Tautan-tautan Akses

41 Anggota DPRD Jadi Tersangka, Pemerintahan Kota Malang Terancam Lumpuh


Bayangan Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi di jendela sebuah gedung di Jakarta, 12 September 2017.
Bayangan Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi di jendela sebuah gedung di Jakarta, 12 September 2017.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan 41 anggota DPRD Kota Malang sebagai tersangka kasus dugaan korupsi yang melibatkan Wali Kota non-aktif Mochamad Anton. Kondisi ini mengancam jalannya pemerintahan Kota Malang untuk pembahasan APDB-P 2018 dan RAPBD 2019, karena tersisa 4 anggota DPRD.

Pemerintah Kota Malang melakukan konsultasi dengan Pemerintah Provinsi Jawa Timur di Surabaya, Selasa (4/8/2018), serta Kementerian Dalam Negeri. Pertemuan itu untuk membahas persoalan yang terjadi di Kota Malang, pasca penetapan oleh KPK terhadap 41 dari total 45 anggota DPRD Kota Malang, sebagai tersangka dugaan korupsi.

Kepala Bagian Humas Pemkot Malang, Nur Widianto mengatakan, konsultasi dilakukan untuk mencari solusi terhambatnya fungsi pemerintahan di Kota Malang, karena pembahasan keuangan bersama DPRD Kota Malang tidak dapat berjalan dengan baik.

“Yang utama, kami dengan perkembangan yang ada, sebelum diumumkan penetapan, kami melaporkan, berkonsultasi kepada provinsi dan pemerintah pusat dalam hal ini Kemendagri, untuk menggambarkan situasi perkembangan yang ada di kota Malang, dan hal-hal krusial yang harus diselesaikan secara prioritas terkait dengan penyelenggaraan pemerintahan di Kota Malang,” kata Nur Widianto.

“Itu yang kami tunggu dari Kemendagri pada khususnya, kebijakan seperti apa untuk mencarikan solusi terbaik agar tidak ada terjadi stagnasi penyelenggaraan pemerintahan di Kota Malang,” ujarnya.

Nur Widianto mengakui, bahwa kekosongan di DPRD Kota Malang menghambat pembahasan penganggaran di Perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (P-APBD) 2018, dan pembahasan awal Rencana APBD 2019.

“Ya pasti itu memberikan dampak karena memang kami kan lagi fase pembahasan terkait dengan perubahan APBD dan proses pembahasan untuk APBD 2019, yang proses pembahasan itu tentu sangat membutuhkan kehadiran kuorum dari anggota DPRD Kota Malang,” papar Nur Widianto.

Sementara itu, Koordinator Malang Corruption Watch (MCW) Fahrudin mengungkapkan, terjadinya praktik korupsi, suap, dan sejenisnya, disebabkan biaya politik yang mahal, sehingga anggota DPRD yang terpilih akan sangat mungkin mencari pengembalian biaya politik yang telah dikeluarkan sebelumnya.

“Kalau kita, misalnya, telusuri dari mulai proses awal, pencalonan DPRD ini, kan, kita berbicara soal biaya politik atau cost politic yang mahal, salah satunya adalah dugaan adanya mahar politik kepada partai politik yang itu saya kira juga pasti akan sangat membebani calon-calon yang nanti akan menjadi calon legislatif, yang itu juga pasti harus terdaftar di partai politik,” ujar Fahrudin.

Selain itu, kata Fahrudin, partai politik tidak terbuka terhadap pengelolaan anggaran keuangan internalnya, sehingga perlu melakukan perbaikan agar tidak ada anggotanya yang terlibat korupsi.

“Beberapa waktu yang lalu juga MCW misalnya melakukan monitoring terhadap anggaran partai politik di Jawa Timur, nah kemudian di situ kami menemukan kesimpulan bahwa partai politik di Jawa Timur tidak terbuka terhadap pengelolaan anggarannya,” kata Fahrudin menjelaskan.

“Nah, ini yang saya kira juga bisa pahami bersama-sama bahwa, ya partai politik harus melakukan perbaikan-perbaikan dalam konteks pengelolaan anggaran di internal partai politik.”

41 Anggota DPRD Jadi Tersangka, Pemerintahan Kota Malang Terancam Lumpuh
mohon tunggu

No media source currently available

0:00 0:04:33 0:00


Fahrudin menambahkan, partai politik harus segera melakukan pergantian antar waktu (PAW) terhadap anggotanya yang terlibat korupsi dan telah ditetapkan sebagai tersangka, untuk memulihkan kembali fungsi lembaga DPRD. Dia menilai, seharusnya partai politik menjalankan fungsi pengawasan terhadap anggotanya di DPRD, bukan malah terlibat dan mendukung terjadinya praktik korupsi.

“Partai politik harus segera melakukan pergantian antar waktu agar kekosongan kursi DPR ini bisa terisi dan proses-proses penyelenggaraan pemerintahan di daerah itu bisa berjalan lancar kembali,” katanya.

“Yang harus ikut bertanggung jawab adalah partai politik, karena partai politik juga punya peran yang sangat penting sebenarnya dalam konteks memberikan suatu pengawasan terhadap anggotanya yang ada di DPRD,” ujar Fahrudin.

Dia menambahkan, apa yang kemudian terjadi di Kota Malang, menunjukkan bahwa partai politik di tingkat daerah, dan juga di tingkat pusat, itu tidak optimal di dalam melakukan pengawasan terhadap DPRD.

Hampir seluruh anggota DPRD Kota Malang terlibat dalam kasus dugaan korupsi yang melibatkan Wali Kota Malang non-aktif Mochamad Anton, dimana diantaranya telah berstatus sebagai tersangka, terdakwa, dan terpidana. Mereka berasal dari berbagai partai politik, seperti PDIP, Partai Golkar, PKB, Partai Demokrat, PKS, PAN, PPP, Partai Hanura, dan Partai Nasdem.

Sekretaris DPD PDI Perjuangan Jawa Timur, Sri Untari Bisowarno, melalui pesan yang dikirim kepada VOA mengatakan, DPP PDI Perjuangan melalui sekjen telah mengambil keputusan memberi sanksi pemberhentian terhadap anggotanya yang terlibat korupsi. Untari mengatakan, pihaknya bertindak cepat dengan menginstruksikan kepada DPC PDI Perjuangan Kota Malang untuk segera melakukan PAW, agar dapat segera ditindak lanjuti oleh DPP.

Recommended

XS
SM
MD
LG