Tautan-tautan Akses

Hari Air Sedunia: Kondisi Sungai di Indonesia Memprihatinkan


Seorang pria mengumpulkan plastik daur ulang di sungai Citarum yang tercemar di Bandung, Jawa Barat, 27 Desember 2022. (TIMUR MATAHARI/AFP)
Seorang pria mengumpulkan plastik daur ulang di sungai Citarum yang tercemar di Bandung, Jawa Barat, 27 Desember 2022. (TIMUR MATAHARI/AFP)

Tim Ekspedisi Sungai Nusantara menemukan mikroplastik di 68 sungai strategis nasional di lima provinsi di Indonesia. Kondisi ini menjadi peringatan bagi pemerintah untuk lebih serius menangani masalah sungai dan sampah plastik. Satu pengingat menjelang di Hari Air 22 Maret.

Sungai Brantas di Jawa Timur merupakan sungai paling tercemar mikroplastik dengan kontaminan sebanyak 636 partikel per 100 liter air. Kontaminan itu berasal dari industri serta sampah domestik. Inilah hasil kajian tim Ekspedisi Sungai Nusantara 2022 pada 68 sungai strategis nasional.

Peneliti ECOTON yang melakukan Ekspedisi Sungai Nusantara 2022, Amiruddin Muttaqin, mengatakan tingginya pencemaran di sungai dikarenakan masih rendahnya kesadaran masyarakat, maupun industri, yang tetap menjadikan sungai sebagai tempat membuang sampah atau limbah.

“Yang paling tertinggi itu ada di Jawa Timur. Ya karena memang jumlah populasi penduduknya juga sangat tinggi, kemudian kesadaran masyarakatnya untuk tidak membuang sampah ke sungai itu juga masih sangat rendah. Itu yang menyebabkan sungai Brantas ini masuk di peringkat pertama,” jelasnya.

Seorang nelayan melempar ikan yang ditangkap dari sungai Brantas ke darat di Mojokerto, Provinsi Jawa Timur, 30 Juli 2019. (REUTERS/Willy Kurniawan)
Seorang nelayan melempar ikan yang ditangkap dari sungai Brantas ke darat di Mojokerto, Provinsi Jawa Timur, 30 Juli 2019. (REUTERS/Willy Kurniawan)

Selain Sungai Brantas di Jawa Timur, sungai-sungai di Sumatera Utara, Sumatera Barat, Bangka Belitung, dan Sulawesi Tengah juga merupakan lima besar sungai paling tercemar mikroplastik di Indonesia. Sungai-sungai yang tercemar mikroplastik itu, kata Amir, menjadi gambaran buruknya pengelolaan sungai serta sampah oleh pemerintah di setiap daerah.

“Itu mengindikasikan bahwa pengelolaan sungai, atau sistem pengelolaan sampah kita di Indonesia ini masih sangat buruk,” imbuhnya.

Buruknya kualitas air sungai di tanah air ini, menuntut dilakukannya revitalisasi serta pembuatan kebijakan yang mendukung upaya pemulihan sungai, serta pencegahan masuknya sampah plastik ke dalam sungai. Desakan ini disuarakan Badan Riset Urusan Sungai Nusantara, yang merupakan gabungan sejumlah mahasiswa dari berbagai universitas di Jawa Timur.

Pada aksi memperingati Hari Air Sedunia di depan Gedung Negara Grahadi Surabaya, Senin (13/3), para mahasiswa menuntut pemerintah di setiap daerah melakukan langkah nyata dalam penyelamatan sungai. Koordinator aksi, Muhammad Kholid Basyaiban, mengatakan Pemerintah Provinsi Jawa Timur harus bertanggung jawab terhadap kondisi sungai Brantas yang tercemar berat oleh mikroplastik.

Sampah domestik mengambang di aliran sungai Citarum di Bandung, 15 Maret 2021. (REUTERS/Willy Kurniawan)
Sampah domestik mengambang di aliran sungai Citarum di Bandung, 15 Maret 2021. (REUTERS/Willy Kurniawan)

“Jadi ironis, ketika sungai strategis nasional yang menjadi kewenangan pusat, dan terutama juga menjadi kewenangan Pemerintah Provinsi Jawa Timur, banyak sekali temuan pencemaran lingkungan yang terjadi di sungai Brantas akibat limbah industri,” kata Muhammad Kholid Basyaiban.

Kholid mengatakan, dari catatan ECOTON selama sepuluh tahun terakhir, terdapat ratusan kasus ikan mati massal di sungai Brantas, yang menjadi bukti nyata adanya pencemaran berat di sungai terbesar di Jawa Timur ini. Kholid juga mendesak Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), serta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), turut bertanggung jawab memulihkan kondisi sungai yang tercemar di seluruh Indonesia.

“Catatan kita mulai dari tahun 2012 sampai 2022, ada sekitar ratusan kasus peristiwa ikan mati massal, yang kita riset dan kita temukan di sepanjang sungai Brantas. Dan itu merupakan salah satu bukti bahwa lemahnya pengawasan, penegakan hukum, dan pengelolaan sungai Brantas,” kata Muhammad Kholid Basyaiban. [pr/em]

Forum

Recommended

XS
SM
MD
LG