Tautan-tautan Akses

Embrio Beku Efektif Bantu Fertilisasi In-Vitro Layaknya Embrio Segar


Seorang ahli embrio sedang meneliti sediaan di sebuah cawan petri di klinik fertilitas Create Health, di London Selatan, Inggris, 14 Agustus 2013.
Seorang ahli embrio sedang meneliti sediaan di sebuah cawan petri di klinik fertilitas Create Health, di London Selatan, Inggris, 14 Agustus 2013.

Perempuan dengan masalah infertilitas yang tidak disebabkan kelainan hormonal memiliki lebih banyak pilihan ketika mencoba inseminasi in-vitro atau inseminasi buatan, dua studi besar menunjukkan.

Pada perempuan dengan sindrom ovarium polikisttik (PCOS), membekukan dan kemudian mencairkan embrio sebelum ditanamkan memberikan kemungkinan lebih besar untuk hamil dan melahirkan. Namun pada perempuan tanpa kondisi itu, mencairkan embrio tidak lebih baik atau buruk ketimbang menggunakan embrio segar, menurut temuan para peneliti dari China dan Vietnam.

Temuan-temuan ini bisa mendorong para dokter untuk menanam embrio satu per satu. Penanaman embrio secara bertahap bisa menurunkan risiko yang timbul ketika dokter mencoba menanamkan lebih banyak embrio sekaligus, hingga menghasilkan banyak kelahiran dan sering terkait dengan komplikasi.

Makalah yang diterbitkan di The New England Journal of Medicine adalah kabar baik bagi para perempuan yang ingin mencoba pembuahan in-vitro,” kata Dr. Lan Vuong, penulis utama dari kajian Vietnam.

Setelah studi sebelumnya oleh tim pakar China menunjukkan bahwa embrio beku lebih baik untuk perempuan dengan PCOS, “banyak orang yang langsung menyimpulkan bahwa kita harus selalu membekukan embrio. Beberapa program fertilitas tidak lagi melakukan transfer embrio segar lagi,” kata Dr. Christos Coutifaris dari Perlman School of Medicine di University of Pennsylvania, Philadelphia, yang tidak terlibat dalam penelitian baru.

Sekarang dua makalah, sama besarnya dan dilakukan terhadap pasien tanpa kondisi PCOS, menunjukkan dalam hal kelahiran hidup, yang menjadi perhatian kami, tidak ada bedanya,” kata dia kepada Reuters Health melalui telepon. “Jadi menerapkan aturan untuk semua orang bahwa kita harus membekukan embrio kita, mungkin tidak benar.”

Seorang dokter di klinik fertilitas Alma Res, di Roma, menyiapkan sel telur dan sperma untuk inseminasi buatan, 7 Juni 2015. (Foto:Dok)
Seorang dokter di klinik fertilitas Alma Res, di Roma, menyiapkan sel telur dan sperma untuk inseminasi buatan, 7 Juni 2015. (Foto:Dok)

​Dr. Vuong mengatakan di masa lalu, para dokter sering kali menanam lebih dari satu embrio segar pada perempuan karena khawatir penggunaan embrio beku tidak bisa bekerja dengan baik.

Fakta bahwa embrio beku yang dicairkan “memproduksi tingkat kehamilan yang sama dengan komplikasi yang lebih sedikit, harusnya mengubah cara penerapan fertilisasi in-vitro,” Vuong mengatakan kepada Reuters Health melalui email. “Setelah embrio segar dipindahkan, sisa embrio bisa dibekukan dan dipindahkan lagi satu per satu, bila diperlukan, tanpa mengurangi kemungkinan untuk hamil.”

Dr. Vuong dari University of Medicine and Pharmacy di Ho Chi Minh City dan rekan-rekannya juga menemukan bahwa perempuan dengan tingkat hormon progesteron tinggi mungkin lebih baik melakukan inseminasi buatan dengan embrio beku yang dicairkan.

Dr. Coutifaris, yang juga Presiden Masyarakat Kesehatan Reproduksi Amerika, mengatakan tingkat hormon progesteron yang lebih tinggi bisa jadi indikasi bahwa perkembangan embrio dan rahim tidak selaras. Penggunaan embrio beku yang dicairkan bisa memastikan waktu yang tepat untuk penanaman embrio.

Pada studi China, 2.157 perempuan melakukan siklus fertilisasi in-vitro untuk pertama kali, tingkat kelahiran mencapai 48,7 persen dengan embrio beku yang dicairkan dan 50,2 persen dengan embrio segar. Dokter biasanya menanam dua embrio dalam sekali percobaan.

Pada studi Vietnam yang melibatkan 782 perempuan yang menjalani inseminasi in-vitro untuk pertama atau kedua kali, tingkat kelahiran hidup setelah penanaman mencapai 33,8 persen denga embrio beku dan 31,5 persen dengan embrio segar. Dalam studi ini juga dilakukan penanaman dua embrio dalam sekali percobaan.

Di kedua studi, perbedaan tingkat kelahiran antara kedua kelompok kecil sekali, hingga kemungkinan itu terjadi karena kebetulan.

Kedua studi tidak menemukan risiko neonatal yang lebih tinggi atau komplikasi kebidanan di kedua kelompok. Namun pemindahan embrio beku menghasilkan risiko lebih rendah rahim terstimulasi secara berlebihan, yang seringkali mengakibatkan rahim membengkat dan sakit serta kemungkinan berbahaya.

“Biaya membekukan embrio sekitar 30 persen lebih mahal ketimbang biaya pemindahan embrio segar,” kata Dr. Vuong. “Tetapi, efektivitas pengobatan harus dipertimbangkan dalam keputusan mengenai mana yang lebih hemat biaya. Kami telah melakukan analisis penghematan biaya dari dua pengobatan tersebut dan menemukan bahwa membekukan embrio dan kemudian dilakukan pemindahan, tidak lebih hemat dibandingkan pemindahan embrio segar.” [fw]

XS
SM
MD
LG