Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang membidangi masalah pertahanan dan luar negeri pada Senin (2/10) menyetujui Rancangan Undang-Undang tentang Pengesahan Treaty on the Prohibition of Nuclear Weapon (traktat mengenai pelarangan senjata nuklir) dibawa ke sidang paripurna untuk disahkan menjadi undang-undang.
Dalam rapat kerja dengan Menteri Luar Negeri Retno Marsudi dan perwakilan Kementerian Pertahanan dan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia itu, Wakil Ketua Komisi I Utut Adianto mengatakan “dengan telah selesainya pembahasan terhadap RUU tentang Pengesahan Traktat Pelarangan Senjata Nuklir, serta setelah mendengarkan pendapat akhir mini fraksi dan pendapat akhir pemerintah, apakah RUU tentang Pengesahan Traktat Pelarangan Senjata Nuklir dapat kita setujui untuk selanjutnya dibawa ke pembicaraan tingkat dua pada rapat paripurna untuk disetujui sebagai undang-undang?”
Dalam kesempatan itu anggota fraksi Partai Demokrat Syarifuddin Hasan mengatakan RUU Traktat Pelarangan Senjata Nuklir sangat penting bagi Indonesia karena memberi landasan hukum yang kuat dalam mengatur pengembangan, penyimpanan, dan penggunaan senjata nuklir secara efektif.
"Menyikapi hal tersebut, maka Fraksi Partai Demokrat memahami Rancangan Undang-undang tentang Pengesahan Traktat Pelarangan Senjata Nuklir adalah hal yang sangat penting untuk mewajibkan komitmen bangsa Indonesia terhadap perdamaian global," ujarnya.
Dalam pandangan akhir pemerintah yang disampaikan oleh Menteri Luar Negeri Retno Marsudi, hingga tanggal 19 September sudah terdapat 93 dari 193 negara anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), termasuk Indonesia, yang menandatangani Traktat Pelarangan Senjata Nuklir. Dari jumlah ini, 69 negara sudah meratifikasi traktat tersebut. Retno menambahkan bahwa langkah ini merupakan wujud nyata kontribusi Indonesia untuk menciptakan dunia yang lebih damai, stabil dan bebas dari senjata nuklir
"Harapan kami tentunya pengesahan RUU (tersebut) akan menguatkan komitmen Indonesia dalam memperjuangkan dan menjaga keamanan serta perdamaian internasional sesuai amanat konstitusi, Undang-Undang Dasar 1945," ujar Retno.
Lebih jauh pemerintah meminta dukungan dan kerja sama parlemen agar RUU itu dapat diteruskan ke tahap selanjutnya, yakni dibahas dalam sidang paripurna. Retno menegaskan Asia Tenggara, yang sejauh ini masih belum aman karena adanya negara yang memiliki senjata pemusnah massal itu harus terus dijaga menjadi kawasan yang bebas senjata nuklir.
Traktat Pelarangan Senjata Nuklir (TPNW) mulai berlaku sejak 22 Januari 2021. Perjanjian internasional ini melarang negara-negara yang menandatangani traktat untuk mengembangkan, menguji coba, memproduksi, memperoleh, memiliki, menyimpan, menggunakan atau mengancam untuk memakai senjata nuklir.
Dari 69 negara yang telah meratifikasi Traktat Pelarangan Senjata Nuklir, terdapat enam negara anggota ASEAN, yakni Kamboja, Laos, Malaysia, Filipina, Thailand, dan Vietnam. Sementara Indonesia, Singapura, Brunei Darussalam dan Myanmar belum meratifikasiya.
Dalam pertemuan dengan sejumlah negara di sela-sela Sidang Majelis Umum PBB beberapa waktu lalu, Indonesia terus mendorong negara-negara meratifikasi Perjanjian Pelarangan Uji Coba Nuklir Komprehensif. Selain itu, Indonesia juga mengupayakan negara-negara pemilik senjata nuklir mengakses Zona Bebas Nuklir Asia Tenggara (SEANWFZ).
The Comprehensive Nuclear-Test-BanTreaty (CTBT) adalah perjanjian multilateral yang melarang ledakan uji coba senjata nuklir dan ledakan nuklir lainnya, baik untuk tujuan sipil maupun lingkungan. Perjanjian ini diadopsi Majelis Umum PBB pada 10 September 1996, tetapi belum berlaku karena delapan negara tertentu belum meratifikasi perjanjian tersebut.
Delapan negara dimaksud adalah China, Amerika Serikat, Pakistan, India, Israel, Korea Utara, Iran dan Mesir. Tujuh di antara negara yang belum meratifikasi itu adalah negara pemilik senjata nuklir. [fw/em]
Forum