Tautan-tautan Akses

Aparatur Sipil Negara Terima Bansos: Mental Miskin yang Harus Diberantas


Kemensos menyalurkan Bansos bagi korban longsor di Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah, Minggu (21/11). Selain warga miskin, korban bencana berhak atas Bansos. (Foto: Courtesy/Humas Kemensos)
Kemensos menyalurkan Bansos bagi korban longsor di Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah, Minggu (21/11). Selain warga miskin, korban bencana berhak atas Bansos. (Foto: Courtesy/Humas Kemensos)

Lebih dari 31.000 penerima Bantuan Sosial (Bansos) melalui Kementerian Sosial ternyata adalah Aparatur Sipil Negara (ASN). Bukan hanya soal pendataan yang keliru, kenyataan ini juga dinilai sejumlah pihak sebagai bentuk mentalitas miskin ASN itu sendiri.

Aparatur Sipil Negara (ASN) adalah golongan masyarakat yang menerima gaji tetap dari negara, dan terjamin kebutuhan dasarnya. Jika mereka masih menerima bansos, berarti ada persoalan mental di dalam kasus ini.

Itu adalah kesimpulan Hempri Suyatna, Kepala Pusat Kajian Pembangunan Sosial (SODEC), Departemen Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan, Fisipol UGM, mengenai banyaknya ASN yang menerima bansos dan tidak mengembalikannya kepada pemerintah. Ia mengatakan, bansos ditujukan untuk masyarakat miskin yang kesulitan memenuhi kebutuhan dasarnya.

Hempri Suyatna, Kepala Pusat Kajian Pembangunan Sosial (SODEC),Fisipol UGM. (Foto: Dok Pribadi)
Hempri Suyatna, Kepala Pusat Kajian Pembangunan Sosial (SODEC),Fisipol UGM. (Foto: Dok Pribadi)

“Jika mereka sadar bahwa ini bukan hak mereka, seharusnya segera dikembalikan. Bentuk-bentuk mentalitas miskin ini yang harus dibenahi agar program bansos juga tepat sasaran,” kata Hempri.

Ia menjelaskan, mentalitas miskin adalah pola pikir yang dianut seseorang bahwa dirinya tidak memiliki harta, serba kekurangan, dan tidak tercukupi kebutuhannya. Dalam kasus ASN menerima bansos, katanya, orang tersebut jelas hidup berkecukupan, tetapi dia merasa sebagai pihak yang harus menerima bantuan.

Ilustrasi penyerahan bansos kepada Keluarga Penerima Manfaat (KPM). (Foto: Kemensos)
Ilustrasi penyerahan bansos kepada Keluarga Penerima Manfaat (KPM). (Foto: Kemensos)

Perlu Perbaikan Tata Kelola

Secara moral, menurut Hempri, ASN penerima bansos seharusnya dengan sadar mengembalikan bantuan yang memang bukan haknya, dan pemerintah perlu menyebut langkah ini sebagai kewajiban dan bukan hanya anjuran.

“Dalam perspektif agama apapun, menerima sesuatu yang memang bukan menjadi haknya, juga dinilai tindakan tidak baik,” tambah Hempri.

Ia mengatakan, berbagai persoalan terkait penyaluran bansos yang kerap muncul, membutuhkan jalan keluar terintegrasi. Perbaikan manajemen data dan optimalisasi satu data nasional perlu disegerakan. Harmonisasi dan sinkronisasi regulasi atau integrasi program-program bansos juga penting dilakukan. Perbaikan tata kelola program dan sistem evaluasi partisipasi, pengawasan bersama masyarakat, serta perbaikan mentalitas miskin masyarakat, tidak boleh dikesampingkan.

Bansos, lanjut Hempri, berfungsi mengatasi aneka risiko sosial, baik dari aspek rehabilitasi sosial, perlindungan sosial, jaminan sosial, pemberdayaan, dan penanggulangan kemiskinan. Karena itulah, bansos diperuntukkan, misalnya, untuk masyarakat rentan atau korban bencana.

Wakil Gubernur Jawa Barat (Jabar) Uu Ruzhanul Ulum menyalurkan bantuan sosial (bansos) provinsi untuk warga Kota Banjar terdampak COVID-19 di Kantor Pos Kota Banjar, Rabu (29/4). (Courtesy: Humas Jabar)
Wakil Gubernur Jawa Barat (Jabar) Uu Ruzhanul Ulum menyalurkan bantuan sosial (bansos) provinsi untuk warga Kota Banjar terdampak COVID-19 di Kantor Pos Kota Banjar, Rabu (29/4). (Courtesy: Humas Jabar)

Sayangnya, banyak program bansos tidak efektif karena faktor salah sasaran akibat ketidaktepatan data.

“Sudah banyak progam bansos dilakukan pemerintah. Secara umum, saya katakan kurang efektif, selain karena masih banyak salah sasaran, program-program bansos ini cenderung hanya menjadi pemadam kebakaran dan parsial,” tambah Hempri.

Selain mentalitas, pemerintah juga memiliki tantangan dalam verifikasi dan validasi data kemiskinan atau data terpadu kesejahteraan sosial. Upaya tersebut sejauh ini tidak berjalan dengan baik sehingga banyak warga mampu masih terdata. Pembaruan data di tingkat pemerintah daerah hingga level desa juga tidak berjalan dengan baik.

Distribusi bansos di Jawa Tengah. (Foto courtesy: Twitter/@ganjarpranowo/screenshot)
Distribusi bansos di Jawa Tengah. (Foto courtesy: Twitter/@ganjarpranowo/screenshot)

Dia juga menyebut konflik regulasi dan minimnya sinkronisasi sebagai faktor penentu. Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Kementerian Desa, Kementerian Sosial, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Keuangan, Pemerintah Provinsi/Kabupaten, dan seterusnya harus memiliki panduan program bansos yang sama.

ASN Penerima Tersebar

Pekan lalu Menteri Sosial Tri Rismaharini membeberkan data mengejutkan. Setelah verifikasi data, ditemukan ada lebih 31.000 ASN yang menerima bansos dari pemerintah. Dengan kata lain, mereka masuk dalam golongan miskin. Data ini ditemukan ketika Kemensos melakukan pemutakhiran Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS).

Menteri Sosial Tri Rismaharini menunjukkan hasil geo-tagging rumah ASN penerima Bansos, dalam tangkapan layar. (Foto: VOA/Nurhadi)
Menteri Sosial Tri Rismaharini menunjukkan hasil geo-tagging rumah ASN penerima Bansos, dalam tangkapan layar. (Foto: VOA/Nurhadi)

“Ada 31.624 ASN yang aktif, setelah kita cek di data BKN ( Badan Kepegawaian Nasional), 28.965 ASN aktif, sisanya sudah pensiun. Itu tersebar di 511 kota/kabupaten, di 34 provinsi. Ini akan kita kembalikan ke daerah,” kata Risma.

Pengembalian data ke daerah memang harus dilakukan, karena menurut UU 13/2011, data disusun oleh daerah. Sementara ini, menurut data Kemensos, para ASN itu memiliki profesi beragam.

“Itu nanti akan kita kembalikan ke daerah untuk mengecek. Ada yang profesinya sebagai dosen, ada yang profesinya sebagai ASN, tenaga medis dan sebagainya. Saya berharap daerah memberikan respons balik kepada kita,” kata Risma.

ASN mengikuti upacara bendera. (Foto: Humas PANRB)
ASN mengikuti upacara bendera. (Foto: Humas PANRB)

Untuk memperkuat data, Kemensos telah menerapkan verifikasi melakukan geo-tagging data spasial dari citra satelit. Melalui penerapan teknologi ini, bisa diketahui adanya ASN penerima bansos yang tinggal di perkotaan, dengan luas rumah lebih dari 100 meter persegi. Mereka juga tinggal di jalan-jalan utama perkotaan. Setidaknya ada 319.112 yang data geo-tagging-nya telah dikantongo Kemensos dan dapat dijadikan pedoman dalam perbaikan daftar penerima bansos.

“Kemudian yang profesi TNI/Polri kita sudah surati ke Panglima TNI, mudah-mudahan segera terima pelaporannya,” tambah Risma.

Mantan Wali Kota Surabaya ini menambahkan, aturan memang menyebutkan, mereka yang menerima pendapatan rutin dari pemerintah, tidak boleh masuk sebagai penerima bansos.

Sanksi Disiplin Dimungkinkan

Menpan RB Tjahjo Kumolo menyebut sanksi disiplin bisa diterapkan bagi ASN penerima Bansos. (Foto: Courtesy/Humas Kemenpan RB)
Menpan RB Tjahjo Kumolo menyebut sanksi disiplin bisa diterapkan bagi ASN penerima Bansos. (Foto: Courtesy/Humas Kemenpan RB)

Pernyataan Risma itu didukung koleganya, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB), Tjahjo Kumolo. Melalui pernyataan resmi pada Sabtu (20/11), Tjahjo mengatakan memang belum ada larangan spesifik bagi ASN untuk menerima bantuan sosial. Namun, pada dasarnya ASN adalah pegawai pemerintah yang memiliki penghasilan tetap.

“Oleh karena itu, pegawai ASN tidak termasuk dalam kriteria penyelenggaraan kesejahteraan sosial,” ujar Tjahjo.

Aturan ini ada dalam Peraturan Presiden No. 63/2017 tentang Penyaluran Bantuan Sosial secara Non-Tunai. Di sana disebutkan bahwa penerima bansos adalah seseorang, keluarga, kelompok atau masyarakat miskin, tidak mampu, dan/atau rentan terhadap risiko sosial.

Ketetapan lain ada di Pasal 2 Peraturan Pemerintah No. 39/2012 tentang Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial. Di dalamnya diatur bahwa prioritas diberilkan kepada mereka yang memiliki kehidupan tidak layak dan memiliki kriteria masalah sosial. Termasuk di dalamnya kemiskinan, ketelantaran, kecacatan, keterpencilan, ketunaan sosial dan penyimpangan perilaku, korban bencana, dan/atau korban tindak kekerasan, eksploitasi, dan diskriminasi.

“Berkaitan sanksi atau hukuman, perlu diperiksa lebih dalam apakah ASN tersebut dengan sengaja melakukan tindakan kecurangan ataupun penyalahgunaan wewenang dalam menetapkan atau memasukkan dirinya sebagai penerima bantuan sosial atau tidak,” tambah Tjahjo.

ASN Terima Bansos: Mental Miskin yang Harus Diberantas
mohon tunggu

No media source currently available

0:00 0:02:34 0:00

Dia juga menggarisbawahi perlunya peninjauan kembali mekanisme penetapan data penerima bantuan sosial oleh pemerintah daerah. Dengan demikian, dapat dilakukan validasi dan verifikasi penerima bansos yang memang berhak.

ASN yang terbukti masuk dalam kelompok penerima bansos, dapat diberikan hukuman disiplin sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 94/2021 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil. [ns/ab]

Recommended

XS
SM
MD
LG