Tautan-tautan Akses

Antisipasi Bencana dengan Teknologi


Rumah-rumah dan gedung-gedung di Jakarta yang terendam banjir, 1 Januari 2020. (Foto: BNPB via AFP)
Rumah-rumah dan gedung-gedung di Jakarta yang terendam banjir, 1 Januari 2020. (Foto: BNPB via AFP)

Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dan Yayasan Peta Bencana akan memaksimalkan penggunaan teknologi dalam mengantisipasi bencana di Indonesia.

Direktur Yayasan Peta Bencana Nashin Mahtani meyakini dampak bencana dapat dikurangi dengan membangun kerja sama antarwarga dan kerja sama warga atau komunitas dengan pemerintah. Atas dasar itulah, lembaga Nashin membuat platform gratis dan terbuka bernama Petabencana.id yang dapat mengolah bencana di Indonesia.

Platform ini bekerja dengan cara mengumpulkan dan menyaring informasi bencana yang bersumber dari laporan masyarakat di media sosial yang kemudian ditampilkan dan dapat diakses langsung oleh publik.

Ia berharap dengan bantuan teknologi ini, warga bisa memetakan bencana dan pada akhirnya bisa mengambil keputusan yang tepat saat menghadapi bencana sehingga dapat mengurangi dampak dari bencana.

"Pada waktu banjir 2013 kami melihat orang orang men-tweet tentang banjir dengan frekuensi yang luar biasa. Ada lebih dari 150.000 tweet hanya dalam 6 jam. Jadi kami pikir ada jumlah informasi yang luar biasa yang bisa digunakan untuk penangguhan bencana. Jika kami punya jalan untuk mengubah noise tersebut ke sumber informasi yang bisa dipercaya," jelas Nashin Mahtani saat berdiskusi di Jakarta, Kamis (30/1/2020).

Fitur Pelaporan Bencana Lain

Petabencana.id diluncurkan sejak 2013 dan hanya mengolah data laporan banjir di sejumlah Jakarta, Bandung, Semarang, dan Surabaya. Pada 2020, platform ini kemudian dikembangkan dengan fitur pelaporan bencana lain seperti gempa bumi, gunung api, angin kencang, kabut asap dan kebakaran hutan. Dari segi, wilayah platform ini juga sudah dapat diakses di seluruh wilayah Indonesia.

"Jadi orang-orang bisa mendapatkan informasi dua arah yang terpercaya dan orang orang dapat bertindak sesuai dengan informasi yang valid dan terbukti," ujar Nashin.

Kepala Pusdatin dan Komunikasi BNPB Agus Wibowo (kedua dari kiri) dan Direktur Yayasan Peta Bencana Nashin Mahtani (kanan) saat berdiskusi tentang penggunaan teknologi saat bencana di Kedutaan Besar Australia, Jakarta, KamiS, 30 Januari 2020. (Foto: Sasmito Madrim/VOA)
Kepala Pusdatin dan Komunikasi BNPB Agus Wibowo (kedua dari kiri) dan Direktur Yayasan Peta Bencana Nashin Mahtani (kanan) saat berdiskusi tentang penggunaan teknologi saat bencana di Kedutaan Besar Australia, Jakarta, KamiS, 30 Januari 2020. (Foto: Sasmito Madrim/VOA)

Petabencana.id melihat meski media sosial punya dampak negatif dengan penyebaran informasi yang salah dan hoaks, pihaknya menggunakan medsos untuk membagi informasi yang mereka tahu dan bisa digunakan oleh banyak orang.

Yayasan Peta Bencana juga bekerja sama dengan BNPB dan BPBD Jakarta, serta Pacific Disaster Center dan Humanitarian Openstreetmap Team (HOT) sebagai mitra proyek. Peta Bencana juga berkolaborasi dengan aplikasi Qlue dan Pasangmata.com (aplikasi jurnalisme warga) sebagai mitra penyedia data.

Antisipasi Bencana dengan Teknologi
mohon tunggu

No media source currently available

0:00 0:02:59 0:00

BNPB Gunakan Aplikasi inaRISK

Kepala Pusdatin dan Komunikasi BNPB Agus Wibowo menjelaskan lembaganya juga sudah memiliki aplikasi inaRISK Personal yang berisi informasi tingkat bahaya suatu wilayah dan dilengkapi dengan rekomendasi aksi. Aplikasi ini disusun bersama antara pemerintah dan pihak lain yang memiliki pengalaman dalam edukasi kebencanaan di Indonesia.

"Tapi belum terlalu terkenal di masyarakat, tapi sudah banyak penggunanya juga. inaRISK Personal untuk mengetahui risiko kita apa saja. Jadi kalau kita di rumah bisa dicek, kemudian tahu ada potensi banjir atau gempa bumi. Setelah tahu kita bisa lakukan usaha-usaha mitigasi, apa yang perlu kita lakukan," jelas Agus Wibowo.

Kepala Pusdatin dan Komunikasi Kebencanaan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Agus Wibowo. (Foto: BNPB)
Kepala Pusdatin dan Komunikasi Kebencanaan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Agus Wibowo. (Foto: BNPB)

Agus menambahkan aplikasi inaRISK Personal akan terus dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan pembaharuan data, informasi, dan metodologi yang dapat memberikan manfaat kepada masyarakat. BNPB juga akan terus mempromosikan dan mengajari penggunaan aplikasi ini ke masyarakat untuk menambah jumlah pengguna.

Di samping itu, BNPB juga memiliki nomor layanan (call center) bagi masyarakat terdampak yang tidak bisa melaporkan kebutuhan mereka secara online. Laporan dari masyarakat ke call center tersebut akan ditindaklanjuti BNPB disesuaikan dengan tingkat bencana.

BNPB: 3.721 Bencana di 2019

BNPB mencatat ada 3.721 bencana yang terjadi sepanjang 2019 di berbagai wilayah di Indonesia. Bencana paling banyak berupa angin puting beliung dengan 1.339 kejadian, disusul kebakaran hutan dan lahan 746 kejadian, banjir 757 kejadian dan longsor 702 kejadian. Bencana tersebut mengakibatkan 477 orang meninggal, 109 orang hilang, 3.415 orang luka-luka dan lebih dari 6 juta mengungsi.

Dari segi kejadian, jumlah bencana ini tahun ini lebih banyak dibandingkan tahun lalu yang berjumlah 2.426 kejadian. Namun, dari segi korban meninggal dan hilang jumlahnya turun dari 2018, yaitu 4.814 orang.

Pada tahun ini, BNPB mengimbau masyarakat agar mewaspadai gempa dan bencana susulannya akibat gempa, terutama untuk masyarakat yang tinggal di daerah Ring of Fire (Cincin Api) seperti Sumatera, Jawa, Bali, Nusa Tenggara dan Bali. Kendati demikian, bencana hidrometeorologi seperti banjir, tanah longsor, kebakaran hutan, puting beliung juga diprediksi akan masih terjadi sepanjang tahun ini. [sm/em]

Recommended

XS
SM
MD
LG