Tautan-tautan Akses

Didakwa Makar, Juru Bicara KNBP Victor Yeimo Diklaim Korban Kriminalisasi


Victor Yeimo (kiri) dan pengacaranya dari LBH Papua, Emanuel Gobay (kanan). (Foto: LBH Papua/EG)
Victor Yeimo (kiri) dan pengacaranya dari LBH Papua, Emanuel Gobay (kanan). (Foto: LBH Papua/EG)

Juru bicara Komite Nasional Papua Barat (KNPB) Victor Yeimo sedang menghadapi proses hukum di pengadilan Jayapura, Papua. Banyak pihak meminta upaya ini dihentikan karena aroma kriminalisasi yang kuat. 

Pengacara juru bicara Komite Nasional Papua Barat (KNPB) Victor Yeimo Victor dari LBH Papua, Emanuel Gobay, menolak kliennya disebut sebagai pelaku makar. Ia menegaskan bahwa Victor adalah korban kriminalisasi semata.

Victor Yeimo diadili atas tuduhan makar karena menyerukan tuntutan referendum bagi Papua. Tuntutan itu dia suarakan dalam demonstrasi anti rasisme pada 19 Agustus 2019 di Jayapura. Setelah sempat buron, Victor Yeimo ditangkap 9 Mei 2021.

Rangkaian persidangan terhadap Victor Yeimo berlangsung di Pengadilan Jayapura, Papua. Dalam persidangan tersebut, Victor menyerukan masyarakat untuk melawan rasisme.

Victor Yeimo berdiskusi dengan tim pembela hukumnya. (Foto: LBH Papua/EG)
Victor Yeimo berdiskusi dengan tim pembela hukumnya. (Foto: LBH Papua/EG)

“Rasisme itu kejahatan kemanusiaan. Kejahatan luar biasa, extra ordinary crime. Jadi saya butuh dukungan semua orang yang melawan rasisme, harus mendukung sidang ini. Kita perangi rasisme bersama-sama. Tidak boleh ada rasisme di Papua, tidak boleh ada rasisme di seluruh dunia,” kata Victor dalam rekaman pernyataan yang dikirimkan Emanuel Gobay kepada VOA.

Sejumlah organisasi ham asasi manusia (HAM), seperti Human Right Watch dan Amnesty International, mengeluarkan desakan agar Victor dibebaskan, beberapa hari setelah penangkapan itu. Victor sendiri saat ini ditahan di LP Abepura, Jayapura.

Meski didakwa dalam perkara makar, Victor menyinggung persoalan rasisme. Pernyataan yang akhirnya menyeretnya ke pengadilan, memang dia ucapkan di tengah demonstrasi besar, yang terjadi di berbagai kota di Indonesia.

Aksi ini dipicu ucapan rasis ketika aparat keamanan dan sejumlah anggota organisasi kemasyarakatan, mengepung asrama mahasiswa Papua di Surabaya, yang sedang menggelar aksi pada 16 Agustus 2019.

Suasana salah satu sidang kasus makar dengan terdakwa Victor Yeimo di PN Jayapura.(Foto: LBH Papua/EG)
Suasana salah satu sidang kasus makar dengan terdakwa Victor Yeimo di PN Jayapura.(Foto: LBH Papua/EG)

Pengacara: Hentikan Kriminalisasi

Emanuel Gobay kepada VOA mengatakan terdakwa lain yang disidang dalam kasus sama, sebenarnya dibebaskan pengadilan. Karena itulah, semestinya perkara Victor juga diperlakukan sama.

“Kami meminta majelis hakim pemeriksa terdakwa Victor Frederik Yeimo segera menghentikan praktik kriminalisasi pasal makar, terhadap terdakwa Victor Yeimo,” kata Gobay.

Didakwa Makar, Juru Bicara KNBP Victor Yeimo Diklaim Korban Kriminalisasi
mohon tunggu

No media source currently available

0:00 0:02:38 0:00

Dalam peristiwa yang sama, aparat hukum telah menahan delapan orang. Enam orang, yaitu Agus Kossay, Buchtar Tabuni, Hengki Hilapok, Alexander Gobay, Irwanus Uropmabin dan Fery Kombo diadili di Pengadilan Negeri Balikpapan, Kalimantan Timur. Enam orang ini divonis kurang dari satu tahun. Satu terdakwa lagi, yaitu Franis Wasini, justru dibebaskan oleh hakim di Pengadilan Tinggi Jayapura.

Seharusnya, kata Gobay, bebasnya Franis dari segala tuduhan menandakan bahwa semua dakwaan yang dilekatkan kepada para terdakwa lain, termasuk Victor Yeimo, gugur. Seluruh terdakwa melakukan tindakan yang sama, jika salah satu divonis bebas, seharusnya yang lain pun demikian, kata Gobay.

“Karena itulah, kami juga meminta Ketua Pengadilan Negeri Klas II A Jayapura, segera hentikan proses penuntutan terhadap peristiwa hukum yang sudah berkekuatan hukum tetap, sebagaimana dalam putusan nomor 27/PID/2022/PT JAP,” papar Gobay. ‘

Gobay meminta Ketua Komisi Yudisial Republik Indonesia, segera mengawasi proses pemeriksaan perkara nomor PDM-42/JPR/Eku.2/08/2021 terhadap terdakwa Victor Fredrik Yeimo, yang saat ini disidangkan di Pengadilan Negeri Jayapura.

Victor sendiri berada dalam pendampingan Koalisi Penegak Hukum dan HAM Papua. Di dalamnya bergabung sejumlah lembaga seperti LBH Papua, PAHAM Papua, ALDP, PBH Cenderawasih, KPKC Sinode Tanah Papua, SKP Fransiskan Jayapura, Elsham Papua, Walhi Papua, Yadupa Papua dan beberapa yang lain.

Juru bicara KNPB, Victor Frederik Yeimo duduk sebagai terdakwa kasus makar di PN Jayapura.(Foto: LBH Papua/EG)
Juru bicara KNPB, Victor Frederik Yeimo duduk sebagai terdakwa kasus makar di PN Jayapura.(Foto: LBH Papua/EG)

Terkait Posisi di KNPB

Aroma kriminalisasi terhadap Victor, diduga terkait posisinya sebagai juru bicara KNPB, organisasi yang sejak lama menyerukan referendum bagi Papua.

Direktur Elsham Papua, Pendeta Matheus Adadikam menegaskan, posisi Victor tidak bisa menjadi alasan bagi aparat keamanan untuk menargetnya.

“Tidak bisa. Karena itu berkaitan dengan hak kebebasan untuk berserikat dan memberi pendapat. Dan terus terang kita alami tindakan represif yang luar biasa, ketika ada demo-demo, dan sekarang sudah lebih lebih parah lagi,” ujarnya kepada VOA.

Sejak awal, Koalisi Penegak Hukum dan HAM Papua telah meminta agar seluruh pendemo yang ditangkap, dalam aksi demonstrasi merespon tindak rasisme di Surabaya, dibebaskan. Desakan itu diperkuat dengan vonis pengadilan terhadap tujuh orang selain Victor. Para saksi yang dihadirkan ke pengadilan oleh jaksa, tidak dapat menguatkan dakwaan yang diarahkan kepada para terdakwa.

“Kalau kita lihat, antara bukti yang diajukan para saksi, yang dituduhkan kepada mereka, jauh api dari panggang. Mereka tidak lihat, tapi omongnya melihat. Ternyata di persidangan dikejar hakim, itu tidak terbukti,” papar Matheus.

Victor Yeimo juga diyakini ditangkap bukan karena orasi yang dia sampaikan di tengah aksi demonstrasi, tetapi lebih karena pernyataan-pernyataannya sebelum itu.

Masyarakat Papua, lanjut Matheus, sudah kenyang dengan proses peradilan yang akhirnya selalu merugikan mereka.

Victor Yeimo dalam persidangan di PN Kelas IA Jayapura. (Foto: Courtesy/Gustav Kawer)
Victor Yeimo dalam persidangan di PN Kelas IA Jayapura. (Foto: Courtesy/Gustav Kawer)

“Sudahlah, masyarakat ini sudah terlalu muak dengan proses-proses hukum yang sedang berlangsung,” ujarnya.

Dia memberi contoh, persidangan kasus pelanggaran HAM berat Paniai di Makassar berakhir dengan bebasnya terdakwa. Sementara persidangan kasus mutilasi empat warga Papua, yang menghadirkan pelaku dari anggota TNI justru berlangsung mengecewakan. Tuntutan 4 tahun yang baru saja disampaikan oditur militer di Pengadilan Militer III Jayapura, dinilai Matheus tidak memberikan keadilan bagi keluarga korban.

Matheus mempertanyakan komitmen Presiden Jokowi dalam penyelesaian kasus-kasus pelanggaran HAM berat, khususnya di Papua, melihat perkembangan yang terjadi. [ns/ah]

Forum

Recommended

XS
SM
MD
LG