Tautan-tautan Akses

Genap 10 Tahun Lalu, Tsunami Paling Dahsyat Tewaskan 220 Ribu


Wapres Jusuf Kalla menyampaikan pidato para peringatan 10 tahun Tsunami di Banda Aceh (26/12).
Wapres Jusuf Kalla menyampaikan pidato para peringatan 10 tahun Tsunami di Banda Aceh (26/12).

Indonesia mengalami korban jiwa paling banyak diantara 13 negara yang dilanda bencana Tsunami 2004, yang menewaskan hampir seperempat juta orang dan membuat hampir lima juta orang kehilangan tempat tinggal.

Upacara-upacara mengenang di pantai, mengheningkan cipta, dan upacara agama direncanakan di seluruh Asia hari Jumat (26/12) untuk memperingati genapnya 10 tahun lalu tsunami samudera Hindia yang menewaskan paling sedikit 220 ribu orang tahun 2004.

Ombak raksasa itu menerjang 12 negara di pinggiran Samudera Hindia dan menghacurkan perkampungan dan kota-kota dekat pantai, melenyapkan banyak keluarga dan menabrak pantai-pantai yang penuh wisatawan pagi hari setelah Natal.

Bencana itu terjadi karena gempa-bumi 9,1 skala Richter, gempa paling kuat di kawasan itu dalam 40 tahun, yang menimbulkan ombak yang menderu ke seluruh Samudera Hindia dengan kecepatan pesawat jet penumpang sampai sejauh Afrika Timur. Gempa itu sangat kuat sampai mengakibatkan poros Bumi goyang beberapa centimeter.

Tsunami tersebut mendorong pemberontak separatis di provinsi Aceh, Indonesia, meletakkan senjata mereka untuk membangun kembali kehidupan mereka. Pemberontakan tiga puluh tahun melawan Indonesia itu berakhir tahun 2005, setelah menjatuhkan 15 ribu korban jiwa.

Museum Tsunami di Aceh (Foto: dok).
Museum Tsunami di Aceh (Foto: dok).

Indonesia adalah yang paling kuat diterjang tsunami itu, dimana lebih 160 ribu orang tewas. Ribuan lagi tewas di Thailand dan Sri Lanka.

Satu dekade telah berlalu, dan seperti dilaporkan wartawan VOA Steve Herman dari Banda Aceh, walaupun bekas kerusakan fisik tidak terlalu terlihat lagi tetapi luka psikologis diantara korban masih terasa.

Ada banyak tugu, kuburan dan kuburan massal diseluruh wilayah Aceh, titik terdekat di daratan dari pusat gempa bawah laut berkekuatan 9 Skala Richter itu yang memicu gelombang tsunami.

Indonesia mengalami korban jiwa paling banyak diantara 13 negara yang dilanda bencana itu, yang menewaskan hampir seperempat juta orang – sepertiganya anak-anak – dan membuat hampir lima juta orang kehilangan tempat tinggal.

Salmi Hardiyanti kehilangan 23 kerabatnya. Sama seperti puluhan ribu korban lainnya, mayat-mayat mereka tidak pernah ditemukan. “Saya berusaha mendatangi setiap kuburan massal di Banda Aceh untuk berdoa bagi mereka,” katanya.

Salah satu korban lainnya adalah istri Samsul Bahri yang saat itu berada di rumah, hanya sekitar 20 meter dari pantai. Sebuah organisasi bantuan membangun kembali rumahnya di lokasi yang sama.

“Saya tidak mampu tinggal di lokasi lain, jadi saya tetap tinggal disini meskipun saya takut,” kata Samsul Bahri.

Tiga kilometer dari pantai terdapat sebuah monumen yang menjadi bukti kekuatan tsunami di desa yang hancur itu – sebuah kapal seberat 2.700 ton, panjang 69 meter dan lebar 19 meter yang saat itu berfungsi membangkitkan tenaga listrik di lepas pantai. Gelombang tsunami yang kedua menghanyutkan kapal itu lima kilometer dari lokasinya semula dan akhirnya terdampar di atas dua rumah.

Di sebuah sekolah, hanya 60 dari ke-400 siswanya selamat. Seorang remaja bernama Surya kini bersekolah disana. Ia berusia tujuh tahun ketika malapetaka itu melanda dan kehilangan 12 anggota keluarga.

Surya dirawat di rumah sakit selama sebulan setelah ditemukan petugas bantuan internasional. Ia mengalami patah kaki dan cedera-cedera lainnya. “Kemanapun kita pergi, duduk, atau berlari, kematian pada akhirnya akan menjemput. Dengan rahmat Allah, kita hidup dan mati,” kata Surya.

Berbagai organisasi internasional dan domestik membanjiri Aceh dengan pekerja bantuan dan dana miliaran dolar. Selama beberapa waktu, pengiriman bantuan tersebut kacau dan sejumlah badan bantuan berhenti menyalurkan dana.

“Ada lebih banyak rumah baru daripada penduduknya, ada lebih banyak kapal dan jaring ikan daripada nelayannya,” kata Mingming Remata-Evora, direktur LSM Plan International untuk Indonesia.

Para ilmuwan mengatakan tsunami sudah beberapa kali menghantam Sumatra sepanjang sejarah, dan karenanya warga di pesisir pantai harus selalu siaga untuk tsunami berikutnya.

Recommended

XS
SM
MD
LG