Tautan-tautan Akses

Aliansi Laki-Laki Baru, Lawan Kekerasan Terhadap Perempuan


Puluhan perempuan saat menggelar diskusi dalam rangka Kampanye 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan (16HAKTP) di @america, Pacific Place, Selasa, 27 November 2018. (Foto: VOA/Ahmad Bhagaskoro)
Puluhan perempuan saat menggelar diskusi dalam rangka Kampanye 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan (16HAKTP) di @america, Pacific Place, Selasa, 27 November 2018. (Foto: VOA/Ahmad Bhagaskoro)

Sebagian besar pelaku kekerasan terhadap perempuan merupakan orang terdekat atau keluarga. Laporan PBB mengenai Narkoba dan Kejahatan menyebutkan ada 137 perempuan tewas per hari atau hampir enam orang terbunuh setiap jam oleh pasangannya atau anggota keluarga di dunia.

Sementara kampanye anti-kekerasan terhadap perempuan kerap menyasar kelompok perempuan agar lebih paham tentang hak-hak mereka dan berani melapor saat menjadi korban, kampanye untuk laki-laki yang kerap menjadi pelaku kekerasan jarang dilakukan. Karena itulah, Koordinator Kolektif Nasional Aliansi Laki-Laki Baru, Syaldi Sahude mengatakan, kelompoknya berusaha menggelar kampanye anti-kekerasan terhadap perempuan dengan menyasar kelompok laki-laki.

"Kami juga mendapatkan data dari beberapa kawan, terutama yang bekerja di woman crisis center. Bahwa banyak perempuan korban KDRT itu setelah proses pemulihan dan pemberdayaan itu memilih kembali ke pasangannya yang berjenis kelamin laki-laki. kami mulai berpikir, kenapa tidak laki-lakinya yang kita sasar," jelas Syaldi Sahude kepada VOA, Sabtu (1/2) malam.

Syaldi menambahkan gerakan Aliansi Laki-Laki Baru lebih menyasar kelompok remaja berusia 13-21 tahun dan kelompok usia 21-35 tahun. Menurutnya, perspektif kedua kelompok usia tersebut masih berpeluang besar untuk bisa diubah, ketimbang kelompok usia 35 tahun ke atas. Sementara untuk strategi, katanya, disesuaikan dengan kondisi lokal masing-masing daerah.

Salah satu bentuk kegiatan Aliansi Laki-Laki Baru. (Foto: VOA/Facebook Aliansi Laki-laki Baru)
Salah satu bentuk kegiatan Aliansi Laki-Laki Baru. (Foto: VOA/Facebook Aliansi Laki-laki Baru)

"Ada dua wilayah kerja, di rural dan urban. Nah di urban, kami menjangkau melalui media sosial. Kalau di rural biasanya, tapi tidak selalu, menggunakan diskusi-diskusi kampung seperti pengajian, kalau di NTT seperti Kebaktian, atau arisan bapak-bapak. Jadi sangat tergantung konteks dan lingkungannya," imbuhnya.

Ia menuturkan saat ini ada lebih dari 100 relawan Aliansi Laki-Laki Baru di berbagai daerah di Indonesia, termasuk Jakarta, Bengkulu, Kepulauan Riau, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur dan Yogyakarta.

Sejauh ini, kata dia, respon dari para laki-laki cukup positif terhadap kampanye-kampanye yang mereka lakukan. Salah satunya yang sedang diperjuangkan saat ini yaitu soal pembagian peran antara laki-laki dan perempuan dalam rumah tangga.

"Kami biasanya menawarkan hal praktis, misalnya kalau istri sedang sibuk mengurus anak dan sebagainya. Masa laki-laki hanya diam saja, menonton tv dan sebagainya. Bayangkan kalau kita bisa saling membantu, tentu saja beban yang ditanggung perempuan lebih berkurang dan tidak akan capek. Dan tentu saja quality time dengan pasangan akan lebih baik."

Syaldi meyakini dengan gerakan Aliansi Laki-Laki Baru ini akan semakin banyak laki-laki yang berani bersuara tentang pencegahan kekerasan terhadap perempuan dan perubahan perspektif yang setara gender di Indonesia secara perlahan-lahan di Indonesia.

Suara Perempuan

Senada dengan Aliansi Laki-Laki Baru, aktris Velove Vexia menilai perlu adanya gerakan bersama antara laki-laki dan perempuan dalam melawan kekerasan terhadap perempuan. Menurutnya, dukungan dari semua pihak akan semakin menguatkan para korban untuk bersuara dan mencegah terjadinya kekerasan terhadap perempuan lain. Termasuk, kata dia, untuk mengubah budaya masyarakat yang terkadang masih mentolerir kekerasan terhadap perempuan.

Dari kanan ke kiri: Aktris Velove Vexia, Programme Management Specialist UN Women, Lily Puspasari, Direktur Lembaga Bantuan Hukum Apik Siti Mazuma. (Foto: VOA/Ahmad Bhagaskoro).
Dari kanan ke kiri: Aktris Velove Vexia, Programme Management Specialist UN Women, Lily Puspasari, Direktur Lembaga Bantuan Hukum Apik Siti Mazuma. (Foto: VOA/Ahmad Bhagaskoro).

"Kita semua harus bersuara, mau perempuan atau laki-laki, kita justru harus bersuara tidak perlu menjadi korban. Bahkan kita bisa membantu menyuarakan suara-suara korban yang tadinya takut. Tapi dengan semakin banyaknya yang bersuara, akhirnya akan ada perubahan budaya," tutur Velove Vexia di @america, Pacific Place, Selasa (27/11).

Velove mengaku tertarik bergabung dengan kampanye anti-kekerasan terhadap perempuan karena kerap mendengar adanya kasus kekerasan yang menimpa remaja. Semisal pemukulan yang dilakukan pasangan atau pacar kepada perempuan.

Sementara menurut Spesialis Program Badan Urusan Pemberdayaan dan Kesetaraan Jender Perempuan PBB, Lily Puspasari, satu dari tiga perempuan di dunia pernah mengalami kekerasan. Data tersebut selaras dengan data kekerasan terhadap perempuan di Indonesia. Karena itu, kata dia, kampanye anti-kekerasan terhadap perempuan ini terus disuarakan hingga menjadi isu bersama.

"Satu dari tiga perempuan masih mengalami kekerasan seksual atau fisik yang dilakukan pasangan atau non pasangannya. Dan satu dari lima anak pernah mengalami pelecehan seksual dalam hidupnya. Itu data global, data Indonesia masih sama," jelas Lily.

Lily menambahkan fakta ini menunjukkan tidak adanya keadilan gender bagi perempuan di di berbagai penjuru dunia, termasuk di negara-negara maju dan berkembang. Sebab menurutnya, salah satu parameter untuk mengukur keadilan gender adalahkasus kekerasan terhadap perempuan. [Ab/ab]

Recommended

XS
SM
MD
LG