Pendakian ke puncak bukit Uluru yang terdapat di tengah benua Australia telah dilarang secara permanen. Penduduk asli Australia sejak lama telah minta pada wisatawan supaya jangan mendaki bukit batu berwarna merah yang tingginya 348-meter itu, karena bukit itu dianggap suci. Tapi penutupan kawasan itu untuk pendakian tidak diterima semua orang.
Ribuan orang berkunjung ke Taman Nasional Uluru dalam beberapa minggu terakhir untuk mendaki bukit batu merah itu terakhir kalinya. Pendakian itu ditutup mulai hari Jumat (25/10) lalu atas permintaan para pemimpin suku asli Australia, yang percaya bahwa bukit itu punya nilai spiritual dan kebudayaan yang sangat besar. Kata mereka, bukit itu dianggap suci dan punya kekuatan spiritual yang tidak ada di tempat lain.
Donald Fraser, pemimpin suku Aborigin, senang bahwa kegiatan pendakian itu telah dihentikan.
“Beban moril yang kami rasakan selama ini telah hilang, dan itu bisa saya rasakan. Kini bukit itu bisa beristirahat dan menyembuhkan luka-luka yang dideritanya selama ini,” ujarnya.
Kelompok-kelompok penduduk asli sejak lama telah minta pada pengunjung taman nasional itu supaya jangan mendaki bukit Uluru yang lebih tinggi dari menara Eifel di Paris, karena alasan kebudayaan.
Tapi sebagian turis yang berhasil mendaki puncak bukit itu pada saat-saat terakhir, tidak keberatan melanggar kehendak penduduk asli. Kata seorang turis yang tidak mau disebut namanya.
“Saya tahu ini adalah topik yang peka. Tapi menurut saya, Australia adalah milik seluruh bangsa Australia. Karena itu saya tidak keberatan kalau ada orang yang ingin mendakinya. Saya juga yakin bahwa manusia yang melihat bukit itu punya instink untuk mendakinya,” katanya.
Tahun 1985 pemerintah Australia menyerahkan kembali kawasan taman nasional itu kepada penduduk asli Australia.
Kata para pejabat, larangan pendakian bukit Uluru tidak akan merugikan industri pariwisata lokal, yang penting bagi penduduk di kawasan itu. Jumlah pendaki bukit merah itu juga terus menurun belakangan ini, kata Mike Misso, pengelola Taman Nasional Uluru Kata Tjuta.
“Jumlah orang yang ingin mendaki bukit itu telah berkurang. Sebelum diumumkannya penutupan, kurang dari 10 persen dari orang yang tadinya mengatakan akan mengadakan pendakian, sungguh-sungguh melaksanakan niatnya itu. Dua dasawarsa yang lalu jumlahnya mencapai 30 persen,” ujar Misso.
Meskipun tidak dianggap populer oleh semua orang, larangan pendakian itu akan mengakhiri penderitaan spiritual penduduk asli Australia. (ii)