sama perdagangan dan logistik. Ia mengatakan perjanjian tersebut akan menghubungkan Georgia ke, antara lain, prakarsa infrastruktur Sabuk dan Jalan China serta Prakarsa Keamanan Global (GSI), sebagai bagian dari usulan arsitektur keamanan yang diumumkan Presiden China Xi Jinping tahun lalu.

Sebagian kalangan menganggap langkah terbaru ini sebagai ancaman bagi keinginan Georgia bergabung dengan Uni Eropa, yang didukung oleh mayoritas besar populasinya dan dicantumkan dalam konstitusinya.

Sebagian pakar secara khusus prihatin mengenai GSI, yang menurut Lily McElwee, peneliti di Pusat Kajian Strategis dan Internasional, “pada dasarnya adalah cara untuk memberi solusi ala China untuk isu-isu tata kelola pemerintahan.” [uh/ab]

Forum

Recommended

XS
SM
MD
LG