Tautan-tautan Akses

CDC AS Cabut Pedoman Mengenai Penyebaran Covid-19


Kantor pusat Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) di Atlanta, Georgia, AS. (Foto: dok).
Kantor pusat Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) di Atlanta, Georgia, AS. (Foto: dok).

Sementara AS mendekati catatan 200 ribu kematian akibat virus corona, badan kesehatan utama pemerintah mendadak menyingkirkan informasi dari situsnya di Internet mengenai cara penularan virus itu.

Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS (CDC) menerbitkan pedoman pada Jumat lalu yang menunjukkan virus dapat menyebar melalui partikel-partikel kecil di udara yang disebut aerosol, dalam jarak jauh. Tetapi CDC mendadak menyingkirkan pedoman itu hari Senin (21/9), kembali ke sikap awalnya bahwa virus corona menyebar terutama antara orang-orang yang berdiri dalam jarak 1,8 meter satu sama lain, dan terutama melalui tetesan kecil yang dihasilkan karena berbicara, bernapas, batuk atau bersin.

Dr. Jay Butler, wakil direktur CDC untuk penyakit menular, mengatakan, pembaruan itu keliru diunggah sebelum menjalani peninjauan teknis yang tepat.

Metode penularan Covid-19 menjadi bahan perdebatan sengit di kalangan pakar kesehatan selama berbulan-bulan. Pada Juli lalu, lebih dari 200 ilmuwan dari 30 lebih negara menerbitkan surat terbuka kepada Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yang mendesak organisasi itu agar mempertimbangkan bukti bahwa virus itu dapat menyebar melalui transmisi lewat udara.

CDC juga diawasi dengan cermat karena mengubah pedomannya mengenai siapa yang perlu menjalani tes. CDC bulan lalu menyatakan orang-orang tanpa gejala tidak perlu dites apabila mereka sebelumnya dalam kontak dekat dengan orang yang terjangkit, mengubah saran terdahulu agar siapapun yang berhubungan dengan orang yang terjangkit harus dites. Tetapi setelah terungkap bahwa perubahan itu didorong oleh gugus tugas virus corona Gedung Putih, CDC berbalik lagi ke sikap sebelumnya.

WHO, Senin (21/9) mengumumkan bahwa 156 negara akan ambil bagian dalam prakarsa global untuk membuat, memproduksi dan mendistribusikan vaksin bagi Covid-19 secara merata.

Dirjen WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus mengatakan 64 negara kaya telah setuju untuk ambil bagian dalam Fasilitas Akses Global Vaksin Covid-19, COVAX, suatu proyek bersama yang dilakukan WHO, Koalisi bagi Inovasi Kesiagaan Epidemi serta Gavi, The Vaccine Alliance, sebuah organisasi yang didirikan Bill dan Melinda Gates untuk mengimunisasi anak-anak di negara-negara termiskin.

Prakarsa ini bertujuan untuk mengirim hingga 2 miliar dosis vaksin yang aman dan efektif di seluruh dunia pada akhir 2021, yang pada awalnya menarget 3 persen populasi negara-negara partisipan, yaitu untuk para petugas layanan kesehatan dan mereka yang berisiko tinggi terjangkit penyakit itu, dengan tujuan lebih jauh untuk mencegah sejumlah kecil negara menimbun vaksin itu. “Kita tenggelam atau kita berenang bersama,” lanjutnya.

Tidak ada dalam daftar negara partisipan adalah AS, China dan Rusia. AS sebelumnya mengumumkan tidak akan ambil bagian dalam COVAX karena peran utama WHO dalam upaya itu. Presiden Donald Trump menarik AS dari WHO pada Juli lalu, setelah mengatakan WHO keliru menangani wabah dan memperlihatkan keseganan terhadap China, di mana virus itu pertama kali dideteksi akhir tahun lalu.

Pemerintahan Trump meluncurkan sendiri prakarsa vaksin Covid-19-nya yang disebut Operation Warp Speed, yang bertujuan menyediakan 300 juta dosis vaksin yang berizin pada Januari mendatang. Prakarsa tersebut telah membagikan miliaran dolar ke beberapa perusahaan farmasi untuk mengembangkan, memproduksi dan menguji coba vaksin potensial.

Rusia dan China juga meluncurkan program pembuatan vaksin virus corona mereka sendiri. [uh/ab]

XS
SM
MD
LG