Banjir yang melanda wilayah Lhok Sukon, Nangroe Aceh Darussalam, memaksa sekitar 24.000 orang mengungsi dan menewaskan setidaknya dua anak-anak, demikian informasi yang dilansir oleh pihak berwenang pada Selasa (4/1). Aktivis lingkungan mengatakan deforestasi telah memperburuk bencana tersebut.
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mengatakan hujan deras telah melanda Sumatra selama berhari-hari, menyebabkan sungai meluap dan membuat permukaan air melonjak di daerah pemukiman.
“Kami mengalami banjir setidaknya lima hingga delapan kali setahun – tetapi (ini) adalah salah satu yang paling parah,” kata Muzakkir, warga dari Pirak Timur, Aceh, yang dilanda bencana, sebagaimana dikutip dari AFP.
Syarifuddin, dari Desa Lhok Sukon di Aceh, mengatakan, "air banjir terus naik -- di rumah saya, setinggi dada saya.”
Jambi juga terkena dampak parah karena banyak rumah terendam banjir.
LSM lingkungan Walhi mengatakan, banjir diperparah dengan aksi penggundulan hutan untuk membuka jalan bagi perkebunan kelapa sawit di Sumatera yang menghampar luas.
Pohon dapat berfungsi sebagai pertahanan alami terhadap banjir, memperlambat laju air yang mengalir menuruni bukit dan masuk ke sungai.
Jumlah orang yang dievakuasi ke tempat penampungan pemerintah mencapai sekitar 13.000 pada Selasa (4/1). Negara bagian Johor, Malaka dan Sabah terkena dampak terburuk.
Jumlah tersebut turun jauh dibandingkan jumlah pengungsi yang mencapai 70.000 orang pada pertengahan Desember. Kejadian itu merupakan banjir terburuk yang menghantam Malaysia. [ah/rs]