Tautan-tautan Akses

Anak Krakatau Naik Status, Jalur Penyeberangan Tetap Aman


Foto udara Gunung Anak Krakatau saat erupsi di Selat Sunda di Lampung Selatan, 23 Desember 2018. (Foto: via Reuters)
Foto udara Gunung Anak Krakatau saat erupsi di Selat Sunda di Lampung Selatan, 23 Desember 2018. (Foto: via Reuters)

Gunung Anak Krakatau di Selat Sunda mengalami kenaikan aktivitas cukup signifikan. Meski begitu, jalur penyeberangan yang strategis menjelang Lebaran ini, dinilai masih aman dan tidak terdampak.

Penegasan itu disampaikan Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), Dr Hendra Gunawan dalam keterangan resmi kepada media, Senin (25/4). Dia mengatakan aktivitas Anak Krakatau kini menjadi salah satu isu penting terkait kesiapsiagaan menjelang Lebaran.

“Kita kedepankan kehati-hatian, tetap tenang. Dalam kaitan dengan potensi bahaya saat ini, adalah dalam jarak radius lima kilometer dari pusat gunung Anak Krakatau. Saya kira kalau transportasi dari Jawa ke Lampung masih jauh, itu puluhan kilometer. Itu tetap aman,” ujar Hendra.

Gunung Anak Krakatau menyemburkan abu panas saat erupsi terlihat dari Kapal Patroli TNI Angkatan Laut, KRI Torani 860, di Selat Sunda, Banten, 28 Desember 2018. (Foto: Antara/Muhammad Adimaja via REUTERS)
Gunung Anak Krakatau menyemburkan abu panas saat erupsi terlihat dari Kapal Patroli TNI Angkatan Laut, KRI Torani 860, di Selat Sunda, Banten, 28 Desember 2018. (Foto: Antara/Muhammad Adimaja via REUTERS)

Hendra memastikan Pos Pengamatan Gunung Anak Krakatau di Pasauran, Banten, melakukan pemantauan selama 24 jam. Dia juga mengatakan pengamatan terhadap kondisi gunung Anak Krakatau dilakukan secara visual, jumlah kegempaan, potensi gas dan besaran deformasinya. Seluruh perubahan aktivitas gunung telah diketahui dengan baik.

“Betul memang, sejak 15 April terutama, sudah terekam baik itu hembusan asap maupun tinggi kolom yang bervariasi, dari seribu sampai dua ribu meter dari muka air laut, dan malahan tiga hari terakhir sudah mencapai tiga ribu meter,” kata Hendra.

PVMBG mencatat, data kegempaan sejak Januari 2022 hingga 24 April ini, terdapat peningkaan jumlah gempa vulkanik dalam. Peningkatan terlihat sejak Februari, dan terus meningkat secara berulang hingga 15 April. Kondisi meningkatnya kegempaan vulkanik dalam oleh tremor menerus, yang amplitudo tremornya semakin hari semakin meningkat. Karena itulah, aktivitas visual dan data kegempaan memang berubah dan datanya cocok.

Anak Krakatau Naik Status, Jalur Penyeberangan Tetap Aman
mohon tunggu

No media source currently available

0:00 0:02:10 0:00

Kondisi tekanan dalam tubuh gunung Anak Krakatau mulai terekam intensif sejak 21 April, atau empat hari yang lalu. Kondisi ini berkorelasi dengan meningkatnya tinggi kolom abu yang mencapai tiga ribu meter dari muka air laut.

“Kalau kita lihat dari pemantauan emisi gas SO2 (sulfur dioksida -red), ini terjadi peningkatan juga. Di mana pada 15 April, gas SO2 yang dikeluarkan itu sekitar 68 ton per hari, kemudian tangal 17 April meningkat menjadi 181 ton per hari. Dan terakhir tanggal 23 April, melonjak drastis menjadi 9 ribu ton per hari,” papar Hendra.

Petugas menunjukkan hasil seismograf Gunung Anak Krakatau, sesaat sebelum tsunami menerjang Selat Sunda, di Pasauran, Serang, Banten, 25 Desember 2018. (Foto: Antara via Reuters)
Petugas menunjukkan hasil seismograf Gunung Anak Krakatau, sesaat sebelum tsunami menerjang Selat Sunda, di Pasauran, Serang, Banten, 25 Desember 2018. (Foto: Antara via Reuters)

Melihat kondisi tersebut, PVMBG merekomendasikan tidak diperbolehkannya aktivitas atau upaya mendekati gunung Anak Krakatau dalam radius lima kilometer dari kawah aktif. Masyarakat yang tinggal di luar radius lima kilometer, diminta tetap tenang, tidak panik dan selalu meng-update informasi kebencanaan dari sumber yang resmi.

Hendra mengakui, memang terdapat bahaya sekunder berupa longsor dari tubuh Anak Krakatau, seperti yang terjadi pada 2018. Namun saat ini, kondisi tubuh gunung masih relatif kecil, sehingga potensi bahaya itu diharapkan juga masih kecil. PVMBG akan terus melakukan evaluasi terhadap kondisi tubuh Anak Krakatau, untuk menentukan tingkat bahaya sekunder yang mungkin ditimbulkan. Modernisasi peralatan pemantauan gunung Anak Krakatau juga akan dilakukan, untuk memperbaiki sistem monitoring yang sudah ada.

Gumpalan abu membubung saat Anak Krakatau erupsi, 23 Desember 2018, dalam gambar ini diperoleh dari media sosial. (Foto: Susi Air via REUTERS)
Gumpalan abu membubung saat Anak Krakatau erupsi, 23 Desember 2018, dalam gambar ini diperoleh dari media sosial. (Foto: Susi Air via REUTERS)

Naik Status Siaga

Sekretaris Badan Geologi, Ediar Usman, dalam kesempatan sama mengonfirmasi kenaikan status gunung Anak Krakatau. Dia menyebut, keputusan ditetapkan setelah terlihat kenaikan aktivitas yang signifikan, melalui pengamatan visual dan pengamatan instrumen.

Sekretaris Badan Geologi, Ediar Usman. (Foto: VOA/Nurhadi)
Sekretaris Badan Geologi, Ediar Usman. (Foto: VOA/Nurhadi)

“Maka, Badan Geologi menaikkan status gunung Anak Krakatau yang semula adalah Level II atau Waspada menjadi Level III atau Siaga, terhitung mulai tangal 24 April 2022 pukul 18.00 WIB,” ujar Ediar.

Peningkatan status ini, lanjut dia, sudah disampaikan kepada seluruh pemangku kepentingan terkait lintas kementerian dan lembaga.

“Sehubungan tingkat akivitas Anak Krakatau tersebut, maka Badan Geologi akan melakukan koordinasi lebih lanjut dengan BNPB, kemudian juga dengan BPBD baik di Banten maupun di Lampung, kemudian juga tentu saja dengan BMKG,” tambahnya.

Badan Geologi juga mengimbau masyarakat yang ada di wilayah pantai sekitar selat Sunda, baik di Banten maupun Lampung, agar tetap tenang. Seluruh informasi penting tersedia melalui aplikasi Magma Indonesia dan laman Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG). Masyarakat seyogyanya tidak mempercayai isu-isu yang mungkin muncul, tanpa sumber yang kredibel.

“Tentunya dengan adanya status Siaga ini, akan membatasi kegiatan-kegiatan masyarakat yang ada di sekitar gunung Anak Krakatau, dan juga antisipasi kemungkinan-kemungkinan lainnya, yang dapat menyertai peningkatan status ini,” kata Ediar.

Lava mengalir turun dari gunung berapi Anak Krakatau saat erupsi terlihat dari Pulau Rakata di Lampung Selatan pada 19 Juli 2018. (Foto: AFP)
Lava mengalir turun dari gunung berapi Anak Krakatau saat erupsi terlihat dari Pulau Rakata di Lampung Selatan pada 19 Juli 2018. (Foto: AFP)

Gunung Anak Krakatau di Selat Sunda pernah mengalami letusan dashyat pada 1883, hingga tubuh gunung tersebut hilang dari permukaan.

Menurut catatan Badan Geologi, tubuh gunung kembali muncul ke atas muka laut pada Juni 1927. Sejak itu, sejumlah letusan sering terjadi. Salah satu bencana besar yang menyertai aktivitas Anak Krakatau, adalah longsoran badan gunung yang menimbulkan tsunami pada 2018. [ns/ab]

Recommended

XS
SM
MD
LG