Tautan-tautan Akses

Cek Fakta: Putin Salah. Donbas, Ukraina Tidak Seperti Kosovo


Gedung apartemen yang rusak setelah serangan Rusia di kota Slovyansk, Donbas, di kawasan timur Ukraina, pada 31 Mei 2022. (Foto: ARIS MESSINIS / AFP)
Gedung apartemen yang rusak setelah serangan Rusia di kota Slovyansk, Donbas, di kawasan timur Ukraina, pada 31 Mei 2022. (Foto: ARIS MESSINIS / AFP)
Vladimir Putin

Vladimir Putin

Presiden Rusia

“Ada ketentuan di Piagam PBB tentang hak setiap bangsa untuk menentukan nasibnya ... Ini yang terjadi di Kosovo. Apakah keadaan di Republik Donetsk dan Republik Luhansk tidak sama? Sama. "

Salah

Pada 7 September , Presiden Rusia Vladimir Putin mengklaim "republik rakyat" yang memisahkan diri, Donetsk dan Luhansk yang didukung Rusia di Ukraina timur, berhak merdeka.

Putin mengatakan:

“Ada ketentuan di Piagam PBB tentang hak setiap bangsa untuk menentukan nasibnya. Saat krisis di Kosovo, Mahkamah Internasional memutuskan jika sebagian daerah dari sebuah teritori, sebagian daerah dari sebuah negara memutuskan untuk merdeka, mereka tidak perlu meminta izin dari pemerintah pusat negara itu. Ini yang terjadi di Kosovo.

“Apakah keadaan di Republik Donetsk dan Republik Luhansk tidak sama? Sama. Karena mereka punya hak ini – dan mereka punya hak ini menurut Piagam PBB dan hak untuk menentukan nasib sendiri – mereka menggunakan hak itu dan menyatakan merdeka.”

Perbandingan ini salah dan menambah daftar panjang distorsi yang dibuat oleh Rusia.

‘Genosida’ Palsu vs. Pembersihan Etnis Sesungguhnya

Ukraina timur dan Kosovo sangat berbeda.

Setidaknya sejak abad ke-18, etnis Albania merupakan etnis mayoritas di Kosovo. Sepanjang abad ke-20, etnis Albania menggunakan cara damai dan militer untuk meraih kemerdekaan dari negara Slavia yaitu, Serbia, Montenegro, lalu Yugoslavia, di mana Kosovo merupakan bagian dari negara itu.

Lain halnya dengan penduduk di Donbas, Ukraina. Menurut sensus Ukraina pada 2001 (sensus terakhir yang dilakukan di negara itu), sebagian besar warga Donbas merupakan etnis Ukraina, dan etnis Rusia adalah minoritas terbesar. Kawasan Ukraina lainnya, kecuali Krimea, punya perbandingan etnis yang kurang lebih sama - mayoritas Ukraina dan minoritas etnis Rusia.

Gerakan separatis di Donbas belum lama ada. Pertempuran di sana dipicu oleh Rusia pada 2014 setelah Putin secara ilegal mencaplok Krimea sebagai akibat dari kemarahan mereka atas Revolusi Martabat yang menggulingkan presiden Ukraina pro Rusia, Viktor Yanukovych, di awal tahun itu.

Tuduhan "genosida" adalah disinformasi yang disebarkan Putin sejak itu. Pada Februari, Alexey Kovalev, editor investigasi di media independen Rusia Meduza, menggambarkan bagaimana Kremlin terus mengobarkan disinformasi ini untuk menciptakan perpecahan.

Dalam artikelnya untuk Foreign Policy, Kovalev mengatakan:

"Salah satu disinformasi yang paling diingat adalah saat invasi Rusia ke Ukraina pada tahun 2014 adalah 'anak laki-laki Slavyanks' yang disalib,' sebuah desas-desus yang dirancang oleh media pemerintah Rusia untuk mengobarkan rasa nasionalisme rakyat Rusia dengan membesar-besarkan dugaan kejahatan itu. Intinya pasukan Ukraina, ketika merebut kembali Slavyansk dari militan pro-Rusia pada Juli 2014, melakukan pembalasan yang kejam kepada penduduk kota itu, termasuk mengeksekusi anak laki-laki berusia 3 tahun di depan publik, termasuk ibunya....

"'Anak laki-laki yang disalib' itu adalah salah satu dari sekian banyak kebohongan, penipuan dan pengalihan isu yang disajikan kepada warga Rusia melalui televisi dan hp selama 24 jam, oleh seluruh industri jaringan TV nasional, surat kabar, pakar, dan troll sejak awal 2014.

"Serangan disinformasi ini berhasil: disinformasi ini menormalisasi perang dengan Ukraina bagi rakyat Rusia dengan menciptakan suasana ketakutan dan kebencian terhadap negara tetangganya. Disinformasi ini juga memecah keluarga dan membuat pria Rusia terinspirasi untuk bergabung dengan angkatan bersenjata untuk melawan apa yang diberitakan di televisi - dan komentar anonim di media sosial VKontakte - sebagai pembantaian orang-orang keturunan Rusia di Ukraina timur."

Ini tidak terjadi di Kosovo. Serbia membantai etnis Albania; dan jaksa mahkamah internasional akhirnya menyeret pemimpin Serbia Slobodan Milosevic ke pengadilan atas tuduhan genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan, meskipun ia meninggal di penjara ketika sidang masih berlangsung. Mereka yang terlibat dalam genosida ini telah diadili di Mahkamah Pidana Internasional.

Konflik di Kosovo, di Serbia selatan, dimulai dengan protes damai menentang Milosevic tentang otonomi Kosovo. Konflik semakin memanas dan berubah menjadi pemberontakan bersenjata, disusul dengan pembentukan Angkatan Pembebasan Kosovo, yang memicu respon keras dari Milosevic dan sekutu-sekutu Serbia.

Menurut laporan yang dikeluarkan Departemen Luar Negeri AS pada Mei 1999:

"Pasukan militer, paramiliter dan polisi Serbia mengusir lebih dari 1 juta warga Kosovo dari rumah mereka. Sejak Maret 1998, sekitar 700.000 etnis Kosovo melarikan diri ke negara tetangga, termasuk Albania, Bosnia-Herzegovina, Bekas Republik Yugoslavia Makedonia, dan Republik Montenegro. Sebanyak 600.000 etnis Kosovo lainnya kemungkinan menjadi pengungsi dalam negeri. Selama proses itu, pasukan Serbia melakukan eksekusi kilat, memisahkan pria usia militer aktif dari keluarga mereka, memperkosa perempuan dan anak perempuan, menghancurkan masjid dan gereja, mengubah fasilitas medis menjadi pos militer, dan menjarah dan membakar rumah dan desa."

Pembantaian ini yang memaksa NATO yang dipimpin AS meluncurkan serangan udara tanpa persetujuan Dewan Keamanan PBB, yang sebelumnya telah mengecam kekerasan yang dilakukan oleh Serbia. Putin juga menyebut pengeboman sepihak itu untuk membenarkan serangan Rusia ke Ukraina dan juga invasi Rusia pada tahun 2008 ke negara tetangganya Georgia.

Dalam perang yang pendek itu, Moskow mengirimkan pasukan ke kantong Georgia di Ossetia selatan dengan dalih melindungi warga Rusia. Serangan terhadap Georgia, negara republik bekas Soviet, menggambarkan strategi Putin di Ukraina. Natia Seskuria, dosen di Royal United Services Institute, dalam artikelnya di Foreign Policy menuliskan:

"Putin mengambil langkah lebih jauh, mengeluarkan klaim 'genosida' atas pembunuhan yang diduga terjadi di Donbas. Rusia menjalankan rencana strateginya. Pada 2014, Kremlin membenarkan serangan militernya dengan mengklaim etnis Rusia terancam di Ukraina timur. Tuduhan serupa juga digunakan dalam perang informasi Rusia pada 2008, ketika Kremlin menyalahkan Tbilisi [pemerintah Georgia] karena melakukan pembersihan etnis - tuduhan yang tidak terbukti menurut keputusan Pengadilan HAM Eropa.

Kosovo, Kemerdekaan, Kemunafikan

Kosovo adalah bagian dari Serbia sejak 1913 tapi punya otonomi konstitusional hingga tahun 1989, ketika keadaan berubah drastis di bawah Milosevic. Parlemen Kosovo dibubarkan, radio dan televisi milik negara dalam bahasa Albania berhenti siaran, etnis Albania dipecat dari pekerjaan pemerintah dan pendidikan bahasa Albania dihapuskan. Hal inilah yang menyebabkan pemogokan masal, protes dan akhirnya kekerasan.

Pada tahun 1991, warga Albania, etnis mayoritas di Kosovo mengadakan referendum mengenai kemerdekaan dan pemilihan presiden. Meskipun otoritas Serbia tidak mengakui jajak pendapat itu sah, dan etnis minoritas Serbia yang tinggal di Kosovo memboikot referendum itu, 87% penduduk Kosovo memberikan suaranya dan 99% menyatakan ingin merdeka.

Pada 1999, setelah Milosevic jatuh akibat serangan bom NATO, PBB memindahkan Kosovo di bawah administrasi misi interim, UNMIK. Hampir satu dekade kemudian, pada 17 Februari 2008, parlemen Kosovo dengan suara bulat mendukung deklarasi kemerdekaan dari Serbia.

Deklarasi ini menjadi alasan Putin untuk membenarkan kemerdekaan provinsi Luhansk dan Donetsk di Donbas, di mana pasukan Rusia bercokol.

Pada 8 Oktober 2008, Mahkamah Internasional, atas permintaan Serbia, mempertanyakan: "Apakah deklarasi kemerdekaan sepihak dari Lembaga Sementara Pemerintahan Mandiri Kosovo sesuai dengan hukum internasional?"

Pada 22 Juli 2010, mahkamah memutuskan hukum internasional tidak melarang deklarasi kemerdekaan seperti yang dilakukan Kosovo. Tapi bagian penting dari keputusan itu, yang tidak dihiraukan oleh Putin, mengacu pada pertanyaan mengenai hak untuk menentukan nasibnya sendiri dan pemisahan diri di bawah Piagam PBB.

Pengadilan PBB secara khusus menegaskan bahwa mereka tidak mempertimbangkan isu terkait “perdebatan mengenai batasan tentang hak untuk menentukan nasib sendiri, serta hak (suatu wilayah negara) untuk memisahkan diri sebagai “remedi” (dari perlakuan opresif). Bagaimanapun, hal-hal yang menyangkut hak untuk memisahkan diri dari suatu negara, masalah tersebut berada di luar wewenang Majelis Umum PBB.

Jadi klaim Putin bahwa Mahkamah Internasional mengakui hak "memisahkan diri" untuk wilayah Kosovo - dan oleh karena itu juga seharusnya diterapkan kepada dua "republik" di Donbas - adalah salah.

Deklarasi kemerdekaan Kosovo menimbulkan reaksi beragam di kalangan masyarakat internasional. Saat ini, kedaulatan Kosovo dari Serbia diakui hanya oleh 99 dari 193 (51%) negara anggota PBB. Rusia dan China menggunakan hak veto mereka sebagai anggota tetap Dewan Keamanan PBB untuk memblokir keanggotaan Kosovo di PBB.

Selain itu, pada 16 April 2009, Rusia mengatakan kepada Mahkamah Internasional bahwa deklarasi kemerdekaan Kosovo ilegal karena melanggar integritas wilayah Serbia dan hanya bisa diakui dalam sebuah negara yang sudah ada.

"Penting untuk dicatat bahwa hak untuk menentukan nasib suatu negara hanya bisa dilakukan di negara yang sudah ada," kata Rusia saat itu. "'Penentuan nasib sendiri' ini sebenarnya lebih disukai di dunia pasca kolonialisme."

Tapi sepertinya (Moskow tidak konsisten), karena hal itu tidak disukai untuk wilayah Krimea dan juga wilayah Ukraina lainnya, sehingga Rusia kini mendudukinya secara paksa.

XS
SM
MD
LG