Tautan-tautan Akses

FITRA: Utang Pemerintah Masih Aman


Pembangunan konstruksi untuk Light Rail Transit (LRT) terlihat di sepanjang jalan tol Jakarta-Cikampek Bekasi, Jawa Barat (Foto: Antara/Risky Andrianto).
Pembangunan konstruksi untuk Light Rail Transit (LRT) terlihat di sepanjang jalan tol Jakarta-Cikampek Bekasi, Jawa Barat (Foto: Antara/Risky Andrianto).

Hasil riset yang dilakukan Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) menyimpulkan kondisi utang pemerintah masih aman. Namun, pengamat ekonomi Faisal Basri mengkritik riset FITRA, karena tidak membahas utang BUMN, padahal pembangunan infrastruktur di berbagai daerah selama ini dibebankan kepada BUMN.

Sekjen FITRA, Misbah Hasan mengatakan salah satu indikator utang pemerintah masih aman yaitu rasio utang pemerintah terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) masih di level 30 persen, jauh dari batas aman 60 persen. Selain itu, menurut Misbah, pemanfaatan utang pemerintah juga memiliki dampak positif dalam penurunan pengangguran dan kemiskinan, serta pertumbuhan ekonomi Indonesia.

"Utang yang digunakan untuk menutup defisit fiskal ini telah cukup ampuh menahan tekanan ekonomi. Sehingga pertumbuhan ekonomi Indonesia terjaga di level 5 persen, meskipun kalau kita lihat di RPJMN proyeksinya bisa sampai 8 persen," jelas Misbah di Jakarta, Selasa (26/3).

Misbah menambahkan utang Indonesia juga berdampak positif pada pertumbuhan ekspor dalam 2 tahun terakhir seiring dengan pembangunan infrastruktur, terutama ekspor nonmigas dalam 2 tahun terakhir sebesar 15,89 persen pada 2017 dan 6,35 persen pada 2018.

Kendati demikian, Misbah mengingatkan pemerintah perlu mengantisipasi rasio pembayaran bunga utang dengan belanja pemerintah yang terus meningkat dari 13,2 persen pada 2014 menjadi 17,2 persen pada 2018. Menurutnya, hal tersebut perlu ditangani dengan cermat agar tidak mengorbankan anggaran belanja yang produktif dan afirmatif seperti belanja modal dan bantuan sosial.

Ekonom Kritisi Riset yang Tidak Bahas Utang BUMN

Sementara itu, pengamat ekonomi Faisal Basri mengkritik riset FITRA yang hanya fokus pada utang pemerintah. Menurutnya, riset tersebut semestinya juga membahas utang BUMN. Sebab, kata dia, pembangunan-pembangunan infrastruktur di berbagai daerah selama ini dibebankan kepada BUMN, bukan dari APBN.

Pengamat ekonomi Faisal Basri (kanan) dan Sekjen FITRA Misbah Hasan (kedua dari kiri) berdiskusi soal hasil riset FITRA di Jakarta, Selasa (26/3/2019). (Foto: VOA/Sasmito)
Pengamat ekonomi Faisal Basri (kanan) dan Sekjen FITRA Misbah Hasan (kedua dari kiri) berdiskusi soal hasil riset FITRA di Jakarta, Selasa (26/3/2019). (Foto: VOA/Sasmito)

Di samping itu, menurut Faisal Basri, pemerintah saat ini terlalu menggantungkan pembiayaan utang dari penerbitan surat berharga negara atau SBN. Utang dalam bentuk SBN ini memiliki risiko yang berbeda dengan pola utang bilateral atau multilateral. Salah satunya yaitu tidak bisanya utang tersebut dikonsolidasikan melalui forum seperti utang bilateral atau multilateral jika ada kendala.

Kondisi tersebut kemudian diperparah dengan porsi kepemilikan SBN yang sebagian besar dimiliki investor asing yang berkisar 60 persen. Hal ini, kata dia, membuat ekonomi Indonesia rentan bergejolak jika sewaktu-waktu ada masalah dengan para investor asing.

FITRA: Utang Pemerintah Masih Aman
mohon tunggu

No media source currently available

0:00 0:03:28 0:00

"Berdasarkan mata uang, porsi mata uang domestik selalu lebih besar, kira-kira 55 persen, mata uang asing 45 persen. Namun dari 55 persen surat utang dalam rupiah itu, 37,9 persen dipegang asing," jelas Faisal Basri.

Faisal Basri menambahkan porsi kepemilikan investor asing terhadap SBN dalam bentuk mata uang rupiah lebih tinggi jika dibandingkan dengan negara-negara lain di Asia. Di antaranya dengan China dan India yang hanya sebesar 4 persen, Thailand 15,7 persen, Brazil 16 persen, Turki 18 persen, dan Malaysia 24,6 persen. (sm/em)

Recommended

XS
SM
MD
LG