Tautan-tautan Akses

Banyuwangi Tampilkan 1.173 Penari di Festival Gandrung Sewu


Kemeriahan Festival Gandrung Sewu di Banyuwangi, Jawa Timur, 20 Oktober 2018. (Foto courtesy: Blambangan FM Banyuwangi Radio).
Kemeriahan Festival Gandrung Sewu di Banyuwangi, Jawa Timur, 20 Oktober 2018. (Foto courtesy: Blambangan FM Banyuwangi Radio).

Sebanyak 1.173 penari memeriahkan Festival Gandrung Sewu di Banyuwangi, Jawa Timur, Sabtu (20/10), meski penyelenggaraannya sempat ditolak Front Pembela Islam (FPI) yang mengaitkan hal itu dengan bencana.

Banyuwangi, salah satu kabupaten yang sedang bangkit di Jawa Timur, hari Sabtu (20/10) menggelar Festival Gandrung Sewu. Seribu seratus tujuh puluh tiga penari memeriahkan festival yang dilangsungkan di Pantai Boom Banyuwangi.

Tema besar festival tahun ini adalah “Layar Kemendung,” yang menampilkan kisah heroism bupati pertama Banyuwangi, Raden Mas Alit, ketika menentang pendudukan Belanda. “Raden Mas Alit gugur dalalm ekspedisi pelayaran dan menimbulkan kesedihan atau kumendung bagi rakyat Banyuwangi,” demikian ujar Mamiek Yuniantri, salah seorang warga kepada VOA.

Sejarah Indonesia mencatat tarian ini memang merupakan bagian tidak terpisahkan dari strategi melawan penjajahan. Oleh karena itu Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menetapkan tarian ini sebagai Warisan Budaya Bukan Benda.

Tari Gandrung, Bentuk Rasa Syukur Setelah Panen

“Tari Gandrung” adalah kesenian asli yang lahir dan berkembang di Banyuwangi sebagai bentuk rasa syukur warga setelah panen. Gandrung yang berarti terpesona atau kekaguman yang luar biasa, dijadikan nama tarian untuk melambangkan kekaguman warga Blambangan pada Dewi Sri, yang dikenal sebagai Dewi Padi. Filosofi penghormatan pada Dewi Sri ini yang mendorong warga mempertahankan dan melestarikan “Tari Gandrung.”

Awalnya tarian ini dibawakan oleh penari laki-laki dengan dandanan perempuan. Tetapi seiring berkembangnya Islam di daerah ini yang menabukan laki-laki berdandan seperti perempuan, “Gandrung Lanang” – julukan bagi penari laki-laki dulu – mulai hilang. Kini tarian itu umumnya dibawakan oleh perempuan.

Para penari memeriahkan Festival Gandrung Sewu di Banyuwangi, Jawa Timur, Sabtu, 20 Oktober 2018. (FotoCourtesy : Radio Blambangan FM Banyuwangi.)
Para penari memeriahkan Festival Gandrung Sewu di Banyuwangi, Jawa Timur, Sabtu, 20 Oktober 2018. (FotoCourtesy : Radio Blambangan FM Banyuwangi.)

Menteri Pariwisata Arif Yahya, ketika membuka Festival Gandrung Sewu, mengatakan pagelaran ini sudah masuk dalam salah satu acara paling dinantikan di tingkat nasional.

Selain diramaikan oleh 1.173 penari, ada pula 64 penampil fragmen dan 65 pemusik yang memeriahkan festival ini.

FPI Tolak Penyelenggaraan Festival Gandrung Sewu

Sebelumnya Dewan Pengurus Wilayah Front Pembela Islam DPW FPI di Banyuwangi pada 11 Oktober lalu, sempat mengeluarkan pernyataan sikap menolak penyelenggaraan festival ini, dengan mengasumsikan festival itu sebagai kemaksiatan.

“Akhir-akhir ini kita semua diuji. Ada gempa bergilir, gunung meletus, lahar, tsunami, lumpur.. ya intinya nasehat lah.. Banyuwangi dekat pantai, sudah pengalaman kena tsunami. Kami hanya ingin memberi nasehat, tidak akan melakukan penertiban, hanya aksi moral,” ujar Ketua DPW FPI Banyuwangi Agus Iskandar sebagaimana dikutip media-media di Indonesia. Lebih jauh diakuinya bahwa bencana gempa dan tsunami muncul karena pertemuan dua lempeng bumi, tetapi tetap menyerukan agar “masyarakat tidak lagi melakukan maksiat di muka bumi.”

Festival Gandrung Sewu Ikut Dorong Perekonomian Lokal

Festival Gandrung Sewu yang dipersiapkan sejak lama dan menarik perhatian wisatawan dalam dan luar negeri, terbukti berdampak positif pada perekonomian lokal. “Ribuan warga menikmati berkah ekonominya, mulai dari warung, jasa transportasi, restoran, hotel, homestay, sampai usaha kecil dan menengan (UKM) yang menjadi produsen oleh-oleh,” ujar Mamiek Yuniantri.

Hal senada disampaikan Aminah, warga Mandar berusia 36 tahun. “Saya senang sekali Mbak karena dapat berkah dari digelarnya festival ini. Pasalnya saya membuka lahan pakir untuk kendaraan wisatawan dan masyarakat yang ingin menonton pagelaran itu.”

Sementara Ayu Anugrah, warga berusia 20 tahun, mengatakan sangat senang datang menyaksikan langsung festival ini “karena menceritakan tentang perjuangan warga kami melawan penjajah di bumi Blambangan.” “Saya berharap festival ini terus digelar di tahun-tahun mendatang,” tambahnya.

Menteri Pariwisata Arif Yahya didampingi Bupati Banyuwangi, Abdullah Azwar Anas, membuka Festival Gandrung Sewu di Banyuwangi, Jawa Timur, 20 Oktober 2018. (Foto courtesy: Radio Blambangan FM Banyuwangi).
Menteri Pariwisata Arif Yahya didampingi Bupati Banyuwangi, Abdullah Azwar Anas, membuka Festival Gandrung Sewu di Banyuwangi, Jawa Timur, 20 Oktober 2018. (Foto courtesy: Radio Blambangan FM Banyuwangi).

Banyuwangi, Kabupaten Paling Rajin Gelar Acara Wisata

Dalam pidatonya, Menteri Pariwisata Arief Yahya mengatakan Banyuwangi telah menjadi penyelenggara acara wisata terbanyak di Indonesia, termasuk menjadi salah satu tujuan wisata utama yang ikut mendukung Pertemuan Tahunan Dana Moneter Internasional IMF dan Bank Dunia minggu lalu.

“Beberapa di antara acara di Banyuwangi ini masuk dalam skala nasional, seperti Banyuwangi Ethno Carnival dan International Tour de Banyuwangi,” ujarnya. Khusus untuk Festival Gandrung Sewu, ia mengibaratkannya sebagai festival “camera-genic” yang memuat tiga unsur : nilai budaya, nilai komunikasi dan nilai komersil. [em]

*Laporan ini merupakan hasil kerjasama dengan Radio Blambangan, Banyuwangi

Recommended

XS
SM
MD
LG