Tautan-tautan Akses

Ketidakpastian Informasi dan Hoaks, Picu Sentimen Anti-China


Seorang perempuan mengenakan masker melintas di depan papan pemberitahuan Kesehatan Masyarakat Inggris di Terminal 4 Bandara Heathrow di London, yang memperingatkan wabah virus corona di Wuhan, China, Selasa, 28 Januari 2020. (Foto: AFP)
Seorang perempuan mengenakan masker melintas di depan papan pemberitahuan Kesehatan Masyarakat Inggris di Terminal 4 Bandara Heathrow di London, yang memperingatkan wabah virus corona di Wuhan, China, Selasa, 28 Januari 2020. (Foto: AFP)

Pengamat menyatakan sentimen anti-China terkait virus corona meningkat dikarenakan merajalelanya berita hoaks di media sosial.

Mewabahnya virus corona di dunia ikut meningkatkan sentimen anti-China di sejumlah negara, tidak terkecuali di Indonesia.

Di Perancis, warga keturunan Tionghoa sempat marah ketika surat kabar lokal "Le Courier Picard" memajang berita utama Alerte Jaune (waspada kuning) dan Le Peril Jaune (bahaya kuning) dilengkapi foto perempuan Tionghoa memakai masker pelindung.

Ketidakpastian Informasi dan Hoaks, Picu Sentimen Anti-China
mohon tunggu

No media source currently available

0:00 0:03:00 0:00

Di Denmark, sebuah surat kabar juga memasang foto bendera China yang berwarna merah, tapi mengganti bintang di ujung kiri dengan bentuk virus corona yang juga seperti bintang.

Sedangkan di Kanada, muncul serangan daring terhadap restoran China di negara itu.

Demonstrasi Menentang Kehadiran Warga China Terjadi di Padang dan Natuna

Di Sumatera Barat, Indonesia, demonstrasi terjadi di hotel yang dihuni ratusan wisatawan China, yang ingin wisata ke bumi ranah minang itu. Warga lokal juga mendesak pemerintah daerah agar tidak lagi menerima wisatawan asal Tirai Bambu sampai wabah virus corona dinyatakan tidak ada lagi.

Demonstrasi serupa juga terjadi di Kepulauan Riau. Sejak kabar bahwa pemerintah akan menjadikan kepulauan itu sebagai lokasi karantina dan observasi WNI yang dipulangkan dari Wuhan, China, warga langsung berunjuk rasa. Mereka bahkan sempat menghentikan aktivitas pendidikan dan perekonomian karena khawatir terpapar virus mematikan itu.

Bupati Natuna Abdul Hamid Rizal, Wakil Bupati Natuna Ngesti Yuni Suprapti, Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Natuna Andes Putra, dan tokoh masyarakat Natuna hari Selasa (4/2) menemui Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Mahfud MD dan juga datang ke DPR untuk menyampaikan keprihatinan warga mereka.

Kabar Hoaks Ikut Perkeruh Suasana

Informasi tidak benar atau hoaks terkait virus corona ini juga beredar luas melalui pesan berantai di aplikasi percakapan WhatsApp. Salah satunya pesan yang seolah-olah berasal dari lingkungan KBRI Kuala Lumpur bahwa ada pekerja pabrik di China yang terkena virus corona dan membuat produk yang mereka buat juga terinfeksi virus. Pesan yang dipastikan hoaks itu menyerukan warga memboikot produk buatan China.

Kementerian Komunikasi dan Informatika menemukan sedikitnya 54 konten hoaks tentang virus corona yang tersebar di dunia maya.

Kekhawatiran takut tertular virus corona juga dinyatakan Nadia, mahasiswi salah satu universitas negeri. Perempuan berusia 20 tahun ini biasanya sangat gemar menyantap makanan China di restoran tapi kini ia membatasi.

“Agak khawatir ya soalnya saya suka banget sama Chinese food gitu, cuma semenjak kasus virus corona ini jadi agak membatasi karena khawatir juga,” kata Nadia.

Indri Lestari, ibu rumah tangga menyatakan ia tidak khawatir dengan warga keturunan Tionghoa yang ada di Indonesia

“Karena orang China yang sudah lama tinggal di Indonesia artinya tidak perlu ditakuti kecuali jika kita ketemunya di bandara, melihat orang China yang baru datang dari luar negeri, itu agak takut,” ujar Indri.

Tenangkan Warga, Pemerintah Sedianya Beri Penjelasan tentang Virus Corona Secara Berkala

Pengamat sosial dari Universitas Indonesia Devie Rahmawati mengatakan meningkatnya sentimen anti-China dikarenakan adanya kekhawatiran dan ketidakpastian informasi. Hal ini tambahnya membuat muncul prasangka yang berujung pada ketakutan pada etnis tertentu dalam hal ini China karena dianggap penyebarannya dari sana.

"Amerika aja kalau dilihat bagaimana berita-berita menunjukkan masyarakat Amerika saja juga tergulung dengan banyak berita hoaks. Nah, tidak heran kemudian di Indonesia mengalami hal yang sama. Persoalannya fakta yang dikeluarkan oleh lembaga yang mempunyai otoritas, dalam situasi normal saja sudah kalah percepatannya dengan berita-berita yang hoaks," ujar Devie.

Untuk itu, tambah Devie, informasi yang benar tentang penyakit ini, termasuk update perkembangan dan upaya menemukan vaksin, pencegahan hingga pengobatan harus terus disebarluaskan kepada masyarakat. Dalam konteks Indonesia, kata Devie, solusinya adalah memastikan bahwa elit-elit lokal itu menjadi sumber-sumber informasi yang utama karena mengingat karakter masyarakat Indonesia yang masih melihat kelompok elit atau tokoh masyarakat sebagai pihak yang lebih banyak tahu. Ia menyarankan agar pemerintah menyasar kelompok-kelompok ini untuk memberi informasi yang benar. [fw/em]

XS
SM
MD
LG