Tautan-tautan Akses

Caleg Perempuan Didorong Berani Perjuangkan Nasib Perempuan


Para Caleg perempuan beserta para panelis dalam acara "Diskusi “Perempuan Bersuara! Dialog Caleg Perempuan Merespons Agenda Politik Keterwakilan Perempuan di Pemilu 2019,” di Jakarta, Minggu (3/3) (Foto: VOA/Ghita)
Para Caleg perempuan beserta para panelis dalam acara "Diskusi “Perempuan Bersuara! Dialog Caleg Perempuan Merespons Agenda Politik Keterwakilan Perempuan di Pemilu 2019,” di Jakarta, Minggu (3/3) (Foto: VOA/Ghita)

Indonesia akan menggelar pesta demokrasi yaitu pilpres dan pileg. Para caleg perempuan kerap menjadi sorotan, apakah pencalonan kaum hawa ini hanya sekedar untuk meraup suara parpol masing-masing atau memang mereka benar-benar akan memperjuangkan kepentingan seluruh kaum perempuan di Indonesia.

Pemasalahan kaum hawa di Indonesia masih sangat beragam. Budaya patriarki yang masih kental di Indonesia membuat kaum perempuan kerap didiskriminasi, yang tak jarang merenggut nyawa.

UU Pekerja Rumah Tangga yang belasan tahun mandek, serta RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS) yang tidak kunjung disahkan, menjadi contoh betapa sulitnya membuat undang-undang yang dapat melindungi kaum perempuan.

Melihat fenomena ini, menjelang pilpres dan pileg nanti para calon anggota legislatif (caleg) perempuan diharapkan dapat berjuang dan berani menyuarakan hal-hal yang terkait isu perempuan, agar keseteraan gender serta hak dan perlindungan kaum perempuan dapat dijamin oleh negara.

Dalam Diskusi “Perempuan Beruara! Dialog Caleg Perempuan Merespons Agenda Politik Keterwakilan Perempuan di Pemilu 2019,” di Jakarta, Minggu (3/3) caleg Partai Golkar Christina Aryani mengatakan kalau dirinya terpilih, ia ingin mengawal tidak hanya kepentingan perempuan saja, namun juga kepentingan dan perlindungan anak dan kaum marginal. Mengawal proses legislasi dan pembuatan pasal juga undang-undang akan menjadi fokusnya. Menurutnya, masih banyak undang-undang yang justru tidak berpihak kepada kaum-kaum yang disebutkan tadi.

"Terkait dengan hak perempuan dan anak, yang akan saya lakukan adalah menjaga narasi pasal rancangan UU yang merugikan perempuan, anak, kaum marginal, sebagai contoh rancangan UU hukum pidana kemarin itu, banyak sekali pasal-pasal yang berpotensi mengkriminalisasi perempuan, contoh, tidak bisa menunjukkan akte perkawinan di pidana, menunjukkan alat kontrasepsi pada temennya di pidana, ini kan berat sekali. Kayaknya semua orang masuk penjara kalau begitu," ungkap Christina.

Christina Aryani dan beberapa caleg perempuan juga menaruh perhatian besar pada undang-undang yang dinilai masih belum berpihak pada perempuan, dan RUU yang selama ini mandek, antara lain : UU PRT, RUU PKS, Perkawinan Anak, UU pelindungan Buruh Migran dan lain-lain.

Dalam kesempatan yang sama, caleg PDI-Perjuangan Nuraini mengakui tidak mudah untuk bisa bersuara di parlemen dengan situasi politik di Indonesia yang cenderung masih patriarki. Tak jarang, ujarnya, anggota legislatif perempuan menjadi melempem dan tidak melanjutkan perjuangan khususnya dalam memperjuangkan isu perempuan tersebut. Maka dari itu hal tersebut merupakan pekerjaan rumah para caleg perempuan ketika nanti mendapatkan kursi di DPR.

Suara kita harus didengar sehingga tidak menjadi pemanis hanya untuk memenuhi kuota keterwakilan caleg perempuan parpol 30 persen, tegas Nuraini.

"Sekarang bagaimana kita membangun kesadaran kita,setelah terpilih menjadi anggota legislatif, kesadaran akan membentuk keberpihakan kita, kalau si anggota legislatif sudah punya kesadaran bahwa oh iya saya masuk untuk membela, untuk membangun kekuatan perempuan disana maka tentu saja punya keberanian, keberpihakan, ketika kita punya keberpihakan, kita akan punya keberanian, termasuk untuk bersuara, tidak mudah memang kemudian menyela anggota legislatif laki-laki yang demikian dominan, yang kemudian panggung politik itu milik mereka, tapi itu adalah tanggung jawab kita semua," ujarnya.

Melihat visi dan misi daripada caleg perempuan tersebut peneliti politik dan gender Dr. Ani Soetjipto menaruh harapan besar, agar para caleg perempuan dapat merubah situasi dan kondisi yang dialami kaum hawa di tanah air, yang tidak diperoleh dari anggota legislatif

perempuan pada periode-periode sebelumnya. Apalagi tantangannya jauh lebih berat pada masa sekarang ini dengan banyaknya penyebaran hoaks, politik identitas, politik yang terpecah belah hanya karena berbeda pilihan capres dan cawapres. Ani berharap, para perempuan yang dikatakannya tangguh ini dapat mengatasi itu semua, jika terpilih nanti.

"Kalau kita melihat efektivitas itu ukurannya apa ya? Yang pertama kalau kita melihat adanya kehadiran si perempuan itu sebagai anggota parlemen ya kita seneng, dari gada menjadi ada, tetapi keberhasilan dalam menjalankan fungsi-fungsi apakah legislasi, anggaran atau pengawasan itu masih harus banyak PR nya, kerja keras, rakyat belum terlalu merasakan. Itu yang sekarang harus kita dorong kalau bicara tentang kuota perempuan kita tidak hanya bicara angka, tetapi adalah substansi representation, bagaimana perempuan anggota DPR itu efektif bisa menyuarakan aspirasi masyarakat, aspirasi perempuan dan bagaimana dia bisa menjadi petarung dan merubah politik yang ada di parlemen itu, lebih memihak kepada kelompok marginal, perempuan dan seterusnya," kata Ani.

Caleg Perempuan Didorong Berani Perjuangkan Nasib Perempuan
mohon tunggu

No media source currently available

0:00 0:05:31 0:00

Sementara itu, Direktur Ekskutif Kapal Perempuan Misiyah mengatakan dari paparan visi dan misi para caleg perempuan ada beberapa yang sudah siap dan tidak siap untuk duduk di kursi DPR RI nanti. Meski begitu, menurut Misiyah, yang paling terpenting adalah ketika nanti sudah terpilih para caleg perempuan ini harus berani dengan lantang menyuarakan isu-isu perempuan karena butuh perjuangan yang sangat keras akan hal itu. Kompleksitas dan sensitiftas isu-isu yang menyangkut kaum hawa ini menjadikan para caleg harus berada di garda terdepan untuk memperjuangkan hal tersebut.

"Pertama keberanian mereka untuk menyuarakan isu-isu perempuan dan perspektif perempuan yang utama, kalau yang urgent satu kalau soal pekerja, atau ketenagakerjaa, tenaga kerja informal itu minim dan sepi dari perhatian, PRT RUU nya hampir 14 tahun mangkrak di DPR, ya kalau mereka gak punya concern seperti sebelumnya dan juga gak berani, ada yang punya concern tapi benturannya terlalu keras, nah keberanian untuk melawan benturan yang sangat keras itu lah yang musti ditumbuhkan pada legislatif perempuan karena isu perempuan ini isu yang keras, keras perjuangannya," pungkas Misiyah.(gi/em)

Recommended

XS
SM
MD
LG