Tautan-tautan Akses

BPK Butuh Waktu 2 Bulan Hitung Kerugian Negara Akibat Jiwasraya


Gedung Jiwasraya di Jalan H. Juanda, Jakarta. (Foto: Kementerian BUMN)
Gedung Jiwasraya di Jalan H. Juanda, Jakarta. (Foto: Kementerian BUMN)

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyimpulkan ada penyimpangan dalam pengumpulan dana dari produk saving plan (tabungan rencana) dan penempatan investasi dalam bentuk saham dan reksadana yang dilakukan PT Asuransi Jiwasraya.

Ketua BPK Agung Firman Sampurna mengatakan ada kerugian negara yang diakibatkan pengumpulan dana dan penempatan investasi yang dilakukan PT Asuransi Jiwasraya. Kendati demikian, BPK membutuhkan waktu sekitar dua bulan untuk menghitung nilai kerugian negara melalui pemeriksaan investigatif.

Penghitungan kerugian negara ini dibutuhkan Kejaksaan Agung untuk mengungkap kasus dugaan korupsi di perusahaan pelat merah tersebut. Kejagung sudah menyampaikan permintaan penghitungan kerugian negara ini kepada BPK sejak 30 Desember 2019 lalu.

"Permintaan tersebut kemudian ditindaklanjuti dengan pemaparan oleh pihak Kejaksaan Agung kepada BPK. Dari hasil pemaparan tersebut BPK menyimpulkan terjadi penyimpangan (perbuatan melawan hukum) dalam pengumpulan dana dari produk Saving Plan maupun penempatan investasi dalam bentuk saham dan reksadana yang mengakibatkan adanya kerugian negara," jelas Agung Firman Sampurna dalam konferensi pers di kantor BPK, Jakarta, Rabu (8/1).

Agung menambahkan lembaganya juga sedang melakukan pemeriksaan investigatif terhadap Jiwasraya atas permintaan DPR pada 20 November 2019 lalu. Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengungkap ada tidaknya indikasi kecurangan, kerugian negara dan unsur pidana dalam pengelolaan perusahaan.

Ketua BPK Agung Firman Sampurna (tengah) dan Jaksa Agung ST Burhanuddin (kedua dari kanan) saat menggelar konferensi pers bersama di kantor BPK, Jakarta, Rabu, 8 Januari 2020. (Foto: VOA/Sasmito)
Ketua BPK Agung Firman Sampurna (tengah) dan Jaksa Agung ST Burhanuddin (kedua dari kanan) saat menggelar konferensi pers bersama di kantor BPK, Jakarta, Rabu, 8 Januari 2020. (Foto: VOA/Sasmito)

Di samping itu, BPK juga sudah pernah melakukan pemeriksaan terhadap perusahaan pelat merah ini sebanyak dua kali yakni pada 2016 dan 2018. Hasil pemeriksaan pada 2016, menunjukkan tidak ada kajian yang memadai dalam penempatan saham di beberapa perusahaan dan kurang optimal dalam pengawasan reksadana.

Temuan tersebut kemudian ditindaklanjuti dengan pemeriksaan investigatif pada 2018 yang hasilnya menunjukkan adanya penyimpangan yang berindikasi kecurangan pengelolaan saving plan dan investasi.

Menurut Agung, BPK sudah memberikan sejumlah rekomendasi kepada PT AJS terkait temuan tersebut, seperti meminta manajer investasi Jiwasraya untuk mengalihkan saham yang kurang baik ke saham yang berkinerja baik. Kata Agung, rekomendasi tersebut juga sudah dilakukan Jiwasraya pada 2016, namun kesalahan tersebut diulang kembali oleh mereka.

"Jadi begitulah, paham ya. Masalahnya A, kita temukan, kamu perbaiki. Diperbaiki masalahnya, tapi dia lakukan kembali," tambahnya.

Sementara Jaksa Agung ST Burhanuddin mengatakan telah memeriksa 98 orang saksi dalam kasus dugaan korupsi Jiwasraya dan menggeledah 13 tempat. Menurutnya, Kejagung tidak ingin gegabah dalam menetapkan tersangka karena masih menunggu hasil pemeriksaan BPK. Meskipun, kata dia, hasil pemeriksaan tersebut sudah mengindikasikan adanya perbuatan melawan hukum dalam kasus ini.

"Tolong beri kesempatan kami di sini. Kenapa? Transaksi yang terjadi itu hampir 5.000 transaksi lebih. Dan itu memerlukan waktu, saya tidak ingin gegabah. Dan BPK sangat membantu dalam pengungkapan. Kami ingin siapa yang paling bertanggung jawab dalam kasus ini," jelas Burhanuddin.

Burhanuddin menambahkan belum akan memeriksa Rini Soemarno yang menjabat Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) kala kasus Jiwasraya terungkap ke publik. Menurutnya, Kejagung masih fokus terhadap saksi-saksi yang berkaitan langsung dengan dugaan tindak pidana korupsi ini terlebih dahulu.

BPK Butuh Waktu 2 Bulan Hitung Kerugian Negara Akibat Jiwasraya
mohon tunggu

No media source currently available

0:00 0:03:06 0:00

Kasus Jiwasraya mulai tercium publik saat perusahaan mengumumkan tidak dapat membayar klaim polis jatuh tempo nasabah produk Saving Plan sebesar Rp802 miliar. Tidak hanya itu, rasio kecukupan modal yang menunjukkan kesehatan keuangan Jiwasraya juga minus hingga 850 persen. Padahal Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengharuskan modal minimum yang harus dipenuhi perusahaan asuransi adalah 20 persen.

Direktur Utama Hexana Tri Sasongko menjelaskan perusahaan membutuhkan Rp32,89 triliun untuk memenuhi rasio kecukupan modal. Selain itu, aset Jiwasraya yang tercatat Rp23,26 triliun juga tidak sebanding dengan kewajiban persero yang mencapai Rp50,5 triliun.

Kementerian BUMN kemudian melaporkan kasus Jiwasraya ke Kejagung untuk mengetahui ada tidaknya tindak pidana pada November 2019. Kejagung telah melakukan pencegahan dan tangkal ke luar negeri terhadap 10 orang terkait kasus ini yang diduga dalam pengelolaan keuangan dan dana investasi Jiwasraya pada akhir Desember lalu. [sm/uh]

Recommended

XS
SM
MD
LG