Tautan-tautan Akses

Gedung Putih Dicekam Intrik dan Saling Tuduh


John Dean, mantan pengacara Presiden Richard Nixon, bergabung dengan sejumlah saksi dari berbagai kalangan, saat memberikan kesaksian untuk calon Hakim Agung pilihan Presiden Donald Trump, Brett kavanaugh, di Capitoll Hill, 7 September 2018.
John Dean, mantan pengacara Presiden Richard Nixon, bergabung dengan sejumlah saksi dari berbagai kalangan, saat memberikan kesaksian untuk calon Hakim Agung pilihan Presiden Donald Trump, Brett kavanaugh, di Capitoll Hill, 7 September 2018.

Gedung Putih sedang tercekam intrik dan saling tuduh sambil para pembantu presiden sibuk mencari siapa yang menulis opini yang dimuat harian New York Times yang menuduh adanya kekacauan dalam pemerintahan Presiden Donald Trump.

Sejak berbulan-bulan, pemerintahan Presiden Trump dan berbagai skandal yang melibatkannya mengundang perbandingan dengan Skandal Watergate yang akhirnya memaksa Presiden Richard Nixon mengundurkan diri. Tapi minggu ini sejarah agaknya berulang kembali, kata kantor berita Associated Press.

John Dean, pengacara Presiden Nixon ketika itu, memberikan kesaksian di Kongres Amerika. Pada saat itu, ia memperingatkan adanya “kanker dalam kepresidenan” di Amerika.

Hampir tiap elemen dan kemelut yang melanda Presiden Trump punya persamaan dengan Skandal Watergate, kata laporan AP itu.

Jaksa khusus Robert Mueller sedang menyelidiki peretasan komputer milik Komite Nasional Partai Demokrat, badan yang menjadi sasaran dalam peristiwa Watergate. Tapi kali ini pembobolan yang terjadi terkait dengan Rusia dan bukan dengan Gedung Putih.

Presiden Richard Nixon mula-mula memerintahkan Jaksa Agung, kemudian Wakilnya, untuk memecat jaksa khusus yang menyelidiki Kasus Watergate. Keduanya menolak dan mengundurkan diri sehingga mengakibatkan gejolak besar dalam sejarah Amerika. Tapi peristiwa yang dikenal dengan nama "Saturday Night Massacre" itu tidak mengakibatkan berhentinya penyelidikan oleh Jaksa Khusus dan akhirnya memaksa Nixon mengundurkan diri sebelum dimulainya proses pemakzulan atas dirinya.

Presiden Trump telah memecat pejabat Jaksa Agung dan direktur FBI James Comey, sehingga memicu penyelidikan oleh Jaksa Khusus Robert Mueller yang telah berlangsung lebih dari satu tahun.

Beberapa wartawan yang memicu pengunduran diri Nixon, kini tampaknya masih terus membayangi Presiden Trump.

Bob Woodward dan Carl Bernstein, dua wartawan harian Washington Post yang membongkar pembobolan kantor partai Demokrat di gedung apartemen Watergate tahun ’70-an tampak membuat marah Presiden Trump. “Agen Partai Demokrat,” katanya lewat Twitter, mengacu pada Bob Woodward. Tentang Bernstein, Trump menyebutnya sebagai “orang goblok.”

“Semua orang berusaha memojokkan saya,” kata Trump kepada seorang pembantunya, menurut penuturan dalam buku Woodward yang akan segera terbit berjudul “Fear”.Buku itu menggambarkan peristiwa tragikomedi yang terjadi di Gedung Putih, dimana para pembantu utama presiden menyebut Trump sebagai “idiot.” Dalam masa Nixon, pembantu dekatnya Henry Kissinger menyebut Nixon sebagai “meatball mind” atau dalam terjemahan bebas berarti “otak bakso.”

Tapi pada masa Nixon belum ada Twitter, dimana presiden mungkin akan menggunakannya untuk melampiaskan kemarahan dan kekesalannya.

“Presiden yang sekarang mengeluarkan unek-uneknya secara publik, sedangkan Nixon mengatakannya secara pribadi, seperti yang belakangan diketahui dari rekaman-rekaman rahasia yang dibuatnya, kata Timothy Naftali, pakar sejarah pada Universitas New York yang memimpin Perpustakaan dan Musium Presiden Richard Nixon.

“Apa yang sedang terjadi seolah Presiden Trump sedang bergulat dengan sejarah Watergate secara terbuka,” kata Naftali.

Daftar orang-orang yang dianggap Trump sebagai musuhnya tampak jelas dalam postingan Twitternya. Daftar itu termasuk Jaksa Agung, pendahulunya dan beberapa mantan pejabat keamanan nasional, dengan mengancam akan mencabut security clearance atau surat-surat keamanan tingkat tinggi mereka. [ii]

XS
SM
MD
LG