Tautan-tautan Akses

Corona Datang, Petani Mawar Tak Lagi Raup Keuntungan


Lahan pertanian tanaman bunga mawar di Desa Bulukerto, Kecamatan Bumiaji, Kota Batu, Jawa Timur. (Foto: VOA/ Petrus)
Lahan pertanian tanaman bunga mawar di Desa Bulukerto, Kecamatan Bumiaji, Kota Batu, Jawa Timur. (Foto: VOA/ Petrus)

Kota Batu dikenal sebagai kota wisata dan kota bunga. Beraneka jenis bunga dikirim dari kota ini ke berbagai daerah di Indonesia, guna memenuhi berbagai kebutuhan. Perebakan virus corona ikut mematikan sektor usaha bunga potong dan bunga hias, karena sejumlah daerah melarang berbagai aktivitas yang mendatangkan banyak orang, serta membatasi lalu lintas kendaraan dari luar daerah.

Hamparan tanaman bunga mawar terbentang di lahan seluas 1.500 meter persegi, di depan Balai Desa Bulukerto, Kecamatan Bumiaji, Kota Batu. Ini hanya sebagian kecil dari lima hektare lahan bunga mawar di desa itu, dan puluhan hektare lahan bunga mawar di desa-desa tetangganya.

Bunga mawar menjadi salah satu komoditas unggulan di Kecamatan Bumiaji, Kota Batu, yang laku dijual tidak hanya di kota-kota di Jawa Timur, melainkan juga sampai Jakarta, Yogyakarta, kota-kota di Jawa Tengah, hingga Bali.

Namun, hamparan tanaman bunga mawar tampak berbeda, karena banyak kuntum bunganya yang mulai menghitam, bahkan ada yang membusuk di tangkainya. Bunga-bunga mawar ini adalah bunga potong yang tidak dapat dipanen karena berhentinya sejumlah aktivitas perekonomian akibat perebakan virus corona.

Lahan pertanian tanaman bunga mawar di Desa Bulukerto, Kecamatan Bumiaji, Kota Batu, menunggu layu dan membusuk karena tidak ada pemesan bunga selama pandemi corona. (Foto: VOA/ Petrus)
Lahan pertanian tanaman bunga mawar di Desa Bulukerto, Kecamatan Bumiaji, Kota Batu, menunggu layu dan membusuk karena tidak ada pemesan bunga selama pandemi corona. (Foto: VOA/ Petrus)

Kepala Desa Bulukerto, Suwantoro, mengatakan bahwa tanaman bunga mawar ini memang dibiarkan membusuk, karena tidak ada pelanggan yang memesan setelah berbagai kegiatan yang mendatangkan banyak orang seperti pernikahan dan upacara keagamaan ditiadakan.

“Saat ada Covid kita tidak bisa kirim karena kebanyakan untuk bunga mawar ini, chanelnya yang banyak itu ke Bali, ke Bali itu kan tidak boleh masuk, akhirnya dampaknya ya ini (bunganya membusuk), sampai seluas ini tidak bisa terkirim. Ke Bali itu ya ada kalau hari-hari besar itu memang sangat laku, yang begitu ramai itu biasanya untuk dekorasi. Nah, sekarang ini, ada Covid ini ya tidak diperbolehkan (buat acara keramaian).”

Sebelum virus corona menyebar luas di seluruh wilayah Indonesia. Bunga mawar potong dari Kecamatan Bumiaji, khususnya dari Desa Bulukerto, banyak yang merambah pasar-pasar bunga di berbagai daerah, terutama Pulau Dewata Bali. Suwantoro mengaku mampu meraup keuntungan minimal 5 hingga 6 juta rupiah setiap bulannya, dari menjual bunga mawar yang ditanamnya.

Sedangkan Hidayat, petani bunga mawar dari Desa Bulukerto, mengaku mampu mendapatkan keuntungan setiap bulannya hingga Rp. 40 juta untuk lahan satu hektare. Setiap kuntum bunga mawar dihargai antara 1.000 hingga 2.000 rupiah. Sedangkan lahan satu hektare dapat menghasilkan sekitar 12.000 kuntum bunga mawar.

“Satu hektare itu bisa di angka sekitar, bersih itu di angka Rp. 40 juta, dipotong sudah biaya pestisida, tenaga kerja, dan lain sebagainya,” jelasnya.

Kini bunga-bunga mawar aneka warna itu dibiarkan menghitam dan membusuk di tangkainya. Menurut Hidayat, kuntum bunga mawar itu sengaja tidak dipotong untuk mencegah tumbuhnya tunas baru. Biaya perawatan dan pemotongan bunga mawar jauh lebih besar, sementara pemesanan berkurang hingga 80 persen.

“Dibiarkan membusuk itu gunakanya untuk menahan, menahan tunas yang baru. Kalau dipotong, tunas baru muncul, takutnya bulan depan ini masih Covid belum reda, nanti membuang lagi (bunganya). Kalau dibiarkan berbentuk bunga, kan tunasnya sedikit tertahan, tujuannya untuk menahan waktu saja. Dibiarkan sampai habis, karena biaya perawatan bunga mawar itu lebih tinggi dari (tanaman) buah dan sayur,” imbuhnya.

Hidayat mengungkapkan, dampak adanya virus corona sangat dirasakan para petani bunga potong dan bunga hias di Kota Batu. Diantara petani bunga hias ada yang beralih menjadi petani sayur dan buah, di mana jenis itu juga mengalami penurunan meski tidak sebesar bunga mawar. Petani bunga mawar, kata Hidayat, memilih menunggu situasi kembali normal, meski tidak tahu sampai kapan akan berakhir. Mengganti ke tanaman lain akan lebih menyulitkan dan mahal biayanya, bila nantinya harus kembali ke bunga mawar.

Sebagian bunga mawar asal Desa Bulukerto, Kecamatan Bumiaji, Kota Batu, yang masih dapat dijual. (Foto: VOA/Petrus)
Sebagian bunga mawar asal Desa Bulukerto, Kecamatan Bumiaji, Kota Batu, yang masih dapat dijual. (Foto: VOA/Petrus)

Saat ini, para petani bunga mawar berharap bantuan pemerintah atau pihak swasta, agar dapat memanfaatkan bunga mawar yang tidak laku terjual menjadi minyak atsiri, yang dapat dimanfaatkan oleh industri kosmetik.

“Mungkin kalau untuk giat percontohan, kami ya sangat siap apabila kami dari tim relawan desa diberi kewenangan, ataupun diberi bantuan dalam bentuk alat penyulingan atsiri, karena kebutuhan atsiri untuk kosmetik san lain sebagainya itu kan masih sangat terbuka luas,” jelas Hidayat.

Kepala Desa Bulukerto, Suwantoro juga telah mengajukan permintaan bantuan peralatan pembuat teh mawar kepada pemerintah daerah, namun hingga kini belum terlaksana. Suwantoro berharap, bunga mawar asal desanya dapat tetap memberi keuntungan, meski harumnya tidak lagi dapat dirasakan seperti sebelum ada virus corona.

“Kita juga pengajuan untuk minuman teh, teh mawar kan bisa. Tapi dengan Covid ini kan belum bisa diajukan karena mendadak, karena belum ada dari pemerintah pun, kami mengajukan belum ada solusi untuk pembuatan teh itu, teh dari mawar itu kan perlu proses, perlu ada alat-alat untuk memproses bunga tersebut,” kata Suwantoro. [pr/em]

Recommended

XS
SM
MD
LG