Tautan-tautan Akses

Angelina Jolie: Tak Perlu Malu Sebagai Penyintas Pemerkosaan


Aktris dan duta khusus badan PBB untuk pengungsi (UNHCR), Angelina Jolie, dan Menteri Luar Negeri Inggris William Hague saat membuka KTT pengakhiran kekerasan seksual dalam konflik di London (10/6). (Reuters/Carl Court)
Aktris dan duta khusus badan PBB untuk pengungsi (UNHCR), Angelina Jolie, dan Menteri Luar Negeri Inggris William Hague saat membuka KTT pengakhiran kekerasan seksual dalam konflik di London (10/6). (Reuters/Carl Court)

Jolie mengatakan subyek pemerkosaan telah terlalu lama dianggap tabu, dan stigma tersebut membuat para penyintas didera perasaan "malu" dan "tidak berharga."

Bintang Hollywood Angelina Jolie pada Selasa (10/6) mengatakan bahwa konferensi tingkat tinggi (KTT) global untuk mengakhiri kekerasan seksual dalam perang harus mengirimkan pesan bahwa menjadi penyintas pemerkosaan "bukanlah aib" dan "yang seharusnya merasa malu adalah pelaku."

Menteri Luar Negeri Inggris William Hague mengatakan dalam pembukaan konferensi empat hari di London itu bahwa hanya "pria lemah dan tidak layak" yang melakukan kekerasan terhadap perempuan, sebuah pernyataan yang mendapat sambutan meriah dari hadirin.

Konferensi itu merupakan hasil dari kampanye dua tahun dari Jolie sebagai duta khusus PBB dan Hague, yang telah mengunjungi Republik Demokratik Kongo dan Bosnia untuk bertemu para korban pemerkosaan selama perang.

Dalam pidato pembukaan KTT tersebut, Jolie mengatakan ia dan Hague bertemu seorang perempuan di Bosnia yang masih merasa sangat malu untuk memberitahu putranya bahwa ia telah diperkosa.

"Kita harus mengirim pesan ke seluruh dunia bahwa tidak ada yang harus dianggap aib sebagai penyintas kekerasan seksual, bahwa yang merasa malu seharusnya pelaku."

Ia menambahkan adalah suatu "mitos" bahwa pemerkosaan tidak terhindarkan dalam perang.

"Tidak ada yang tak terhindarkan tentangnya -- ini adalah senjata perang yang menyasar warga sipil. Ini tidak ada hubungannya dengan seks, melainkan dengan kekuasaan," ujar Jolie.

Ia mengatakan telah bertemu para penyintas di negara-negara termasuk Afghanistan dan Somalia, dan mereka "sama seperti kita, hanya dengan satu perbedaan penting."

"Kita hidup di negara-negara yang aman dengan dokter-dokter yang dapat kita temui ketika kita terluka, polisi yang dapat kita datangi jika ada kejahatan, dan lembaga-lembaga yang melindungi kita," ujarnya.

Jolie mengatakan komunitas internasional perlu bekerja untuk membuat "keadilan sebuah norma." Ia menyerukan pencegahan pemerkosaan dalam konflik dimasukkan dalam pelatihan semua tentara, pasukan perdamaian dan pasukan polisi.

Subyek ini telah terlalu lama dianggap tabu, dan stigma tersebut membuat para penyintas didera perasaan "malu" dan "tidak berharga."

"Di atas semua itu, ketidakpedulian ini telah membuat para pelaku bebas. Mereka merasa dilindungi oleh undang-undang dan masyarakat menoleransi mereka," ujarnya.

Hague mengumumkan bahwa Inggris akan memberikan dana US$10 juta untuk membantu para penyintas kekerasan seksual dalam konflik.

Menteri Luar Negeri AS John Kerry, yang akan menghadiri konferensi Jumat, mengatakan para delegasi dari 117 negara ingin membuat kekerasan seksual jadi sejarah.

Liesl Gerntholtz dari lembaga HAM Human Rights Watch, mengatakan meski sebagian besar korban adalah perempuan, "ada riset dan dokumentasi yang muncul dan menunjukkan bahwa laki-laki juga menjadi target." (AFP)
XS
SM
MD
LG