Tautan-tautan Akses

Bagaimana Mengatasi Kelompok Warga Non-Vaksinasi?


Warga AS yang anti vaksin melakukan aksi unjuk rasa menentang mandat vaksinasi pemerintah di Central Park, New York City (foto: dok).
Warga AS yang anti vaksin melakukan aksi unjuk rasa menentang mandat vaksinasi pemerintah di Central Park, New York City (foto: dok).

Sejak Juli, kasus COVID 19 di AS terus meningkat, meskipun sejak awal tahun ini hingga Juni kampanye vaksinasi yang gencar telah dilancarkan oleh pemerintahan Presiden Biden. Penyebab kenaikan itu adalah adanya populasi yang tidak bersedia divaksinasi serta munculnya virus corona varian Delta yang lebih menular. Hingga Selasa lalu kasus per hari masih mencapai 159.553 orang.

Direktur CDC, Dr. Rochelle Walensky
Direktur CDC, Dr. Rochelle Walensky

Dr. Rochelle Walensky, direktur Pusat Pengendalian Penyakit atau CDC memberi peringatan bahwa, “perebakan ini telah berubah menjadi pandemik dari warga yang tidak divaksinasi, dan yang memprihatinkan kami adalah bahwa kasus-kasus ini sebenarnya bisa dicegah, opname di rumah sakit sebenarnya tidak perlu, dan yang menyedihkan, meninggalnya pasien akibat tidak divaksinasi.”

Dr. Dominick Shattuck adalah Direktur Program Komunikasi Johns Hopkins Center yang mengelola pemantauan, evaluasi, serta pembelajaran. Ia juga pakar psikologi masyarakat. Kepada VOA dia menjelaskan empat alasan mengapa orang enggan divaksinasi COVID-19.

"Mereka merasa bukan golongan berisiko tinggi, banyak yang berpendapat mereka tidak berisiko tinggi, juga banyak yang melaporkan mereka merasa COVID bukan penyakit berisiko tinggi. Beberapa orang yang merasa mereka pernah terkena COVID meskipun mereka tidak pernah dites positif mengidap COVID, mereka berpikir, mungkin saya sudah terkena COVID tetapi saya selamat, jadi kemungkinan saya akan selamat. Mungkin saja mereka benar-benar pernah terinfeksi dan tidak terlalu takut pada penyakit itu karena pernah mengalaminya. Kemudian ada kelompok ke-empat, mereka tidak akan mau divaksinasi karena mereka benar-benar tidak percaya pada vaksinasi," jelasnya.

Warga AS anti-vaksin melakukan protes di Los Angeles, California (foto: dok).
Warga AS anti-vaksin melakukan protes di Los Angeles, California (foto: dok).

Salah seorang anggota masyarakat Amerika yang berpendapat demikian adalah Siti Alfiya, diaspora Indonesia yang tinggal di Maryland mengatakan, "Menurut saya vaksin itu lebih berbahaya dari COVID-nya sendiri. Saya tidak tahu ingredient (atau bahan yang terkandung) di dalam vaksin itu, karena biasanya kalau saya mau divaksin, anak-anak saya atau saya mau divaksin, saya search (cari) apa ingredient yang ada di dalam vaksin itu? Karena saya seorang Muslim, biasanya saya mencari apakah halal, apakah ingredientnya halal, karena saya pernah menemukan vaksin itu ingredientnya embrio manusia. Kalau ingredients-nya ada yang haram atau membahayakan kesehatan, saya nggak ambil."

Ditekankan oleh Siti Alfiya, ini tidak terbatas pada vaksinasi COVID-19, tetapi berlaku untuk semua vaksin penyakit. "Tetapi most of the time (kebanyakan) saya nggak ambil vaksin. Saya percaya dengan all-natural (alami), herbal, untuk kesehatan saya," tuturnya.

Kelompok yang menolak vaksinasi meragukan kandungan bahan-bahan yang ada dalam vaksin (foto: ilustrasi).
Kelompok yang menolak vaksinasi meragukan kandungan bahan-bahan yang ada dalam vaksin (foto: ilustrasi).

Dr. Dominick Shattuck mengakui bahwa tidak mudah untuk mengubah pendapat orang tentang vaksinasi, dan ini merupakan tantangan untuk profesi yang digelutinya.

"Ahli kesehatan masyarakat seperti saya dan yang lainnya yang menyebarluaskan pesan-pesan, benar-benar perlu menyesuaikan pesan-pesan itu bagi hadirin tertentu. Laki-laki yang berusia lanjut atau masih muda misalnya memiliki bahasa dan dinamika di seputar pesan-pesan yang penting bagi mereka, khususnya kalau kita berhadapan dengan latar belakang budaya dan ras yang berbeda. Di situ pesan-pesan tertentu lebih penting atau lebih menarik untuk kelompok tertentu dibandingkan pada kelompok lainnya," imbuhnya.

Kelompok Non Vaksinasi: Mengapa dan Bagaimana Mengatasinya?
mohon tunggu

No media source currently available

0:00 0:04:22 0:00


Selain kampanye penyuluhan COVID-19, penyusun kebijakan kini juga memberlakukan kewajiban vaksinasi. Minggu lalu Presiden Biden memerintahkan semua bisnis yang mempekerjakan lebih dari 100 orang agar mewajibkan karyawannya divaksinasi atau diwajibkan menjalani tes COVID-19 setiap minggu. Langkah ini diharapkan akan berdampak pada sekitar 80 juta warga Amerika. Sekitar 17 juta pegawai di fasilitas kesehatan yang menerima bantuan dana federal untuk program Medicare atau Medicaid, juga wajib divaksinasi. [jm/ka]

XS
SM
MD
LG