Tautan-tautan Akses

Apa yang Menghambat Mobil Swakemudi? Manusia Pengemudi


ARSIP – Foto yang diambil hari Selasa tanggal 13 Desember 2016 menunjukkan mobil swakemudi Uber yang diperagakan di sebuah garasi di San Fransisco (foto: AP Photo/Eric Risberg, Arsip)
ARSIP – Foto yang diambil hari Selasa tanggal 13 Desember 2016 menunjukkan mobil swakemudi Uber yang diperagakan di sebuah garasi di San Fransisco (foto: AP Photo/Eric Risberg, Arsip)

Peluang robot taksi swakemudi yang harus berbagi ruang di jalan raya dengan manusia pengemudi yang ceroboh dan gemar melanggar hukum telah memusingkan para pengembang robot taksi.

Dalam beberapa tahun ke depan, robot taksi swakemudi yang berperilaku baik harus berbagi ruang di jalan raya dengan manusia pengemudi yang ceroboh dan gemar melanggar hukum. Kemungkinan ini membuat pengembang robot taksi sakit kepala.

Mobil swakemudi akan diprogram untuk tidak melampaui batas kecepaan. Manusia pengemudi secara rutin melampaui batas kecepatan 16 hingga 24 km/jam – coba saja masuk ke Jalan Tol New Jersey pada kecepatan normal. Mobil-mobil swakemudi tidak akan berani melampaui garis kuning berganda; manusia pengemudi melakukannya sepanjang waktu. Dan kemudian ada kebiasaan lalu-lintas lokal yang aneh dimana manusia pengemudi dengan cepat beradaptasi.

Di Los Angeles dan tempat-tempat lainnya, sebagai contoh, ada “California Stop,” dimana para pengemudi bebas melanggar rambu berhenti apabila tidak ada lalu lintas yang melintas. Di Pennsylvania Baratdaya, para pengemudi yang berperilaku sopan mempraktekkan “Pittsburgh Left,” dimana sudah menjadi kebiasaan untuk membiarkan kendaraan yang datang dari arah berlawanan untuk memotong jalan di depan kendaraan kita untuk berbelok ke kiri ketika lampu lalu lintas berubah hijau. Hal yang sama juga terjadi Boston. Selama jam sibuk dekat Ann Arbor, Michigan, para pengemudi secara reguler melintasi garis kuning berganda untuk bergiliran berbelok ke kiri untuk memasuki jalan bebas hambatan.

“Ada daftar panjang dari kasus-kasus ini dimana kita, manusia, tahu konteksnya, kita tahu kapan harus mengakali aturan dan kapan harus melanggar aturan,” ujar Raj Rajkuma, seorang profesor teknik komputer di Carnegie Mellon University yang memimpin penelitian mobil swakemudi di sekolah tersebut.

Meskipun mobil-mobil swakemudi mungkin akan mengangkut penumpang atau barang dalam daerah terbatas dalam waktu tiga hingga lima tahun ke depan, para pakar mengatakan butuh waktu lama sebelum robot taksi dapat berbagi lajur lalu-lintas dengan manusia pengemudi di sebagian besar sisi jalan, bulevar, dan jalan bebas hambatan. Karena para programmer harus mempertimbangkan perilaku manusia dan perilaku lalu-lintas yang tidak lazim. Dan melatih kendaraan untuk menggunakan pengetahuan tersebut membutuhkan data dalam jumlah yang masif dan kekuatan komputasi luar biasa yang saat ini biayanya sangat mahal.

“Mobil-mobil swakemudi sangat bergantng pada aturan, dan mereka tidak paham perilaku sopan santun,” ujar Missy Cummings, direktur Laboratorium Manusia dan Otonomi di Duke University.

Perilaku mengemudi dan kondisi jalan secara dramatis berbeda di seluruh penjuru dunia, dengan jalur sempit dan padat di kota-kota Eropa, dan anarkisme kemacetan lalu-lintas raksasa di Beijing. Di ibukota India, New Delhi, mobil-mobil mewah harus berbagi jalan dengan marka jalan yang buruk dan jalur yang padat dengan sepeda, skuter, truk, dan kadang-kadang sapi dan gajah.

Kemudian ada permasalahan perilaku agresif manusia yang membuat gerakan-gerakan berbahaya seperti memotong jalur kendaraan lain di jalan bebas hambatan atau berbelok kiri di muka lalu-lintas yang datang dari arah berlawanan. Di India, sebagai contoh, bahkan ketika jalur itu ada diberi rambu, pengemudi berpindah dari satu jalur ke jalur lain tanpa ragu.

Sudah ada beberapa kasus dimana manusia pengemudi memotong jalur seperti Tesla, karena mereka mengetahui kendaraan swakemudi akan berhenti karena mereka dilengkapi dengan sistem pengereman darurat otomatis.

“Sulit untuk menyertakan program kebodohan manusia atau seseorang yang berusaha untuk mencoba mengakali teknologi,” ujar John Hanson, jurubicara untuk unit mobil swakemudi Toyota.

Kathy Winter, wakil presiden solusi kemudi otomasi untuk Intel, optimis bahwa mobil-mobil akan dapat melihat dan berpikir seperti manusia sebelum 2030.

Mobil dengan sensor untuk sistem bantuan pengemudi, sudah mulai mengumpulkan data tentang rambu-rambu jalan, garis lajur, dan perilaku manusia pengemudi. Winter berharap perusahaan mobil dan teknologi akan mengembangkan sistem otonomi dan mobil akan berkontribusi lewat informasi ini ke basis data raksasa.

Kecerdasan buatan yang dikembangkan oleh Intel dan perusahaan-perusahaan lainnya berangsur-angsur akan dapat mengakses data dan mengambil keputusan dengan cepet serupa dengan manusia, ujar Winter.

Para programmer optimis bahwa suatu hari mobil akan dapat menangani bahkan lalu-lintas di Beijing. Namun biayanya bisa jadi tinggi, dan mungkin butuh satu dekade atau lebih sebelum regulator di China menganggap mobil-mobil swakemudi bisa diandalkan untuk penggunaan di ruang publik secara luas, ujar John Zeng dari LMC Automotive Consulting.

Kathy Winter dari Intel berharap mobil yang sepenuhnya otonomi dapat mengumpulkan, memproses, dan menganalisa data sebesar empat terabytes dalam waktu 1 jam berkendara, yang merupakan rata-rata waktu yang dihabiskan orang di dalam mobil setiap hari. Jumlah data tersebut setara dengan mengumpulkan 1,2 juta foto atau 2.000 jam film. Kekuatan komputasi sebesar itu saat ini harganya lebih dari $100.000 per mobil, ujar Zeng. Namun harganya akan turut saat lebih banyak mobil swakemudi diproduksi.

Suatu hari mobil-mobil swakemudi akan memiliki kemampuan akal sehat yang diprogram ke dalam sistemnya sehingga mereka dapat melampaui garis kuning berganda ketika memungkinkan atau memacu kecepatan untuk menemukan celah ketika akan memasuki jalan bebas hambatan. Carnegie Mellon telah melatih mobil-mobil itu untuk menangani “Pittsburgh Left” dengan menunggu satu detik atau lebih sebelum perempatan jalan bebas dari kendaraan lain sebelum melaju saat lampu hijau. Sensor juga akan melacak lalu-lintas yang melintas dan dapat memperkirakan apabila seorang pengemudi akan berhenti di rambu jalan atau lampu merah. Secara berangsur-angsur akan ada komunikasi dari satu kendaraan ke kendaraan lain untuk mencegah tabrakan.

Tetap, mereka yang skeptis menyatakan mobil yang sudah dikomputerisasi tidak akan dapat berpikir seperti manusia.

“Anda tidak akan pernah dapat menyamai kemampuan persepsi orang untuk menentukan langkah yang tepat di suatu waktu, saya tidak berpikir demikian,” ujar Polisi Negara Bagian New Jersey, Sersan Ed Long, yang bekerja di dinas lalu-lintas dan keamanan umum. [ww]

XS
SM
MD
LG