Tautan-tautan Akses

Kombinasi Belajar Online-Offline Dinilai Lebih Efektif untuk Tahun Ajaran Baru


Para siswa mengenakan masker dan menjaga jarak untuk mencegah penularan virus corona, sedang melaksanakan tes berbasis komputer di sebuah sekolah menengah pertama di Banda Aceh, Aceh, 10 Juni 2020. (Foto: AFP)
Para siswa mengenakan masker dan menjaga jarak untuk mencegah penularan virus corona, sedang melaksanakan tes berbasis komputer di sebuah sekolah menengah pertama di Banda Aceh, Aceh, 10 Juni 2020. (Foto: AFP)

Pemerintah menetapkan 94 persen peserta didik melanjutkan Belajar Dari Rumah (BDR) untuk tahun ajaran baru yang dimulai Juli 2020. Padahal pembelajaran online menemukan banyak kendala. Lalu, metode pembelajaran apa yang dinilai paling sesuai?

Dalam ketetapan pemerintah, hanya sekolah di zona hijau yang boleh membuka kegiatan tatap muka, sedangkan peserta didik di zona merah, oranye, dan kuning tetap melanjutkan belajar dari rumah.

Menurut data, ada 85 kabupaten/kota yang berada di zona hijau. Sebanyak 429 kabupaten/kota berada di zona merah, oranye, dan kuning.

Namun jajak pendapat oleh Dana Anak-anak PBB (United Nations Children Fund/UNICEF) terhadap 4016 siswa di Indonesia pada awal Juni mengungkap, aktivitas BDR terkendala dua masalah utama. Sebanyak 35 persen responden mengeluhkan akses internet dan 38 persen responden mengeluhkan kurang bimbingan guru.

Seorang pelajar mengenakan masker untuk mencegah penularan virus corona, sedang ujian membaca Alquran di Banda Aceh, 10 Juni 2020. (Foto: AFP)
Seorang pelajar mengenakan masker untuk mencegah penularan virus corona, sedang ujian membaca Alquran di Banda Aceh, 10 Juni 2020. (Foto: AFP)

Konsultan nasional UNICEF Indonesia Yusra Tebe mengatakan, angka ini sejalan dengan data kebutuhan para responden.

"Lebih dari 62 persen responden menyampaikan tentang kuota internet. Dan ini juga saya kira masih relevan dengan berbagai survei yang lain. Lalu perlunya dukungan guru. Di sini saya lihat pentingnya peran pendidik dalam proses belajar mengajar," ujarnya dalam diskusi virtual, Selasa (16/6).

Hal itu dikuatkan dengan temuan Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) Wakil sekjen FSGI, Fahriza Tanjung mengatakan tak banyak guru yang terbiasa melakukan pembelajaran daring (online) sebelum Covid-19.

"Sebelum itu sebenarnya guru-guru yang sudah terbiasa melaksanakan pembelajaran daring hanya 8 persen dari responden yang mengikuti survei kami. Artinya ada 92 persen yang tidak terbiasa melaksanakan pembelajaran daring, dan mereka harus belajar selama kurang lebih tiga bulan, ungkapnya dalam kesempatan yang sama.

Butuh Kombinasi Online dan Offline

Karena itu, untuk tahun ajaran baru ini Fahriza mengusulkan metode belajar kombinasi online dan offline. Dia mencontohkan, kegiatan belajar mengajar (KBM) offline bisa dilakukan dalam lingkup komunitas dengan mematuhi protokol kesehatan.

Ahmad Winardi mengajar membaca Alquran secara online di pesantren kilat bulan Ramadan di tengah pandemi virus corona, di Jakarta, 25 April 2020. (Foto: Reuters)
Ahmad Winardi mengajar membaca Alquran secara online di pesantren kilat bulan Ramadan di tengah pandemi virus corona, di Jakarta, 25 April 2020. (Foto: Reuters)

Masyarakat bisa bersinergi dengan guru dan mahasiswa di lingkungan masing-masing. Metode ini untuk membantu anak-anak yang kesulitan mengakses internet.

"Bahwa siswa yang tidak terfasilitasi daring di satu sisi, kemudian ada guru yang mengalami pembatasan harus di rumah saja, bekerja dari rumah, dan ini kan bisa saling sinergi. Kemudian ada mahasiswa yang mungkin dalam waktu dekat akan melaksanakan KKN mungkin bisa sinergi," tandasnya.

Di sisi itu, Fahriza mendorong pembelajaran lewat media TVRI diperbanyak. Jika saat ini beberapa jenjang kelas disatukan dalam satu siaran, dia meminta setiap jenjang kelas memiliki program masing-masing.

"Dan tentunya konsekuensinya menambah jam penayangan belajar dari rumah ini. Oleh karena itu perlu penambahan stasiun TV kalau memang tidak bisa difasilitasi TVRI,” dia mengusulkan.

Kombinasi Belajar Online-Offline Dinilai Lebih Efektif untuk Tahun Ajaran Baru
mohon tunggu

No media source currently available

0:00 0:02:30 0:00

Yusra Tebe dari UNICEF mengatakan, metode daring dan luring perlu dikombinasikan, supaya memperluas askes para siswa.

"Nggak boleh mengandalkan tatap muka saja, tetap harus juga mengandalkan belajar dari online. Baik secara online maupun offline, jadi perluasan metode belajar dilakukan, harus dipantau," imbuhnya.

Seorang guru mengenakan masker wajah di kelas di Jakarta Nanyang School di Serpong, 3 Maret 2020, saat Indonesia melaporkan kasus pertama virus corona. (Foto: AP)
Seorang guru mengenakan masker wajah di kelas di Jakarta Nanyang School di Serpong, 3 Maret 2020, saat Indonesia melaporkan kasus pertama virus corona. (Foto: AP)

Sekolah Diizinkan Pakai BOS

Sementara itu, Direktur Sekolah Dasar Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Sri Wahyuningsih, mengakui pembelajaran daring selama Covid-19 menemui berbagai kendala.

"Banyak hal yang tidak sesuai standar pembelajaran daring atau luring. Selain karena faktor sarana dan prasarana, juga kompetensi yang memang ini jadi persoalan tersendiri,” ujarnya dalam kesempatan yang sama.

Karena itu, untuk tahun ajaran baru ini, dia mendorong kombinasi daring dan luring—meski memang hasilnya belum maksimal.

“Ada metode daring, luring, atau perpaduan keduanya. Ini kembali kepada kesiapan satuan pendidikan untuk memfasilitasi itu,” tambah Sri.

Permendikbud Nomor 19 Tahun 2020, ujar Sri, telah mengizinkan satuan pendidikan menggunakan dana BOS untuk membeli pulsa, paket data, dan/atau layanan pendidikan daring berbayar. Bantuan itu bisa diberikan kepada pendidik dan/atau peserta didik dalam rangka BDR. [rt/ft]

Recommended

XS
SM
MD
LG