Tautan-tautan Akses

Gerakan Antivaksin COVID-19 Bisa Menjadi Ancaman Kesehatan Global


Seorang perempuan penyandang disabilitas menerima satu dosis vaksin COVID-19 saat program vaksinasi massal di Denpasar, Bali, 7 September 2021. (Foto: Antara/Nyoman Hendra Wibowo via REUTERS)
Seorang perempuan penyandang disabilitas menerima satu dosis vaksin COVID-19 saat program vaksinasi massal di Denpasar, Bali, 7 September 2021. (Foto: Antara/Nyoman Hendra Wibowo via REUTERS)

Pemerintah terus menggenjot capaian vaksinasi COVID-19 di dalam negeri seiring dengan munculnya varian baru virus corona, omicron. Namun, akselerasi program vaksinasi terhambat oleh sejumlah hal, termasuk adanya gerakan antivaksin.

Merespons munculnya kasus pertama COVID-19 varian omicron di Tanah Air, Presiden Joko Widodo mengimbau masyarakat yang sama sekali belum mendapatkan vaksinasi COVID-19 dosis pertama dan kedua agar segera divaksinasi. Menurutnya, vaksin sudah terbukti mencegah keparahan dan kematian akibat COVID-19.

Meskipun pandemi COVID-19 sudah berjalan hampir dua tahun, gerakan antivaksin masih mengemuka, tidak hanya di Indonesia tapi juga di negara lain.

Jubir Vaksinasi COVID-19 Kemenkes Siti Nadia Tarmidzi. (Foto: VOA)
Jubir Vaksinasi COVID-19 Kemenkes Siti Nadia Tarmidzi. (Foto: VOA)

Juru bicara Vaksinasi COVID-19 dari Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmidzi mengungkapkan, berdasarkan survei yang dilakukan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes) Kemenkes tercatat sebanyak tujuh persen masyarakat menyatakan tidak mau divaksinasi COVID-19 dan sebanyak 15 persen masih ragu-ragu.

“Sekarang makin banyak orang yang ragu-ragu dan orang yang masih punya keyakinan tidak mau divaksin(asi). Jadi effort-nya akan lebih banyak untuk kemudian mensosialisasikan, mengedukasi dan mendorong orang untuk mau divaksin(asi),” ungkap Nadia kepada VOA.

Seorang siswi SD Negeri Cempaka Putih Timur 03 sedang disuntik vaksin Covid-19 dari Sinovac saat program vaksinasi untuk anak usia 6 hingga 11 tahun dimulai pada 14 Desember 2021 ini. (VOA/Indra Yoga)
Seorang siswi SD Negeri Cempaka Putih Timur 03 sedang disuntik vaksin Covid-19 dari Sinovac saat program vaksinasi untuk anak usia 6 hingga 11 tahun dimulai pada 14 Desember 2021 ini. (VOA/Indra Yoga)

Masyarakat yang masih ragu untuk divaksinasi, kata Nadia, umumnya masih terpengaruh oleh berbagai berita bohong atau hoaks, serta adanya keyakinan atau kepercayaan dari sisi agama terkait halal atau haramnya vaksin tersebut.

Maka dari itu, pemerintah akan melakukan berbagai strategi yang bersifat edukasi dan persuasif dengan melibatkan tokoh agama, tokoh adat maupun tokoh masyarakat agar semakin banyak masyarakat yang mau segera divaksinasi COVID-19. Faktor geografis, tambah Nadia, juga menghambat distribusi vaksin ke wilayah yang sulit akses infrastruktur pendukung. Meski begitu, pemerintah akan terus berupaya agar vaksin-vaksin tersebut sampai ke tangan masyarakat, terutama yang tinggal di wilayah pedalaman.

Lili Dinata, 72 tahun, warga Desa Sindanglaya, bersiap menerima dosis pertama vaksin COVID-19, saat melakukan vaksinasi door-to-door di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, 15 Juni 2021. (Foto: REUTERS /Willy Kurniawan)
Lili Dinata, 72 tahun, warga Desa Sindanglaya, bersiap menerima dosis pertama vaksin COVID-19, saat melakukan vaksinasi door-to-door di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, 15 Juni 2021. (Foto: REUTERS /Willy Kurniawan)

“Terakhir mungkin dengan berbagai regulasi dan kebijakan seperti misalnya syarat untuk melakukan aktivitas di tempat publik, syarat untuk melakukan perjalanan, syarat untuk mengurus administrasi kependudukan dan sebagainya. Karena prinsipnya adalah memberikan perlindungan untuk masyarakat secara luas dan secara umum, karena kalau kita tidak mencapai target vaksinasi kita gak akan selesai sama pandemi ini. Kedua, orang tersebut (kalau tidak divaksinasi) akan berpotensi menjadi sumber penularan kepada orang lain,” jelas Nadia.

Nadia mengatakan, sampai saat ini sudah 73 persen masyarakat dari target sudah mendapatkan vaksinasi COVID-19 dosis pertama. Sedangkan baru 51 persen masyarakat yang sudah mendapatkan dosis kedua.

Pemerintah menargetkan, sampai akhir tahun 2021 setidaknya 80 persen dari target sasaran 208 juta penduduk sudah bisa mendapatkan vaksinasi dosis pertama, dan 60 persen masyarakat sudah bisa mendapatkan dosis lengkap.

Nadia memastikan ketersediaan vaksin COVID-19 di dalam negeri untuk 208 juta sasaran masyarakat sudah diamankan. Ia mengimbau seluruh masyarakat untuk segera divaksinasi bagi yang sama sekali belum mendapatkannya, dan tidak memilih-milih merk vaksin, karena pada dasarnya semua vaksin COVID-19 aman digunakan.

Ancaman Kesehatan Global

Epidemiolog dari Universitas Griffith Australia, Dicky Budiman. (Foto: Dok Pribadi)
Epidemiolog dari Universitas Griffith Australia, Dicky Budiman. (Foto: Dok Pribadi)

Ahli Epidemiologi dari Universitas Griffith Australia Dicky Budiman mengatakan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sudah mengidentifikasi gerakan antivaksin COVID-19 tersebut sebagai salah satu ancaman kesehatan global seiring munculnya gerakan tersebut pada awal kejadian pandemi tahun 2019. Bahkan, kata Dicky, gerakan tersebut sudah muncul sebelum vaksin COVID-19 dirilis.

“Dan kenapa WHO menjadikan ini sebagai salah satu ancaman kesehatan global? ya karena bukan hanya bicara masalah satu atau dua orang. Orang yang tidak percaya dan ragu-ragu ini bisa mempengaruhi orang lain. Artinya kelompok yang seharusnya bisa terlindungi bisa terpapar. Dan dampak ini tentu akhirnya membuat pengendalian pandemi menjadi tidak sesuai yang kita harapkan,” ungkap Dicky kepada VOA.

Meskipun pada penelitian awal disebutkan bahwa efikasi vaksin COVID-19 cenderung menurun dalam melawan varian omicron, potensi keparahan pada kalangan rawan seperti lansia dan pasien yang mempunyai penyakit bawaan atau comorbid, akan jauh lebih berat apabila target masyarakat yang divaksinasi tidak terpenuhi dalam satu negara. Pemerintah, menurut Dicky, perlu meneliti lebih jauh penyebab keengganan masyarakat untuk divaksinasi di masing-masing daerah, sehingga penyelesaiannya bisa disesuaikan.

Para perempuan bereaksi saat menunggu dalam masa observasi setelah menerima vaksin Sinovac saat program vaksinasi massal COVID-19 di Bursa Efek Indonesia di Jakarta, 31 Maret 2021. (Foto: REUTERS/Willy Kurniawan)
Para perempuan bereaksi saat menunggu dalam masa observasi setelah menerima vaksin Sinovac saat program vaksinasi massal COVID-19 di Bursa Efek Indonesia di Jakarta, 31 Maret 2021. (Foto: REUTERS/Willy Kurniawan)

“Yang harus dilakukan adalah mengidentifikasi apa penyebab keragu-raguan dan penolakan itu yang timbul di daerah masing-masing karena pasti berbeda, tidak bisa disamaratakan. Ada yang karena misalnya memang akses tidak mudah fasilitasnya, ada yang karena kurang infomasi, atau ragu dari sisi agama, ini yang harus diidentifikasi, di-address dan akhirnya disesuaikan responnya. Kalau misalnya karena agama, ya libatkan pemuka agama. Kalau karena aksesnya, ya tambah aksesnya,” pungkasnya. [gi/ka]

Gerakan Antivaksin COVID-19 Bisa Jadi Ancaman Kesehatan Global
mohon tunggu

No media source currently available

0:00 0:03:09 0:00


Recommended

XS
SM
MD
LG