Tautan-tautan Akses

Jumlah Kematian akibat Virus Corona di AS Hampir 200 Ribu


Angelica Mendez, 48, menengok ibunya, Catalina Salazar, 86, yang berjuang melawan Covid-19 di United Memorial Medical Center di Houston, Texas, 8 September 2020. Catalina meninggal pada hari yang sama. (Foto: Reuters)
Angelica Mendez, 48, menengok ibunya, Catalina Salazar, 86, yang berjuang melawan Covid-19 di United Memorial Medical Center di Houston, Texas, 8 September 2020. Catalina meninggal pada hari yang sama. (Foto: Reuters)

Para pejabat yang memantau pandemi virus corona mengatakan Amerika Serikat mendekati tonggak sejarah dengan 200 ribu kematian akibat penyakit itu.

Data dari Johns Hopkins University menunjukkan per Senin (21/9) malam, Amerika mencatat lebih dari 6,8 juta kasus, dengan 199.770 kematian atau terbanyak dari negara mana pun. Peningkatan kasus baru-baru ini dikaitkan dengan pembukaan kembali sekolah dan perguruan tinggi di beberapa negara bagian.

Menurut data Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika (Centers for Disease Control and Prevention/CDC), lebih tiga perempat dari semua kematian itu, terjadi pada orang berusia 65 tahun atau lebih.

Di Eropa, negara-negara di seluruh benua itu memberlakukan pembatasan baru seiring meningkatnya kasus virus corona.

Inggris melaporkan 4.368 kasus baru Covid-19 pada Senin (21/9), sementara kasus virus corona di sana mendekati 400 RIBU. Chris Witty, kepala petugas medis Inggris, dan Patrick Vallance, kepala penasihat ilmiah, Senin (21/9), mengumumkan negara itu "menuju arah yang salah" dan telah mencapai "titik kritis".

Di Prancis, di mana jumlah kasus melonjak dalam beberapa pekan ini, pejabat kesehatan membuka pusat pengetesan baru di Paris.

Italia, Senin (21/9), mengumumkan akan mewajibkan tes Covid-19 bagi orang yang kembali dari Paris dan beberapa bagian lain Prancis.

Pihak berwenang di ibu kota Spanyol, Madrid, Senin (21/9), mulai melarang orang keluar masuk kawasan yang menerapkan lockdown sebagian guna menghentikan penyebaran virus.

Pandemi juga berdampak pada pengungsi dunia. Survei baru yang dirilis Dewan Pengungsi Norwegia (NRC), Senin (21/9), menunjukkan hampir 80 persen orang yang mengungsi akibat konflik kehilangan pekerjaan atau pendapatan sejak awal wabah.

Survei terhadap lebih 1.400 responden di 14 negara, termasuk Afghanistan, Kolombia, Irak, dan Venezuela, NRC mendapati, sekitar 70 persen mengatakan harus mengurangi jumlah makanan untuk rumah tangga mereka, sedangkan 73 persen kemungkinan tidak akan menyekolahkan anak karena kesulitan ekonomi.[ka/pp]

XS
SM
MD
LG