Tautan-tautan Akses

Film Asing Tak Diputar di Indonesia, Warga Nonton Film di Singapura


Aktor Holywood Jack Black dan Dustin Hoffman dalam promosi film Kung Fu Panda di Roma, Italia. Sekuel film ini yang diluncurkan akhir Mei lalu, tak dapat dinikmati di Indonesia.
Aktor Holywood Jack Black dan Dustin Hoffman dalam promosi film Kung Fu Panda di Roma, Italia. Sekuel film ini yang diluncurkan akhir Mei lalu, tak dapat dinikmati di Indonesia.

Bulan Juni Juli dan Agustus merupakan bulan-bulan ketika Hollywood mengeluarkan film-film blockbuster film berbiaya besar yang ditujukan untuk menarik perhatian penonton dunia. Tetapi tahun ini di Indonesia perselisihan pajak yang terus berlangsung antara pemerintah dan para importir film akan menghentikan masuknya film-film baru. Para pemilik bioskop mengatakan hal ini menghancurkan keuntungan mereka.

Film horor peringkat B dan film komedi Tailand seperti “Dear Galileo” ini merupakan satu diantara pilihan terbatas yang bisa ditonton para pencinta film Indonesia musim ini. Hampir empat bulan setelah Motion Picture Association of America berhenti mengirim film-film ke Indonesia sebagai protes kewajiban pajak baru warga Indonesia mengatakan mereka frustasi dan kecewa tidak memiliki akses untuk menonton film-film blockbuster terbaru.

Penggemar film Walter Francine mengatakan ia khawatir ketinggalan lanjutan film-film musim panas terkenal yang beberapa diantaranya sudah dipertunjukkan di negara-negara tetangga. “Kami cukup kecewa sebenarnya. Kami tidak bisa menonton film “Thor” “Green Lantern” dan kemudian “Pirates of the Carribean” Sejumlah teman saya mungkin akan pergi ke Singapura," ujar Francine.

Bulan Januari Pemerintah Indonesia mengumumkan pihaknya akan mulai memberlakukan aturan yang sudah lama diabaikan yang mengharuskan pembayaran dimuka royalti film-film impor sebagai tambahan atas pajak pabean yang sudah membebani importir 0,43 sen per meter seluloid.

The Motion Picture Association yang mewakili studio-studio besar seperti Walt Disney Paramount dan Universal mengatakan pajak royalti tidak adil karena memberikan nilai pada film sebelum memperoleh pendapatan apapun.

Sementara itu Direktorat Jendral Pajak Indonesia telah membebankan tiga distributor film utama sebesar 3,5 juta dollar untuk nilai pajak film-film yang sudah diputar dua tahun terakhir. Direktorat Jendral Pajak telah membekukan ijin impor film mereka hingga masalah ini diselesaikan.

Satu importir film baru-baru ini melakukan pembayaran tetapi dua lainnya masih berperang dengan pemerintah Indonesia di pengadilan pajak. Mereka merupakan bagian dari Kelompok-21 yang dominan dan menguasai lebih dari 80% dari 620 bioskop di Indonesia/dan importir film-film Hollywood lainnya.

Pemerintah Indonesia mengatakan upaya memberlakukan pajak royalti bertujuan untuk mendorong industri film lokal tetapi seorang pemimpin kelompok sinema yakin hal ini merupakan reaksi karena para importir tidak memenuhi kewajiban pajak mereka.

Pendapatan film-film box-office Indonesia bervariasi antara 90 hingga 150 juta dollar, sedikit lebih rendah dari Singapura tetapi dua kali dari Thailand. Dengan jumlah penduduk sekitar 240 juta jiwa dan naiknya jumlah kelompok kelas menengah begitu banyak ruang untuk berkembang – ujar Ananda Siregar – pemilik Blitz Megaplex/ rantai bioskop terbesar kedua di Indonesia. Lebih lanjut ia mengatakan, “Ironisnya dengan situasi yang sedang terjadi yang paling akan mengambil keuntungan adalah para pembajak film atau Singapura karena kebanyakan warga Indonesia yang mampu pergi ke Singapura akan terbang kesana dan nonton “Kung Fu Panda” disana dibandingkan di negara mereka sendiri satu hal yang sangat menyedihkan.”

Pemerintah Indonesia mengatakan pihaknya sedang berupaya menyelesaikan masalah royalty tetapi Ananda Siregar khawatir ketika masalah tersebut sudah selesai film-film impor tidak akan mengalir lagi ke Indonesia hingga para distributor membayar pajak mereka sebelumnya.

Sejak pemboikotan film dimulai, Blitz Megaplex telah memperpendek jam operasinya dan menutup beberapa bioskop secara bergantian. Kepala Badan Perfilman Indonesia mengatakan bioskop-bioskop melaporkan penurunan pendapatan 60% dan bioskop-bioskop independen kini beresiko tutup untuk selamanya.

Sejumlah penggemar film mengatakan mereka memahami latar belakang di balik pemboikotan tersebut. Mereka mengatakan para distributor seharusnya membayar pajak royalti tersebut. Sementara antri di luar Jakarta Cineplex, Arie Jony mengatakan kehilangan pendapatan hanya akan mengancam industri film. Ia mengatakan, “Hal ini sangat mengecewakan bagi saya. Ditambah lagi hal ini akan mendorong lebih banyak orang membeli video bajakan. mereka akan terdorong mengunduh lebih banyak film dari internet dan sumber-sumber lain. Jadi menurut pandangan saya tidak ada yang diuntungkan dari larangan ini.”

Meskipun banyak DVD bajakan film Hollywood terkini tersedia luas banyak warga Indonesia mengatakan mereka rindu menonton film di bioskop. Jony mengatakan ia telah berhenti nonton film di bioskop karena terbatasnya film yang ada. Amanda Woworuntu yang juga seorang penggemar film mengatakan ia juga kecewa dengan sedikitnya tawaran film asing yang ada.“Kami mengakui kualitas film Indonesia sangat buruk karenanya saya tidak pernah menonton film Indonesia di bioskop,” ujar Woworuntu.

Sejumlah film Indonesia dari studio-studio yang lebih kecil dan tidak terkena pemboikotan The Motion Picture Association berhasil masuk ke Indonesia. Film terkini seperti “Scream-4” tiba hampir satu bulan setelah pemutaran perdana di Amerika. Sementara itu para penggemar film ketinggalan film “Kung Fu Panda 2” dan bagian terbaru film “Pirates of the Caribbean”. Banyak yang khawatir mereka juga tidak bisa menonton “Harry Potter and the Deathly Hallows Part 2” yang akan diluncurkan pertengahan Juli nanti.

XS
SM
MD
LG