Tautan-tautan Akses

Djoko Tjandra Ditangkap


Kabareskrim Komjen Pol. Listyo Sigit (foto: courtesy).
Kabareskrim Komjen Pol. Listyo Sigit (foto: courtesy).

Djoko Tjandra, buronan kasus pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali, ditangkap di Kuala Lumpur, Malaysia, dan diterbangkan ke Jakarta, Kamis malam (30/7).

Kabareskrim Komjen Pol. Listyo Sigit dalam keterangan pers yang diterima VOA mengatakan penangkapan dilakukan sesuai perintah Preside Joko Widodo pada Kapolri Jendral Pol. Idham Aziz. “Bapak Presiden memerintahkan untuk mencari keberadaa Djoko Tjandra di mana, untuk dituntaskan. Atas perintah tersebut Bapak Kapolri lalu membentuk tim khusus dan kemudian secara intensif mencari keberadaan Djoko,” ujar Listyo di bandara Halim Perdanakusuma ketika menanti tibanya tim yang membawa Djoko Tjandra.

Presiden Joko Widodo beberapa pekan lalu memang memerintahkan seluruh jajarannya untuk mencari keberadaan Djoko Tjandra, disusul pemanggilan empat institusi – Kepolisian, Mendagri, Kemenkumham dan Kejaksaan Agung – oleh Menkopolhukam Mahfud MD.

“Kapolri mengirim surat ke polisi Diraja Malaysia untuk bersama-sama mencari. Tadi siang didapat info yang bersangkutan, target bisa diketahui,” papar Listyo.

Tim Bareksrim Mabes Polri meluncur ke Kuala Lumpur Kamis sore. “Alhamdulillah, berkat kerjasama kami dengan polisi Diraja Malaysia, terpidana Djoko berhasil diamankan,” tambahnya.

Setibanya di bandara Halim Perdana Kusuma, Djoko Tjandra dibawa ke Bareskrim untuk penyelidikan lebih lanjut. Kabareskrim Komjen Pol. Listyo Sigit menegaskan bahwa proses penyelidikan dan penyidikan selanjutnya akan berjalan transparan dan obyektif “demi menjaga marwah dan institusi Polri.”

Djoko Tjandra Sempat Pulang ke Indonesia

Nama Djoko S. Tjandra kembali menjadi perbincangan setelah ia diketahui telah kembali berada di Indonesia. Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin dalam rapat kerja dengan Komisi III DPR 29 Juni lalu mengatakan “yang menyakitkan hati saya adalah katanya tiga bulanan dia ada di sini, baru sekarang terbukanya. Saya sudah perintahkan Jamintel [Jaksa Agung Muda Bidang Intelijen, red] ini tidak bisa terjadi lagi.” Ia mengkiritisi pihak imigrasi yang tidak mendeteksi masuknya buronan itu.

Djoko Tjandra, buronan kasus pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali (foto: courtesy).
Djoko Tjandra, buronan kasus pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali (foto: courtesy).

Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly membantah Djoko Tjandra masuk ke perbatasan Indonesia dan menyitir masuknya buronan itu lewat “jalan tikus.” Djoko S. Tjandra memang sempat masuk dalam daftar pencarian orang, tetapi menurut kuasa hukumnya Andi Putra, sebagaimana dikutip kantor berita Antara, “permohonan terakhir diajukan jaksa pada tanggal 29 Maret 2012.”

Ditambahkannya, permohonan pencegahan dari Kejaksaan Agung hanya berlaku enam bulan, artinya enam bulan setelah tanggal itu tidak ada lagi pencegahan untuk keluar dari Indonesia atau masuk ke wilayah Indonesia.

Djoko S. Tjandra ditemani kuasa hukumnya pada 8 Juni lalu diketahui mendaftarkan peninjauan kembali atau PK di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Kasus Djoko S. Tjandra Penuh Liku

Kasus hukum Djoko S. Tjandra memang berliku. Direktur PT. Era Giat Prima itu pada tahun 2000 dijerat dakwaan berlapis melakukan tindak pidana korupsi terkait pencairan tagihan Bank Bali melalui pengalihan hak tagih atau cessie, yang merugikan negara 940 miliar rupiah. Namun majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memutuskan tidak menerima dakwaan jaksa karena menilai cessie bukan perbuatan pidana, melainkan perdana. Djoko dibebaskan dari dakwaan melakukan tindak pidana dan dibebaskan dari tahanan kota.

Jaksa ketika itu mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi DKI Jakarta yang memutuskan untuk melanjutkan perkara. Namun ia kembali lolos dari jerat hukum karena pandangan yang sama dengan putusan pengadilan negeri.

Jaksa kembali mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung, yang juga ditolak dengan alasan perjanjian cessie itu murni perdana.

Delapan tahun kemudian, tepatnya pada 15 Oktober 2008, jaksa mengajukan PK terhadap putusan kasasi MA yang dinilai keliru, terlebih karena putusan terhadap Djoko S. Tjandra, Pande Lubis yang ketika itu menjabat sebagai Wakil Ketua Badan Penyehatan Perbankan Nasional BPPBN [ketika itu] dan Syahril Sabirin yang ketika itu menjabat sebagai Gubernur Bank Indonesia berbeda; padahal ketiganya diadili untuk perkara yang sama, dalam berkas terpisah. Pande sudah lebih dulu divonis empat tahun penjara, sementara beberapa tahun kemudian Djoko dan Syahril dijatuhi vonis dua tahun penjara. Sebelum putusan dieksekusi, Djoko keburu melarikan diri. [em/pp]

Recommended

XS
SM
MD
LG