Tautan-tautan Akses

AS Ajak Indonesia Bicara Soal Uighur, GP Ansor Belum Bersikap, China Kecam Keras AS


Menlu AS Mike Pompeo (tengah) menerima kenang-kenang dari Ketua Umum Pimpinan Pusat Gerakan Pemuda Ansor Yaqut Cholil Qoumas (kiri), didampingi Sekjen Nahdlatul Ulama, Yahya Cholil Staquf, di Nahdlatul Ulama, Jakarta, 29 Oktober 2020. (Adek Berry/Pool Photo via AP).
Menlu AS Mike Pompeo (tengah) menerima kenang-kenang dari Ketua Umum Pimpinan Pusat Gerakan Pemuda Ansor Yaqut Cholil Qoumas (kiri), didampingi Sekjen Nahdlatul Ulama, Yahya Cholil Staquf, di Nahdlatul Ulama, Jakarta, 29 Oktober 2020. (Adek Berry/Pool Photo via AP).

Gerakan Pemuda Ansor belum mengambil sikap atas ajakan Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Mike Pompeo kepada para tokoh agama di Indonesia untuk berbicara tentang persoalan kebebasan agama di China.

Ketua Umum Pimpinan Pusat Gerakan Pemuda Ansor Yaqut Cholil Qoumas mengatakan lembaganya belum mendapat informasi yang dapat dipercaya terkait dugaan kekerasan terhadap muslim Uighur di Xinjiang, China. Menurutnya, wacana yang berkembang soal Muslim Uighur tidak terlepas dari kepentingan politik yang menyampaikan informasi. Karena itu, kata Yaqut, Ansor baru akan mengambil sikap atas ajakan Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Mike Pompeo untuk berbicara soal Uighur setelah mendapat informasi yang dapat dipercaya.

"Soal Uighur, tentu kami harus mendapatkan info pembanding terlebih dahulu. Karena selama ini kita merasa belum mendapatkan informasi yang reliable (dapat diandalkan) soal Uighur ini," jelas Yaqut Cholil Qoumas secara tertulis kepada VOA pada Kamis malam (29/10).

Yaqut Cholil Qoumas menilai semua negara semestinya memberikan kebebasan beragama kepada warga negara sebagai hak dasar.

Romo Magnis: Kondisi Gereja Katholik di China Kini Jauh Lebih Baik

Rohaniawan Franz Magnis Suseno alias Romo Magnis mengatakan kebebasan beragama di China belum sempurna. Namun, ia mengklaim kondisi gereja Katolik di China dalam 30 tahun terakhir sudah lebih baik. Salah satunya yaitu adanya pengakuan keuskupan di China oleh pemerintah setempat dan Paus. Selain itu, ia juga merasa tidak perlu seruan dari Amerika jika ada persoalan kebebasan beragama khususnya umat Katolik di China.

"Kalau kami mempunyai keberatan, kami bisa bersuara sendiri dan kami bisa juga berkomunikasi dengan pimpinan gereja Katolik Paus Fransiskus yang baru saja memperbarui perjanjian dengan pimpinan RRC mengenai kedudukan gereja. Jadi kami melihat sudah banyak kemajuan," jelas Romo Magnis kepada VOA, Jumat (30/10).

Romo Magnis juga meragukan itikad baik Amerika soal kebebasan beragama di China. Ia beralasan Amerika sedang terlibat konflik dengan China sehingga membutuhkan sekutu dari Indonesia.

Kendati demikian, Romo juga mendapat informasi tentang dugaan pelanggaran HAM terhadap muslim Uighur di Xinjiang. Namun, menurutnya pemerintah ataupun organisasi Islam di Indonesia dapat menyampaikan saran soal Uighur tersebut secara langsung tanpa desakan dari Amerika. Kata dia, penting bagi Indonesia untuk menerapkan politik yang bebas aktif di tengah konflik dua negara besar yakni Amerika dengan China.

Sikap Gereja Katolik Jelas

Sementara Uskup Agung Jakarta Ignatius Kardinal Suharyo mengatakan seruan terhadap perlunya terhadap kebebasan beragama di China tidak hanya disampaikan Menlu Amerika Mike Pompeo. Namun, kata dia, organisasi internasional lainnya juga banyak yang menyerukan hal yang sama.

Uskup KAJ Ignatius Kardinal Suharyo di Gereja Katedral, Jakarta, 25 Desember 2019. (Foto: Sasmito)
Uskup KAJ Ignatius Kardinal Suharyo di Gereja Katedral, Jakarta, 25 Desember 2019. (Foto: Sasmito)

"Sikap Gereja Katolik juga sudah amat jelas, dinyatakan dalam Dokumen Konsili Vatikan II yang berjudul "Dignitatis Humanae" tentang kebebasan beragama (7 Desember 1965)," jelas Ignatius Kardinal Suharyo kepada VOA, Jumat (30/10).

Suharyo menambahkan pihaknya juga telah menerima berita dari Christian Solidarity Worldwide yang berkaitan dengan penderitaan orang-orang Uighur di China. Menurutnya, ada banyak pemimpin agama yang menandatangani pernyataan solidaritas tersebut. Dua kardinal yang ikut menandatangani yaitu Ketua Federasi Konferensi-Konferensi Uskup Asia Kardinal Charles Bo dan Kardinal Suharyo.

China Sebut Amerika Memicu Perang Dingin Baru

Duta Besar China untuk Indonesia, Xiao Qian. (Foto: VOA/Sasmito)
Duta Besar China untuk Indonesia, Xiao Qian. (Foto: VOA/Sasmito)

Menanggapi pernyataan Menteri Luar Negeri Amerika Mike Pompeo di Jakarta, Duta Besar China untuk Indonesia Xiao Qian, Jumat (30/10) mengeluarkan pernyataan keras menentang hal itu.

“Pompeo dengan secara sengaja mencoreng nama baik China dan berupaya mengadu-domba China dengan Indonesia, yang merongrong stabilitas dan keamanan. China jelas menentang upaya-upaya semacam itu.”

Ditambahkannya, “pernyataan dan tindakan Pompeo menunjukkan upaya keji Amerika dan menyorot sejumlah persoalan seriusnya sendiri.”

Lebih jauh ia menyebut Amerika sebagai pihak yang “memicu Perang Dingin yang baru”, sebagai penyebar luas “virus politik”, pihak yang mengganggu keterbukaan dan kerja sama global, sebagai negara peretas terbesar di dunia, sebagai pembuat onar dalam dunia Islam, dan “faktor yang paling berbahaya yang mengacaukan perdamaian di Laut Cina Selatan.”

Pompeo Tuding China Ancam Kebebasan Beragama di Negaranya

Sebelumnya, Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Mike Pompeo menuding Partai Komunis China (PKC) telah melakukan tindakan-tindakan yang mengancam kebebasan beragama di China. Hal tersebut disampaikan Pompeo ketika bertemu dengan organisasi Gerakan Pemuda Ansor di Jakarta, Kamis (29/10/2020).

Pompeo menyebut tindakan PKC yang tidak dapat dibenarkan antara lain memaksa muslim Uighur di China untuk makan daging babi selama Ramadan atau penghancuran pemakaman muslim.[sm/em]

Recommended

XS
SM
MD
LG