Tautan-tautan Akses

Banyak Pemilik Lahan Pertanian AS Tekan Buruh Tani Migran


Menurut aktivis organisasi Maryland Legal Aid, banyak petani tidak menginginkan petugas bantuan hukum atau layanan kesehatan di lahan pertanian mereka, karena tidak ingin para pekerja mengetahui hak-hak mereka. Para pekerja bisa meminta bayaran lebih tinggi atau kondisi kerja yang lebih baik, dan itu bisa merugikan pendapatan petani (foto: Dok).
Menurut aktivis organisasi Maryland Legal Aid, banyak petani tidak menginginkan petugas bantuan hukum atau layanan kesehatan di lahan pertanian mereka, karena tidak ingin para pekerja mengetahui hak-hak mereka. Para pekerja bisa meminta bayaran lebih tinggi atau kondisi kerja yang lebih baik, dan itu bisa merugikan pendapatan petani (foto: Dok).

Para aktivis mengatakan, para petani AS tidak menginginkan aktivis layanan sosial di lahan pertanian mereka, karena tidak ingin para buruh migran mengetahui hak-hak mereka.

Musim panen sudah berakhir tahun ini, namun perjuangan di ladang-ladang pertanian Amerika diam-diam terus berlanjut, yaitu antara penyedia layanan sosial yang ingin membantu pekerja migran di lahan pertanian dan pemilik lahan yang berusaha menjauhkan mereka.

Lahan pertanian di Caroline County di Negara bagian Maryland menyembunyikan konflik yang sudah lama berlangsung.

“Saya pernah diancam oleh aparat keamanan. Mereka mengatakan akan mengeluarkan senjata mereka jika saya masuk ke wilayah mereka tanpa pemberitahuan terlebih dahulu,” ujar seorang perawat. Ia mengunjungi pekerja migran di ladang di kamp-kamp buruh pertanian. Ia ingin namanya tidak disebutkan untuk melindungi pekerjaan dan pasien-pasiennya. “Saya membawa sekitar enam atau delapan kursi dan sebuah meja kecil, dan kami mendirikan klinik-klinik kami di bawah pohon,” ujarnya lagi..

Perawat itu mengatakan, pemilik ladang secara rutin mengancamnya supaya tidak mengadakan kontak dengan pekerja migran mereka.

Seorang pemilik ladang menuntut untuk melihat catatan medis pekerjanya.

“Katanya ia sudah membayar para pekerja itu dan berhak melihat catatan medis mereka. Kami berselisih mengenai hal itu dan meminta saya untuk pergi dan jangan kembali,” papar perawat itu.

Pihak lain yang juga membantu pekerja migran di ladang mempunyai kisah yang sama. Nathan Norton atau Nate dan Nora Rivaro adalah aktivis organisasi Maryland Legal Aid.

Mereka juga mengatakan para pemilik ladang menghalangi mereka mendapat akses ke pekerja migran di lahan mereka, tapi kedua aktivis itu mengatakan tindakan itu tidak sah. ”Pekerja ladang sebenarnya seperti penyewa bahkan di properti yang dikuasai petani, jadi mereka berhak menerima tamu, khususnya layanan hukum, keagamaan dan penyedia layanan kesehatan dan semacamnya,” kata Norton.

Para aktivis mengatakan, para petani tidak menginginkan petugas di lahan pertanian mereka, karena tidak ingin para pekerja mengetahui hak-hak mereka. Para pekerja bisa meminta bayaran lebih tinggi atau kondisi kerja yang lebih baik dan itu bisa merugikan pendapatan petani. Jadi, kata para aktivis, petani melakukan intimidasi untuk menjauhkan mereka.

Nate dan Nora juga sempat mengunjungi sebuah ladang, di mana seorang pekerja perempuan meninggal karena stroke. Keluarganya di Florida menginginkan bantuan mereka untuk mengirim jenazah pekerja itu.

Anthony DeMae, keponakan pekerja perempuan yang meninggal itu, juga bekerja di ladang yang sama. Katanya, sebagian pekerja takut berbicara dengan aktivis seperti Nate dan Nora, karena bisa menyebabkan mereka kehilangan pekerjaan.

Asosiasi Petani mengatakan, para aktivis membesar-besarkan isu itu. Mereka mengatakan para pekerja bantuan menuntut akses tak terbatas ke property ladang. Tetapi, situasi itu cukup serius sehingga kelompok koalisi HAM meminta PBB menekan pemerintah Amerika untuk mendapatkan bantuan.

Jika tidak, perawat yang membantu pekerja itu mengatakan akan terus secara diam-diam memberi obat-obatan bagi pekerja yang sakit.

Untuk saat ini pekerja bantuan seperti Nate dan Nora merasa orang-orang yang ingin mereka bantu masih jauh dari jangkauan.
XS
SM
MD
LG