Tautan-tautan Akses

Hampir 50 Persen Siswa Setuju Aksi Radikal Berlabel Agama


Pelajar SMA di Indonesia (foto: dok). Hasil survei baru ini mengambil sampel 1000 siswa dari 59 sekolah swasta dan 41 sekolah negeri.
Pelajar SMA di Indonesia (foto: dok). Hasil survei baru ini mengambil sampel 1000 siswa dari 59 sekolah swasta dan 41 sekolah negeri.

Hasil survei Lembaga Kajian Islam dan Perdamaian menyatakan mayoritas pelajar sekolah menengah di Jabodetabek cenderung setuju menempuh aksi kekerasan untuk menyelesaikan masalah agama dan moral.

Pelajar di Jakarta, Bogor, Depok, Tanggerang dan Bekasi ternyata cenderung setuju menempuh aksi kekerasan untuk menyelesaikan masalah agama dan moral. Fenomena ini terungkap dari hasil survei yang dilakukan Lembaga Kajian Islam dan Perdamaian selama bulan Oktober 2010 hingga Januari 2011.

Menurut Direktur Lembaga Kajian Islam dan Perdamaian, Bambang Pranowo, 49 persen siswa setuju aksi radikal. Sikap radikal dan tidak toleran itu tak hanya dimiliki para siswa, tapi juga para guru agama.

Bambang mengungkapkan survei tersebut dilakukan terhadap 1.000 siswa dari 59 sekolah swasta dan 41 sekolah negeri dan tidak ada satu pun sekolah madrasah yang diambil jadi sampel.

Selain melakukan survei terhadap siswa, Lembaga Kajian Islam ini juga melakukan survei terhadap 600 orang guru agama. Ia juga mengungkapkan, para pelajar dan guru agama mengangap Pancasila sudah tidak relevan lagi sebagai dasar negara.

"Ketika ditanya tentang terkait dengan penyelesaian masalah-masalah keagamaan, memang mereka setuju dengan penggunaan cara-cara kekerasan. Ketika ditanya tentang tokoh semacam Imam Samudera melakukan pengeboman, ternyata mereka banyak mendukung," ujar Bambang, yang menambahkan bahwa sentimen itu juga dirasakan oleh para guru agama.



Atas adanya kecenderungan ini, Wakil Menteri Pendidikan Nasional, Fasli Jalal, memastikan akan melakukan pengawasan berjenjang terhadap para siswa dan guru termasuk mengubah pola pengajaran agama di sekolah.

Sebelumnya, MUI menyerukan kepada pemuda Indonesia untuk tidak terpancing oleh ajakan jihad dalam arti sesat yang dilakukan oleh para teroris. Wakil Ketua Komisi Fatwa dan Hukum MUI, Anwar Ibrahim, mengatakan jihad dengan melakukan pengeboman adalah salah karena Islam tidak pernah mengajarkan kekerasan.

MUI, kata Anwar, akan terus memberikan pemahaman kepada masyarakat di seluruh penjuru Indonesia terkait arti jihad yang sebenarnya, sehingga masyarakat tidak akan mudah terpancing oleh ajakan teroris itu. "Kita selalu menghimbau pemuda-pemuda jangan cepat-cepat terpancing oleh ajakan-ajakan yang akan membuat timbulnya rasa tidak aman dalam masyarakat," ujar Anwar.

Kepala Bidang Penerangan Umum Mabes Polri, Komisaris Besar Boy Rafli Amar meminta masyarakat untuk terus mewaspadai pergerakan teroris. Pihak kepolisian, kata Boy Rafli, sangat mengharapkan adanya peranan dari tokoh-tokoh agama maupun tokoh masyarakat dalam meluruskan pemahaman-pemahaman yang menyimpang tentang jihad, sehingga masyarakat termasuk anak-anak muda tidak mudah menjadi bagian dari kelompok teroris.

"Peranan dari tokoh masyarakat, tokoh agama betul-betul sangat diharapkan untuk ikut serta didalam meluruskan pemahaman-pemahaman yang kita duga agak menyimpang, sehingga menimbulkan niat, timbulnya aksi," tutur Boy Rafli.

XS
SM
MD
LG