Tautan-tautan Akses

Penggemar Ariana Grande Gemetar saat Kenang Serangan Manchester


Polisi berjaga di luar gedung "Manchester Arena" tempat berlangsungnya konser Ariana Grande, pasca serangan di Manchester, Senin malam (22/5).
Polisi berjaga di luar gedung "Manchester Arena" tempat berlangsungnya konser Ariana Grande, pasca serangan di Manchester, Senin malam (22/5).

Rihanna Hardy sangat senang akan menonton konser penyanyi pujaannya, Ariana Grande, sejak dia mendapatkan tiket konsernya sebagai hadiah Natal. Jadi saat hari yang dinantikannya itu tiba, anak perempuan berusia 11 tahun itu meninggalkan sekolah beberapa jam lebih awal guna memastikan bisa sampai ke "Manchester Arena" tepat waktu.

Orang tua Rihanna, Ryan dan Shauna Hardy, mengambil cuti kerja, dan keluarga tersebut mengendarai mobil sejauh 225 kilometer dari kota Newcastle menuju Manchester. Mereka harus berjuang mendapatkan tempat parkir bertingkat di arena tersebut, dan nyaris tidak berhasil membeli kaos hitam Ariana Grande untuk putrinya sebelum konser dimulai.

Namun, apa yang seharusnya menjadi malam istimewa bagi Rihanna dan ribuan penonton konser muda lainnya berubah menjadi tragedi ketika sebuah bom bunuh diri meledak tepat di luar sebuah aula yang luas. Ledakan ini menewaskan 22 orang, termasuk seorang gadis berusia 8 tahun, dan melukai 59 lainnya - serangan paling mematikan di Inggris dalam lebih dari satu dekade.

"Rihanna yang malang ... terus bertanya setiap lima atau 10 detik, 'Apa kita akan mati?' Itu kata-kata yang terus diucapkannya," kata ayahnya.

Keluarga Hardy mengambil tempat duduk di dekat panggung, sesaat sebelum dua kelompok musik pendukung mengawali konser itu. Manchester Arena, yang memiliki 21.000 kursi, penuh sesak. Banyak yang membawa balon merah muda dan mengenakan asesori "telinga kucing" seperti yang sering dipakai oleh Ariana Grande yang berusia 23 tahun.

Dan ketika Ariana Grande, mantan bintang serial TV Nickelodeon "Victorious" mulai bernyanyi dan menari, arena konser memanas. Anak-anak dan orang tua mereka menikmati konser Ariana Grande dengan penuh semangat.

Kemudian, saat konser berakhir, kengerian dimulai.

Beberapa menit setelah Grande menyelesaikan lagu terakhirnya, "Dangerous Woman," dan mengisyaratkan "ciuman" perpisahan kepada para penonton dan meninggalkan panggung, lampu gedung konser menyala kembali. Para penonton mulai berjalan menuju pintu keluar.

Saat itulah seorang tersangka yang diidentifikasi sebagai Salman Abedi yang berusia 22 tahun meledakkan bom bunuh diri di serambi, di dekat sebuah jalan yang menghubungkan tempat konser tersebut ke stasiun kereta kota Manchester. Saksi mata melihat baut dan potongan logam lainnya berserakan di lokasi ledakan.

Ledakan itu bergema melalui Manchester Arena, mengguncang lantai dengan bunyi yang dahsyat. Ribuan penggemar Ariana Grande - banyak dari mereka adalah anak muda yang didampingi oleh orang tua mereka - terdiam selama beberapa detik, terkejut. Lalu berbagai teriakan histeris mulai bergema.

Warga Inggris melakukan doa bersama di Albert Square, Manchester Selasa (23/5), untuk mengenang para korban ledakan maut di Manchester Arena.
Warga Inggris melakukan doa bersama di Albert Square, Manchester Selasa (23/5), untuk mengenang para korban ledakan maut di Manchester Arena.

"Saya pikir kami akan mati. Suasana saat itu sangat mengerikan," kata ibu Rihanna.

Polisi kemudian datang sekitar pukul 10.33 malam dan sewaktu mereka tiba, bau aneh menyebar di arena itu - seperti bau asap, juga seperti bau terbakar.

"Saya tidak bisa menggambarkannya. Itu bau yang sangat mengerikan, "kata Shauna Hardy. "Dan hanya ada suara alarm yang menggema, polisi di mana-mana. Suara sirine di mana-mana Orang-orang berlari, menjerit. Suasana ketika itu benar-benar gila," tambahnya.

Ryan Hardy berusaha memperlambat agar istri dan anak perempuannya tidak terburu-buru saat mereka meninggalkan arena konser, khawatir mereka mungkin justru terjebak dalam kerumunan orang yang lari dari serangan tersebut.

Mereka kemudian berhasil keluar dari panasnya arena konser menuju malam yang dingin.

"Semua orang berebut menuju pintu keluar, namun dia (ayahnya) berhasil mencapai pintu keluar," tutur Rihanna - yang masih mengenakan kaus Ariana Grande - hari Selasa (23/5), sambil menatap dengan bangga ke arah ayahnya.

Polisi dan paramedis yang berdatangan bergegas membantu mereka yang terluka, membagikan beberapa selimut untuk menjaga agar tetap hangat dan mencegah syok. Banyak penonton lainnya keluar arena dengan kondisi pakaian yang robek dan berlumuran darah.

Charlotte Fairclough, 14 tahun, mengatakan, "Semua orang seperti saling berebut," katanya. "Beberapa orang terjatuh. Rasanya seperti balapan saja untuk segera keluar. "

Ketika Charlotte keluar, dia segera menelepon ibunya, Stacy, yang sedang menunggu untuk menjemput anak perempuannya itu. Charlotte menelepon lagi untuk mengabarkan bahwa dia mendengar sebuah ledakan besar.

Ibunya, ketika itu, tidak merasa khawatir. "Saya sebelumnya mendengar ledakan kembang api, jadi saya tidak merasa khawatir," katanya menyangka bahwa itu adalah suara ledakan kembang api.

Banyak penonton tidak menyadari dahsyatnya ledakan maut itu, sampai akhirnya mereka menonton beritanya di televisi.

Keluarga Hardy berhasil selamat tanpa mengalami cedera, tapi guncangan pada malam itu terus menghantui mereka. Saat sebuah pintu terbanting keras pada dini hari, Rihanna merasa ketakutan.

"Ada banyak orang terbunuh, banyak orang terluka, banyak orang hilang," kata Shauna Hardy. "Dan kami merasa sangat beruntung karena kami semua masih tetap bersama." [pp]

Recommended

XS
SM
MD
LG